Fenomena ledakan gas belerang di Telaga Ngebel dikaitkan dengan aktivitas gunung berapi. Fenomena yang memicu matinya ribuan ikan milik petani di keramba yang ada di telaga itu diduga menjadi bukti bahwa Telaga Ngebel merupakan kaldera atau kawah gunung berapi yang masih aktif.
Peneliti senior di Pusat Penelitian Mitigasi Kebencanaan dan Perubahan Iklim ITS Dr Ir Amien Widodo MSi memungkinkan bahwa fenomena ledakan gas belerang itu merupakan aktivitas magma dari Pegunungan Wilis yang ia sebut letusan freatik atau letusan hidrotermal akibat tekanan air yang besar dari dalam bumi.
"Telaga Ngebel ini berada di Lereng Gunung (Pegunungan) Wilis. Nah Gunung Wilis itu ada puncaknya. Bila ada magma yang mau keluar ketutup di puncak, dia akhirnya belok. Bisa ke lereng tadi, ke kiri atau ke kanan. Kalau letusannya itu ada istilahnya letusan freatik, karena dia melewati air. Nah itu nyembur tok, nyembur aja," kata Amien kepada detikJatim, Senin (2/1/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berdasarkan penjelasan dalam aplikasi resmi Badan Geologi Magma Indonesia dijelaskan bahwa erupsi freatik atau disebut juga letusan freatik adalah letusan ultravulcanian atau letusan ledakan uap. Erupsi freatik itu terjadi ketika magma memanaskan air tanah atau air permukaan.
Disebutkan pula dalam penjelasan Magma Indonesia itu, temperatur magma yang ekstrem, yakni antara 500 hingga 1.170 derajat celcius (930-2.100 derajat farenheit) akan menyebabkan penguapan air yang hampir seketika menjadi uap, menghasilkan ledakan uap, air, abu, batu, dan bom vulkanik ketika erupsi freatik terjadi.
"Jadi Telaga Ngebel itu (bisa jadi merupakan) danau kawah. Sehingga dimungkinkan bawahnya masih aktif. Tapi untuk mengetahui apakah itu aktivitas Gunung Wilis, nah ini yang tahu PVMBG (Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi-Badan Geologi) karena yang punya alatnya PVMBG," kata Amien.
Amien mengatakan alat yang dia maksudkan sejauh ini belum dipasang karena Gunung Wilis sudah tidak aktif. Meski demikian, fenomena ledakan gas belerang itu bila waktu terjadinya semakin maju atau malah frekuensi terjadinya semakin sering maka hal itu bisa segera dilaporkan ke PVMBG.
"Nah, nanti ada istilahnya begini. Kan, jaraknya makin maju (fenomena ledakan belerang itu). Nanti kalau frekuensinya semakin sering, setiap tahun bisa beberapa kali begitu, biasanya PVMBG akan datang untuk memasang alat. Untuk monitoring perjalanan magma yang berjalan dari bawah ke atas tadi," ujar Amien.
Amien menyebutkan bahwa warga setempat perlu mengamati beberapa tanda yang memang perlu disegerakan untuk melapor ke pemerintah daerah atau bahkan ke PVMBG. Salah satunya adalah fenomena air yang seperti mendidih dan itu terjadi di banyak titik di Telaga Ngebel.
"Bisa juga misalnya kalau (air) telaganya sudah seperti mendidih dan terjadi di banyak titik, itu harus segera dilaporkan untuk monitoring perjalanan magma dari bawah tadi. Apalagi kalau mengeluarkan asap yang sangat banyak, mestinya Pemda harus segera melapor ke provinsi biar segera dilaporkan ke Badan Geologi," ujarnya.
Siklus ledakan gas yang tak terprediksi lagi dan dugaan bahwa Telaga Ngebel merupaka kaldera. Baca di halaman selanjutnya.
Sebelumnya Dosen Pendidikan Keagamaan Universitas Muhammadiyah Ponorogo Rido Kurnianto yang pernah melakukan studi tentang legenda Naga Baruklinting di Telaga Ngebel mengaitkan fenomena ledakan gas belerang yang terjadi setiap tahun itu dengan aktivitas gunung berapi.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dia lakukan dengan berinteraksi dengan para sesepuh dan warga sekitar Telaga Ngebel, sejak dahulu ledakan gas belerang itu terjadi antara bulan Juli, Agustus, dan September setiap tahunnya.
"Dulu (antara) Juli, Agustus, September setahun sekali ada ledakan (gas) belerang. Sekarang karena perubahan cuaca ekstrem, akhirnya tidak bisa diprediksi lagi kapan datangnya ledakan gas belerang," terang Rido.
Sejak terjadinya cuaca ekstrem, kata Rido, kedatangan ledakan gas belerang tidak bisa diprediksi. Ada kalanya sehabis hujan badai muncul ledakan. Ada kalanya juga setelah perubahan cuaca ekstrem, ledakan belerang itu terjadi dengan tiba-tiba.
"Pengamatan saya, tidak hanya usai hujan badai tapi kadang ada masa tidak ada gejala cuaca apapun, tiba-tiba muncul ledakan gas belerang," kata Rido.
Lebih jauh Rido mengatakan dirinya menduga sebenarnya Telaga Ngebel itu merupakan kaldera atau kawah gunung berapi yang sangat luas. Dugaan itu ia dapati usai meneliti mitos Naga Baruklinting yang mana tanda-tanda kemunculannya mirip tanda-tanda aktivitas gunung berapi.
Disebutkan dalam mitos Naga Baruklinting bahwa sebelum naga itu keluar ada sejumlah pertanda yang muncul mendahului. Yakni suara menggelegar, asap di tengah danau, tercium bau anyir, dan ikan-ikan ditemukan mati.
Ledakan gas belerang yang mematikan ribuan ikan di Telaga Ngebel menjadi salah satu petanda di dalam mitos itu bahwa Sang Naga Baruklinting hendak keluar. Menurut Rido, ledakan itu juga menjadi petanda bahwa Telaga Ngebel merupakan kaldera dari deretan Gunung Wilis yang masih aktif.
Rido menyatakan bahwa kesimpulan itu ia dapatkan setelah membandingkan sejumlah literatur bahwa Ponorogo termasuk dalam struktur tanah gunung aktif. Ditambah lagi Telaga Ngebel berada di lereng Pegunungan Wilis.
"Informasi dari literatur yang saya baca, struktur tanah di Ponorogo ini masuk gunung aktif. Ditambah Telaga Ngebel berada di kaki barat Gunung Wilis," tutur Rido.
Meski demikian, Rido mengakui bahwa dirinya belum pernah mendapati ada penelitian yang intensif terkait gunung aktif yang ada di bawah Telaga Ngebel, Ponorogo.