2 Hari Jatim Diguncang Gempa Darat, Ini Kata Pakar Geologi ITS

2 Hari Jatim Diguncang Gempa Darat, Ini Kata Pakar Geologi ITS

Esti Widiyana - detikJatim
Selasa, 31 Des 2024 12:50 WIB
Pakar geologi Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Amien Widodo
Pakar Geologi Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Amien Widodo/Foto: Istimewa (Dok ITS)
Surabaya -

Selama dua hari berturut-turut, wilayah Jawa Timur diguncang gempa darat. Gempa pertama terjadi di Bojonegoro pada Minggu (29/12) dengan kekuatan magnitudo (M) 3,1. Gempa kedua terjadi di Gresik pada Senin (30/12) dengan kekuatan M 3,3.

Pakar Geologi ITS Prof Dr Ir Amien Widodo MSi menjelaskan, Bojonegoro dan Gresik termasuk dalam daerah patahan yang dikenal sebagai patahan RMKS (Rembang-Madura-Kangean-Sakala). Patahan ini merupakan sesar aktif yang membentang dari Rembang, Madura, Kangean, hingga Sakala.

"Panjangnya cukup luar biasa, dari Kangean sampai melewati Bojonegoro dan Gresik. Di antaranya melintasi Pulau Madura, bagian selatan Madura, dan berjejer sepanjang Pulau Madura," kata Prof Amien saat dihubungi detikJatim, Selasa (31/12/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Prof Amien, gempa darat di Jawa Timur dapat mencapai magnitudo maksimum M 6, jika dilihat dari panjang, besar, dan kedalaman sesarnya.

"Kalau dari sejarahnya belum banyak terjadi, tapi di Gresik ada. Kalau dari panjang, lebar, dan kedalamannya, gempa ini bisa mencapai magnitudo hingga M 6 atau lebih," ujarnya.

ADVERTISEMENT

Prof Amien mengungkapkan, gempa signifikan pernah terjadi di wilayah ini pada tahun 1859 di Sumenep. Kemudian, pada tahun 2018, gempa darat berkekuatan M 6,4 terjadi antara Sumenep dan Situbondo, tepatnya di Selat Madura.

"Jadi, patahan RMKS tadi yang menjadi penyebab. Gempa berdampak signifikan ini harus dilihat dari sejarahnya, seperti gempa di Jogja dengan magnitudo M 6 yang memiliki daya rusak besar," jelasnya.

Untuk mitigasi gempa darat, Prof Amien menyarankan dua hal utama, yakni kekuatan bangunan dan kondisi tanah di daerah terdampak.

"Besarnya magnitudo gempa yang pernah terjadi harus menjadi pegangan untuk merencanakan dan mendesain rumah. Jika gempa mencapai M 6,5 atau M 6,4, artinya rumah harus tahan gempa dengan skala tersebut. Struktur bangunan harus diperkuat, karena jika tidak, seperti di Jogja, banyak bangunan yang rusak parah," urainya.

Prof Amien menambahkan, jenis tanah di wilayah tersebut juga memengaruhi dampak gempa. Jika tanahnya berupa endapan, maka guncangan akan lebih besar. Sebaliknya, jika tanahnya sebagian besar berupa batuan, seperti di Madura dan Surabaya Barat, maka tanah akan lebih kuat terhadap guncangan.

"Di Gresik, terdapat endapan, sehingga saat gempa, guncangannya terasa lebih besar. Hal serupa juga terjadi di Bojonegoro, yang tanahnya sebagian besar adalah endapan Bengawan Solo. Sementara itu, Surabaya Timur dan Utara memiliki endapan dari Kali Brantas, sedangkan Surabaya Barat lebih didominasi batuan," pungkasnya.




(irb/hil)


Hide Ads