Kisah Kesaktian Kamas Setiyoadi, Komandan Kompi Kucing Hitam Peneror Belanda

Urban Legend

Kisah Kesaktian Kamas Setiyoadi, Komandan Kompi Kucing Hitam Peneror Belanda

Enggran Eko Budianto - detikJatim
Rabu, 12 Okt 2022 08:59 WIB
kamas setiyoadi
Sri Hastoeti memegang foto mendiang ayahnya, Kamas Setiyoadi (Foto: Enggran Eko Budianto)
Mojokerto -

Kompi Kucing Hitam (The Black Cat) sangat ditakuti Belanda di era perjuangan mempertahankan kemerdekaan RI. Pasukan kecil yang dikomandoi Kapten Kamas Setiyoadi ini kerap menyabotase fasilitas penjajah. Bahkan, Sang Kapten dikenal mempunyai ilmu kanuragan yang tinggi.

Sri Hastoeti (62) mengisahkan perjuangan ayahnya penuh semangat. Wajahnya ceria dengan senyum penuh kebanggaan tatkala menuturkan sepak terjang Kamas. Cerita-cerita dari tutur ibu dua anak ini sesekali diselingi tentang kesaktian ayahnya.

"Bapak juga cerita ke anak-anaknya. Belanda menangkap saja tidak bisa. Sampai dibuat sayembara berhadiah uang sekarung," kata Sri saat berbincang dengan detikJatim di rumahnya, Jalan Raya Brangkal nomor 1, Desa Kedungmaling, Sooko, Kabupaten Mojokerto, Rabu (12/10/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kapten Kamas mempunyai 5 anak dari pernikahannya dengan Amanah, putri Lurah atau Kepala Desa Bicak, Trowulan, Mojokerto. Putra sulungnya, Prastyo dan anak keempatnya Dian Ambarwati meninggal di usia 50-an tahun. Sri merupakan anak kedua. Sedangkan anak ketiga dan kelima Kamas yaitu Isnaeni (60) dan
Poedjio Pramono (56).

kamas setiyoadiKamas Setiyoadi (Foto: Enggran Eko Budianto)

Ketika memimpin Kompi Kucing Hitam sejak 25 Desember 1948, Kapten Kamas berjuang tanpa dibayar. Pasukan kecil ini ditugaskan merebut kembali wilayah-wilayah yang dikuasai Belanda. Area perjuangannya dari Sumobito dan Mojoagung, Jombang sampai Kecamatan Puri, Kabupaten Mojokerto dan Kota Mojokerto.

ADVERTISEMENT

"Pasukan bapak kecil, tak sampai 100 orang, tapi ditakuti Belanda. Karena tiba-tiba bisa hilang, dicari tidak ketemu. Bapak pernah ditembak Belanda jarak dekat, meleset," terangnya.

Sri menjelaskan Kapten Kamas mempunyai ilmu kanuragan yang tinggi. Putra pasangan Prawiroharjo dan Sriyatun ini menyimpan banyak pusaka berupa keris. Mulai dari keris kecil sampai ukuran standar keris. Pusaka-pusaka itu dibuang keluarganya setelah ayahnya wafat 12 Oktober 1980.

Menurut Sri kelebihan Kamas sudah terlihat sejak di dalam kandungan. Ia mendapat kisah ini dari mendiang ibunya. "Saat hamil bapak, nenek saya mengeluh kok tidak lahir-lahir sampai satu tahun lebih. Dulu kan tidak ada operasi caesar. Mungkin itu yang membuatnya sakti," jelasnya.

Sejak kecil Kamas tinggal bersama orang tuanya di Desa Sambiroto, Kecamatan Sooko. Rumah di tepi Jalan Kamas Setiyoadi itu kini sudah dimiliki orang lain. Kamas dan istrinya membangun rumah di Jalan Raya Brangkal nomor 1 tahun 1970-an. Kini rumah tersebut ditempati Sri bersama suami dan 2 anaknya. Ada kisah menarik saat rumah itu akan dibangun.

"Dulunya rumah ini kebun yang angker. Sampai bapak dan kakek semedi beberapa malam untuk mengusir penunggunya," ungkapnya.

Berdasarkan dokumen-dokumen yang masih ia simpan, Kapten Kamas pensiun dini dari ABRI 1 Juli 1959. Pemilik NRP 16721 ini terakhir kali berdinas di Kesatuan DBI VI Jember atau kesatuan pendidikan tentara pada masa itu.

Setelah pensiun di usia 32 tahun, kata Sri Kapten Kamas menekuni sejumlah profesi baru. Mulai dari menjadi kontraktor atau pemborong, menyewakan truk untuk angkutan barang, pertunjukan ilmu kebal, sampai bisnis perkebunan jeruk di Desa Sentonorejo, Trowulan, Mojokerto.

Bahkan, Kamas masih beratraksi meski didiagnosa sakit liver. Ia pernah muntah darah karena penyakitnya tersebut sekitar 3 tahun sebelum wafat. Pejuang yang lahir di Desa Sambiroto 28 September 1927 ini wafat 12 Oktober 1980 di usia 53 tahun.

"Setelah muntah darah dia masih akrobat, perutnya dilindas mobil, dia ingin menunjukkan masih kuat. Cuma akhirnya sakitnya tambah parah. Bapak tidak mau menyerah, namanya juga pejuang," ujarnya.

Kesaktian Kapten Kamas juga dilontarkan salah seorang muridnya, Imam (51). Menurutnya Kamas merupakan guru besar Perguruan Silat Dalikumbang. Selain ahli bela diri, bapak 5 anak itu mempunyai ilmu kanuragan yang tinggi.

"Ilmu kanuragan beliau sangat tinggi. Pernah dulu masa penjajahan kalau dicari pasti hilang, sudah dikepung bisa hilang. Pernah mendorong gerbong kereta api Belanda sampai roboh di Sumobito. Kesaktiannya luar biasa," tandasnya.

Semasa hidupnya, Kapten Kamas Setiyoadi memimpin Kompi The Black Cat untuk merebut kemerdekaan dari Belanda yang melakukan agresi militer II pada 19 Desember 1948. Kompi itu dibentuk pada 25 Desember 1948 untuk menunaikan tugas langsung dari Komandan Divisi Jawa Timur Kolonel Sungkono. Yaitu mengacaukan keamanan wilayah-wilayah yang dikuasai penjajah.

Meski anggotanya kurang dari 75 orang, Kompi Kucing Hitam berulang kali melakukan aksi teror, sabotase dan penyerangan terhadap pasukan Belanda maupun pribumi yang loyal terhadap penjajah. Oleh sebab itu The Black Cat sangat ditakuti Belanda maupun para penghianat. Terlebih lagi Kapten Kamas sangat licin sehingga tak bisa ditangkap.

Puncaknya pada November 1949, pasukan ini berhasil menguasai wilayah Mojokerto, Bangsal, Puri, Sooko dan Trowulan. Perjuangannya Kompi Kucing Hitam yang dikomandoi Kapten Kamas berakhir setelah Belanda mengembalikan kedaulatan NKRI pada 27 Desember 1949.



Simak Video "Video Kala Prabowo Ungkap Rampasan Belanda Setara 140 Tahun Anggaran RI"
[Gambas:Video 20detik]


Hide Ads