Kompi Kucing Hitam (The Black Cat) sangat ditakuti Belanda di era perjuangan mempertahankan kemerdekaan RI. Pasukan kecil yang dikomandoi Kapten Kamas Setiyoadi ini kerap menyabotase fasilitas penjajah. Bahkan, Sang Kapten dikenal mempunyai ilmu kanuragan yang tinggi.
Sri Hastoeti (62) mengisahkan perjuangan ayahnya penuh semangat. Wajahnya ceria dengan senyum penuh kebanggaan tatkala menuturkan sepak terjang Kamas. Cerita-cerita dari tutur ibu dua anak ini sesekali diselingi tentang kesaktian ayahnya.
"Bapak juga cerita ke anak-anaknya. Belanda menangkap saja tidak bisa. Sampai dibuat sayembara berhadiah uang sekarung," kata Sri saat berbincang dengan detikJatim di rumahnya, Jalan Raya Brangkal nomor 1, Desa Kedungmaling, Sooko, Kabupaten Mojokerto, Rabu (12/10/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kapten Kamas mempunyai 5 anak dari pernikahannya dengan Amanah, putri Lurah atau Kepala Desa Bicak, Trowulan, Mojokerto. Putra sulungnya, Prastyo dan anak keempatnya Dian Ambarwati meninggal di usia 50-an tahun. Sri merupakan anak kedua. Sedangkan anak ketiga dan kelima Kamas yaitu Isnaeni (60) dan
Poedjio Pramono (56).
![]() |
Ketika memimpin Kompi Kucing Hitam sejak 25 Desember 1948, Kapten Kamas berjuang tanpa dibayar. Pasukan kecil ini ditugaskan merebut kembali wilayah-wilayah yang dikuasai Belanda. Area perjuangannya dari Sumobito dan Mojoagung, Jombang sampai Kecamatan Puri, Kabupaten Mojokerto dan Kota Mojokerto.
"Pasukan bapak kecil, tak sampai 100 orang, tapi ditakuti Belanda. Karena tiba-tiba bisa hilang, dicari tidak ketemu. Bapak pernah ditembak Belanda jarak dekat, meleset," terangnya.
Sri menjelaskan Kapten Kamas mempunyai ilmu kanuragan yang tinggi. Putra pasangan Prawiroharjo dan Sriyatun ini menyimpan banyak pusaka berupa keris. Mulai dari keris kecil sampai ukuran standar keris. Pusaka-pusaka itu dibuang keluarganya setelah ayahnya wafat 12 Oktober 1980.
Menurut Sri kelebihan Kamas sudah terlihat sejak di dalam kandungan. Ia mendapat kisah ini dari mendiang ibunya. "Saat hamil bapak, nenek saya mengeluh kok tidak lahir-lahir sampai satu tahun lebih. Dulu kan tidak ada operasi caesar. Mungkin itu yang membuatnya sakti," jelasnya.
Sejak kecil Kamas tinggal bersama orang tuanya di Desa Sambiroto, Kecamatan Sooko. Rumah di tepi Jalan Kamas Setiyoadi itu kini sudah dimiliki orang lain. Kamas dan istrinya membangun rumah di Jalan Raya Brangkal nomor 1 tahun 1970-an. Kini rumah tersebut ditempati Sri bersama suami dan 2 anaknya. Ada kisah menarik saat rumah itu akan dibangun.
"Dulunya rumah ini kebun yang angker. Sampai bapak dan kakek semedi beberapa malam untuk mengusir penunggunya," ungkapnya.
Simak Video "Video Kala Prabowo Ungkap Rampasan Belanda Setara 140 Tahun Anggaran RI"
[Gambas:Video 20detik]