Tak hanya melawan penjajahan Belanda untuk mempertahankan kemerdekaan RI, Kapten Kamas Setiyoadi juga berjasa besar mendirikan perguruan silat Dalikumbang. Perguruan bela diri ini mencetak ribuan pendekar dan tetap eksis hingga kini.
Sepak terjang Kapten Kamas bersama Kompi Kucing Hitam (The Black Cat) begitu ditakuti tentara Belanda maupun pribumi yang berkhianat. Pasukan kecil ini kerap menyabotase fasilitas penjajah di masa perang mempertahankan kemerdekaan RI. Para pribumi yang loyal kepada penjajah juga kerap diteror.
Namun, Kamas pensiun dini dari dunia militer dengan pangkat Kapten pada 1 Juli 1959. Ia terakhir kali berdinas di Kesatuan DBI VI Jember atau kesatuan pendidikan infanteri pada masa itu. Pejuang yang lahir di Desa Sambiroto, Sooko, Kabupaten Mojokerto 28 September 1927 ini beralih ke profesi lain untuk menghidupi istri dan 5 anaknya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ketika pemberontakan PKI pecah tahun 1965, Kapten Kamas merintis perguruan silat. Ia ingin menularkan ilmu bela diri dan kanuragannya kepada para pemuda di tanah kelahirannya, Sambiroto. Sehingga muda-mudi di desa tersebut mampu menjaga lingkungannya dari mara bahaya.
![]() |
"Pak Kamas tokoh yang sangat disegani masyarakat. Beliau ahli bela diri Jawa Timuran, tanpa aturan khusus, campuran berbagai macam bela diri. Ilmu kanuragan beliau juga sangat tinggi," kata Wakil Ketua Cabang Perguruan Silat Dalikumbang Mojokerto, Imam (51) kepada detikJatim, Rabu (12/10/2022).
Ketua Pelatih di Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI) Kabupaten Mojokerto ini menjelaskan Kapten Kamas melatih para pemuda ilmu bela diri modern dan ilmu kanuragan. Kala itu hanya sekitar 25 pemuda pemudi Desa Sambiroto yang berminat. Latihan awalnya digelar di rumah orang tua Kamas di Jalan Kamas Setiyoadi, sebelah selatan Sambiroro gang 8.
"Waktu itu hampir bersamaan dengan pemberontakan PKI. Sehingga bagi beliau para pemuda perlu dibekali ilmu bela diri. Waktu itu nama perguruannya masih Kucing Hitam," terang Imam.
Para pemuda yang digembleng ilmu bela diri dan kanuragan oleh Kapten Kamas, lanjut Imam tak sampai melawan pemberontakan PKI. Keterampilan yang mereka peroleh digunakan untuk menjaga keamanan tempat-tempat mengaji dan musala. Mereka juga menjaga Desa Sambiroto dari maling maupun perampok.
"Saya pernah lihat beliau melatih silat di lapangan Desa Kedungmaling, saya masih kecil. Saat itu saya sudah tertarik dengan beliau, orangnya kharismatik. Fisiknya mirip anaknya yang terakhir," ungkapnya.
Barulah di tahun 1969, Kapten Kamas menamakan perguruan silatnya Dalikumbang. Menurut Imam nama Dalikumbang diperoleh Kamas saat menjalani ritual khusus. Seiring berjalannya waktu, perguruan silat ini kian diminati. Kamas memindahkan tempat latihan ke rumah pribadinya di Jalan Raya Brangkal nomor 1, Desa Kedungmaling, Sooko.
Rumah di tepi jalan nasional ini dibangun Kamas bersama istrinya tahun 1970-an. Karena rumah warisan orang tuanya di Sambiroto sudah dijual ke orang lain. Rumahnya di Jalan Raya Brangkal mempunyai kebun dan halaman yang luas. Sampai saat ini, rumah tersebut ditempati putri keduanya, Sri Hastoeti (62) dan anak bungsunya Poedjio Pramono (56).
"Dalikumbang itu bukan gabungan nama dua hewan. Namun, nama ilmu kanuragan Jawa kuno," jelasnya.
Simak Video "Video Kala Prabowo Ungkap Rampasan Belanda Setara 140 Tahun Anggaran RI"
[Gambas:Video 20detik]