Tak banyak yang mengenal Kamas Setiyoadi. Padahal ia adalah pejuang sekaligus pahlawan yang saat itu ditakuti Belanda dengan kompi kucing hitamnya. Begini cerita tentang Kamas Setiyoadi.
Kamas Setiyoadi mempunyai andil besar dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia (RI). Sepak terjang Komandan Kompi Kucing Hitam (The Black Cat) ini ditakuti kaum penjajah. Khususnya ketika agresi militer Belanda II pada 19 Desember 1948 sampai 27 Desember 1949.
Kamas lahir di Desa Sambiroto, Sooko, Kabupaten Mojokerto 28 September 1927 dari pasangan Prawiroharjo dan Sriyatun. Ayahnya merupakan keluarga Keraton Solo yang memilih hijrah ke Bumi Majapahit. Sedangkan istrinya, Amanah lahir 25 September 1939. Ia putri Kartowijoyo, Lurah atau Kepala Desa Bicak, Trowulan.
Sejak lahir, Kamas tinggal bersama orang tuanya di Desa Sambiroto. Rumah keluarga ini di tepi jalan raya yang kini bernama Jalan Kamas Setiyoadi. Tepatnya di sebelah selatan Sambiroto gang 8. Namun, rumah 2 lantai ini sudah dijual kepada orang lain. Kamas dan Amanah membangun rumah sendiri di Jalan Raya Brangkal, Desa Kedungmaling, Sooko tahun 1970an.
Penulis Sejarah Mojokerto Ayuhanafiq mengatakan sejak usia remaja Kamas sudah bekerja keras dengan merantau ke Singapura. Pekerjaan menjadi anak buah kapal (ABK) kapal pemburu kapal selam yang berpangkalan di Singapura itu, dilakoni Kamas pada masa penjajahan Jepang tahun 1942. Kamas juga menjadi instruktur sekolah pelayaran di negara tetangga tersebut.
"Pada masa kemerdekaan, Kamas kembali ke Jawa dan ikut menjadi bagian dari pemuda yang berjuang mempertahankan kemerdekaan," kata Ayuhanafiq kepada detikJatim, Rabu (12/10/2022).
Darah juang Kamas kian berkobar ketika Belanda kembali ingin merebut kedaulatan RI melalui agresi militer II pada 19 Desember 1948. Ia diberi tugas oleh Komandan Divisi Jawa timur Kolonel Sungkono untuk membentuk sebuah kompi lepas atau pasukan penggempur dalam (PPD). Yakni kompi tempur yang tidak menginduk kepada kesatuan di atasnya.
Ayuhanafiq menjelaskan Kompi Kamas dibentuk 25 Desember 1948 berdasarkan surat perintah nomor 62 yang dikeluarkan Komandan Divisi I STM Surabaya dan ditandatangani Mayor Kadim. Kekuatan kompi tersebut kurang dari 75 orang yang dibagi menjadi seksi staf, seksi penggempur, seksi pengadangan dan seksi suplai. Kompi ini hanya berbekal senjata ringan dengan perbandingan 1:8. Artinya, hanya 1 dari 8 anggotanya yang memegang senjata.
Kompi Kamas memilih bermarkas di Desa Seketi, Mojoagung, Jombang. Markasnya berhadapan dengan pos penjagaan Belanda di Dusun Wates Lor, Desa Balongwono, Trowulan, Mojokerto. Pergerakan pasukan ini dari Sumobito, Jombang, Kota Mojokerto sampai Kecamatan Puri di Kabupaten Mojokerto. Sedangkan wilayah utara Sungai Brantas menjadi daerah operasi Kompi Matosin yang juga dibentuk Kolonel Sungkono.
"Kompi lepas bentukan Kamas diberi nama Kucing Hitam atau The Black Cat yang bertanggung jawab langsung kepada Kolonel Sungkono. Kamas diberi pangkat Kapten untuk memimpin kompi tersebut. Ia merekrut pemuda di seputaran Mojokerto, termasuk pemuda Desa Sambiroto," jelasnya.
Kolonel Sungkono menugasi Kompi The Black Cat mengacaukan keamanan wilayah-wilayah yang dikuasai penjajah Belanda. Sekitar 300 pejuang dari Kompi Kucing Hitam dan Hizbullah membakar toko-toko milik orang China di Pasar Kliwon, Jalan Majapahit, Kota Mojokerto pada awal Februari 1949. Karena para pedagang menolak mata uang RI untuk transaksi jual beli. Mereka memilih menggunakan mata uang Belanda.
Simak Video "Video Kala Prabowo Ungkap Rampasan Belanda Setara 140 Tahun Anggaran RI"
(dpe/iwd)