DPW PKS Jatim menolak kebijakan pemerintah yang menaikkan harga BBM. Ketua DPW PKS Jatim, Irwan Setiawan menyebut, kebijakan itu merugikan rakyat.
"Kenaikan harga BBM merugikan rakyat. PKS menolak keras kebijakan tersebut," kata Irwan Setiawan saat Konferensi Pers di Kantor DPW PKS Jatim, Selasa (6/9/2022).
Irwan meminta Presiden Jokowi membatalkan kebijakan kenaikan BBM ini. Di tengah upaya masyarakat bangkit dari pandemi COVID-19, Irwan mendesak pemerintah jangan membuat rakyat semakin susah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ditambah saat ini sedang terjadi krisis pangan. Harga-harga sembako saat ini sudah meningkat tajam. Apalagi jika nanti saat BBM bersubsidi dinaikkan, maka harga akan semakin tak terkendali," ujarnya.
Tak hanya itu, Irwan menyatakan, sikap PKS di 38 kabupaten/kota juga sama, yakni menolak dengan tegas kenaikan BBM. Irwan berkomitmen PKS selalu berpihak pada rakyat.
Menurut Irwan, rakyat sudah berkali-kali terpukul dengan berbagai kondisi yang makin menghimpit rakyat. Seperti harga minyak goreng yang melambung tinggi tak terkendali.
"Belum selesai harga minyak goreng yang melonjak, harga telur meroket. Kini seluruh masyarakat semakin terpukul dengan kebijakan pemerintah yang menaikkan harga BBM bersubsidi," tegasnya.
Mantan Anggota DPRD Jatim ini menilai, kenaikan harga BBM bersubsidi akan mengundang efek domino di masyarakat. Kenaikan harga BBM subsidi ini juga menurunkan daya beli masyarakat, khususnya masyarakat kecil yang kondisi ekonominya belum pulih.
"Tukang ojek, pedagang kaki lima, tukang bakso, supir angkot dan truk, buruh dan pekerja, pelaku UMKM, emak-emak, pelajar, petani, peternak, dan elemen masyarakat lainnya akan menjerit. Terpukul ekonominya dan sulit bangkit dari keterpurukan ekonomi," ujar pria 46 tahun itu.
Irwan menegaskan, PKS bertanggung jawab secara moral dan konstitusional untuk menyuarakan penolakan terhadap kenaikan BBM subsidi.
Kenaikan harga BBM disebut rugikan petani, baca halaman selanjutnya!
Irwan juga menyatakan, Jatim merupakan provinsi dengan garis pantai terpanjang di Pulau Jawa. Di dalamnya, ada 70 ribu lebih keluarga nelayan yang pasti akan terpukul dengan kenaikan BBM bersubsidi.
"Kenaikan solar sebesar 26 persen lebih, akan membuat perbekalan lebih dari 50 persen. Ini berat untuk nelayan kecil. Belum lagi, jatah solar subsidi untuk nelayan 500 ribuan kilo liter tidak sepenuhnya bisa diakses nelayan kecil," ungkapnya.
"Padahal, banyak dari desa-desa nelayan di pesisir masuk ke dalam desa miskin ekstrim. Kenaikan harga BBM bersubsidi, tentu akan menyebabkan terjadinya inflasi terutama di sektor pangan," sambungnya.
Pada kesempatan ini, Irwan membeberkan, kenaikan pertalite dari Rp 7.650/liter menjadi Rp 10.000/liter persentasenya mencapai 30%. Dari jumlah itu, bisa diasumsikan inflasi akan naik sebesar 3,6%.
"Setiap kenaikan 10 persen BBM bersubsidi, inflasi bertambah 1,2 persen. Jika pada Juli 2022 inflasi mencapai 4,94 persen, maka angka inflasi akhir tahun bisa menembus 7 sampai 8 persen. Kondisi ini akan memukul kehidupan rakyat yang daya beli dan konsumsi akan semakin melemah," bebernya.
Sedangkan besaran bantuan langsung tunai (BLT) dan bantuan subsidi upah (BSU) sebesar Rp 24,17 Triliun yang diberikan, kata Irwan, tidak sebanding dengan tekanan ekonomi yang dihadapi rakyat akibat dampak pandemi dan angka inflasi yang sudah tinggi.
"Belum lagi masih ada 2 jutaan Keluarga Penerima Manfaat (KPM) yang datanya belum jelas di Kementerian Sosial. Banyak data yang tidak akurat, juga ada ketidaktepatan sasaran dalam penyaluran, hingga persoalan terjadinya korupsi, yang nilainya fantastis," katanya.
Irwan menambahkan, Jatim dengan penduduk miskin 4,259 juta orang, atau sekitar 10% jumlah penduduk, tentu akan merasakan dampak luar biasa dari kenaikan harga BBM ini. Seiring bertambahnya tingkat pengangguran terbuka yang sudah pada 4,81% atau sejumlah 1,125 juta orang.