Ada 5 perceraian di Ponorogo yang berujung pembongkaran rumah sejak awal 2020. Beberapa di antaranya dipicu hadirnya orang ketiga.
Aksi pembongkaran rumah yang pertama terjadi pada Sabtu (7/3/2020). Nila WW diketahui selingkuh dengan pria lain saat suami merantau ke Korea. Sang suami, Hendrik M tak mampu menahan emosi karena rumah yang dibangun selama 5 tahun kerap digunakan sang istri berselingkuh.
Hendrik menyewa sebuah alat berat untuk menghancurkan rumah tersebut. Kepala Desa Pengkol, Kecamatan Kauman, sudah melakukan mediasi agar rumah tersebut untuk dua anaknya saja. Namun upaya mediasi itu gagal.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau dari pihak desa inginnya masalah rumah dan tanah itu dihibahkan kepada kedua anak mereka, tapi dari pihak Hendrik tidak mau. Malah anaknya ikut neneknya," kata Kades Sunoto, Sabtu (7/3/2020).
Aksi pembongkaran rumah yang kedua di Desa Krebet, Kecamatan Jambon. Warga sekitar pun kaget karena perobohan rumah tersebut juga viral di media sosial.
Ternyata perobohan rumah itu merupakan kesepakatan pasutri Soiran dan Soini. Mereka sepakat merobohkan rumah karena rumah tangga mereka yang kandas. Soini sakit hati karena Soiran telah selingkuh.
"Sang suami kedapatan selingkuh. Sang istri yang bekerja sebagai TKW di Taiwan pun tidak terima dan akhirnya memilih merobohkan bangunan ini dengan menggunakan alat berat. Ini sudah jadi kesepakatan mereka berdua," ujar Kepala Desa Krebet Jemiran kepada detikcom di lokasi, Sabtu (14/3/2020).
Berikutnya perceraian Agus Purwanto dan Anjar Trisnawati di Desa Carangrejo, Kecamatan Sampung. Pembongkaran rumah itu bermula ketika Agus tidak terima digugat cerai secara sepihak. Dia meminta kayu yang terpasang di rumah 6 x 12 meter tersebut dibongkar. Rumah permanen tersebut baru dibangun pada 2014.
"Perempuan (Anjar) itu di Hong Kong, kontrak 3 tahun kalau nggak salah. Jadi yang laki (Agus) itu di rumah cuman kerja nggak tahu soal warung. Anaknya jujur Agus itu," tutur warga setempat, Sugiono kepada wartawan, Rabu (23/6/2021).
Lalu ada mantan pasutri di Ponorogo yang sepakat membongkar rumah yang mereka bangun bersama. Rumah tersebut senilai Rp 300 juta. Mantan pasutri ini yakni P (35) dan S (40). Mereka warga Desa Kedungbanteng, Kecamatan Sukorejo.
S mengakui, rumah tangganya hancur karena ada orang ketiga. P punya wanita idaman lain (WIL) dan memilih menceraikan S.
"Ini sudah keputusan bersama, penyebab (pembongkaran) ada orang ketiga," kata S, Kamis (3/2/2022).
Yang terakhir rumah Nur Rohani (38) dan Sunarti (33), yang hari ini diratakan dengan tanah. Mereka sepakat membongkar rumah karena berniat bercerai setelah saling cemburu.
Sunarti bekerja sebagai TKW di Taiwan. Sementara Nurrohani bekerja serabutan di sekitar rumah.
Rumah itu berada di Desa Karanglo Lor, Kecamatan Sukorejo. "Dibongkar atas kesepakatan kedua belah pihak (Nur Rohani dan Sunarti)," tutur Kades Karanglo Lor, Samuri kepada wartawan, Rabu (16/2/2022).
Samuri menambahkan, Pemdes sudah melakukan mediasi kepada kedua belah pihak. Ada 5 kali mediasi. Di Bulan November, Desember, Januari dan Februari (2 kali).
"Tapi hasil mediasi tidak ada titik temu, akhirnya dibongkar," terang Samuri.
"Penyebabnya tidak ada pihak ketiga, cuman saling cemburu saja," imbuh Samuri.
Dosen Tetap Program Pascasarjana INSURI Ponorogo, Dr Murdianto mengatakan, aksi pembongkaran rumah yang pertama menjadi perhatian dan dinilai sebagai salah satu bentuk penyelesaian masalah oleh masyarakat.
"Dianggap penyelesaian dengan cara pembongkaran rumah ini keren, hebat jadi rujukan netizen," tutur Murdianto kepada detikjatim, Kamis (17/2/2022).
Murdianto menambahkan, saat ini masyarakat terutama pengguna media sosial, apapun yang viral terkadang menjadi acuan. Hingga pengambilan keputusan akibat perselingkuhan, penyelesaiannya dengan pembongkaran rumah.
"Jadi dalam kaidah medsos, modeling ini jadi acuan, tata kelola literasi digital maupun media dalam memberi kontrol perlu dicerahkan. Kalau kemudian dibiarkan, viral terus ditiru perlu diulang dan ditunggu netizen akhirnya dirobohkan saja," papar Murdianto.
Padahal, lanjut Murdianto, sebelum pembongkaran rumah sebaiknya ketahanan keluarga dijaga. Terutama soal keterbukaan dan komunikasi. Sekaligus keterlibatan tokoh agama yang dipercaya kedua belah pihak untuk memediasi.
"Ketahanan keluarga makin melemah karena tuntutan ekonomi. Saat salah satu pihak di luar negeri, ada kecenderungan komunikasi yang terbatas pada alat saja," terang Murdianto.
Sebab, lanjut Murdianto, saat salah satu pihak bekerja di luar negeri, pasangan ini sudah berpisah secara fisik. Saat timbul masalah penyelesaiannya pun hanya melalui alat komunikasi. Seharusnya penyelesaian dilakukan dengan cara bertemu kedua belah pihak bersama mediator.
"Sengketa seperti ini butuh orang, tokoh agama misalnya kiai yang dipercaya kedua belah pihak sebagai mediator dan konselor," pungkas Murdianto.
(sun/sun)