Rawa Jombor di Desa Krakitan, Kecamatan Bayat merupakan salah satu destinasi wisata di Kabupaten Klaten. Tapi siapa sangka, rawa dengan pemandangan eksotis itu dulunya kampung - kampung yang ditenggelamkan.
"Dulu itu (rawa) kampung, kampung waktu jaman Belanda. Tempatnya itu rendah jadi kalau hujan sering terendam," tutur Sarju (83) sesepuh warga Desa Krakitan, Kecamatan Bayat kepada detikJateng, Kamis (28/12/2023) siang.
Diceritakan Sarju, karena sering terendam saat hujan, oleh pemerintah kolonial Belanda direlokasi. Tiga dusun dipindah ke lokasi selatan yang lebih tinggi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Akhirnya di-bedhol, dipindah ke atas dijadikan rawa. Dusun Jombor, Tawang dan Tanjungsari yang dipindah," kata Sarju.
Yang dipindahkan tahun 1938 itu, terang Sarju, hanya rumah sehingga pemakaman tidak ikut dipindahkan. Akibatnya warga kehilangan makam leluhur.
Dulunya, makam-makan itu masih sering terlihat saat rawa surut akibat kemarau. Namun kini sudah tidak lagi.
"Makam sekarang sudah tidak muncul meskipun kemarau. Warga kehilangan leluhur untuk ziarah kuburnya sampai sekarang, dulu satu dua masih terlihat saat kemarau tapi sekarang tidak," papar Sarju.
Dulunya, ungkap Sarju, tanggul rawa hanya kecil. Semasa penjajahan Jepang, rawa ditinggikan tanggulnya menjadi 5 meter.
"Jepang meninggikan tanggul menjadi 5 meter. Masa pemberontakan G30S PKI, pembangunan diteruskan oleh para tahanan politik PKI yang masuk golongan A," katanya.
Jumlah tahanan politik yang dipekerjakan membangun tanggul, sebut Sarju, jumlahnya mencapai sekitar 1.100 orang. Mereka ditampung warga sekitar rawa selama bekerja.
"Mereka menempati rumah - rumah warga yang kosong sekitar sini. Ada yang menjadi perajin keranjang, cangkul dan lainnya, saya tahu karena mengalami," lanjut Sarju.
Para pekerja tahanan itu, ucap Sarju, membangun tanggul rawa sekitar 3 tahun. Setelah ditarik, pembangunan diteruskan oleh warga, TNI dan Polri sampai selesai.
"Pembangunan diteruskan oleh warga, TNI dan Polri sampai selesai. Selain rawa, Belanda dulu juga membangun terowongan air di bawah gunung untuk pengairan PG Ceper dan lahan tebu," ujar Sarju.
Bejo (63), warga lainnya membenarkan cerita rawa tersebut. Dari cerita ayah, kakek dan neneknya rawa itu dulunya kampung. Kampung ditenggelamkan oleh Belanda.
"Banyak, termasuk makam - makamnya ditenggelamkan di jaman Belanda. Saat kemarau kadang masih terlihat nisan makam," ucap Bejo kepada detikJateng.
Menurut Bejo, setelah Belanda pergi diteruskan Jepang. Tahun 1965 dibangun tanggul seperti setinggi saat ini.
"Tahun 1965 para tahanan bekerja di sini. Membangun tanggul, membuat cangkul, keranjang dan lainnya," jelas Bejo.
Menurut koordinator operasional Rawa Jombor, Nandung Setiawan rawa tersebut kelilingnya sekitar 6-7 kilometer. Luasnya sekitar 178 hektare.
"Luasnya sekitar 178 hektare. Dulunya adalah kampung tapi karena sering banjir akhirnya dipindahkan," jelas Nandung saat diminta konfirmasi detikJateng.
Objek wisata Rawa Jombor tidak sulit ditemukan. Dari pusat kota Klaten ke arah selatan bisa melalui jalan Ir Soekarno, kemudian jalan Dr Soeharto sejauh sekitar 8 kilometer.
(ahr/ahr)