Warga Klaten Bingung Cari Makam Leluhur Usai Sadranan, Ternyata...

Warga Klaten Bingung Cari Makam Leluhur Usai Sadranan, Ternyata...

Achmad Hussein Syauqi - detikJateng
Rabu, 19 Feb 2025 15:29 WIB
Warga Desa Glagahwangi, Kecamatan Polanharjo, nyadran di jalan depan makam.
Warga Desa Glagahwangi, Kecamatan Polanharjo, nyadran di jalan depan makam. Foto: Achmad Hussein Syauqi/detikJateng.
Klaten -

Tradisi Sadranan setiap bulan Syaban atau Ruwah kalender Jawa di beberapa wilayah di Kabupaten Klaten berlangsung khidmat dan meriah. Warga berebut sajian makanan yang sudah didoakan.

Seperti di Desa Glagahwangi, Kecamatan Polanharjo, ratusan warga sejak siang keluar rumah beramai-ramai. Warga menuju makam Dusun Sidomulyo sambil membawa tenong (wadah makanan dari anyaman bambu) berisi nasi, lauk, buah, jajan pasar, dan lainnya.

Setiba di depan makam tenong dijajar di kanan kiri jalan. Sesepuh desa kemudian berdoa dan sebelum doa selesai warga yang sudah tidak sabar mulai berebut sajian.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sambil membawa wadah, warga mengambil sajian dari tenong milik warga lainnya. Rebutan sajian yang disukai pun berlangsung meriah dan setelah dapat dibawa pulang sebelum azan Zuhur berkumandang.

"Acara hari ini tradisi nyadran 20 (tanggal Jawa bulan Ruwah) yang diselenggarakan setiap tahun menjelang bulan Ramadan. Hari ini 4 dusun yang nyadran," kata Kades Glagahwangi, Kecamatan Polanharjo, Desy Harini kepada detikJateng, Rabu (19/2/2025) siang.

ADVERTISEMENT
Warga berziarah di makam terdampak proyek tol Desa Ngabeyan, Kecamatan Karanganom, Klaten.Warga berziarah di makam terdampak proyek tol Desa Ngabeyan, Kecamatan Karanganom, Klaten. Foto: Achmad Hussein Syauqi/detikJateng

Desy menjelaskan nyadran digelar untuk melestarikan budaya Jawa yang intinya bersedekah dan mendoakan leluhur. Selain itu memupuk kebersamaan dan berdoa bersama untuk keselamatan.

"Selain itu berdoa meminta keberkahan dan keselamatan kepada Allah SWT. Nasi, lauk, buah, jajanan setelah didoakan diperebutkan bersama," katanya.

Wuryanto, panitia nyadran setempat mengatakan setiap rumah membawa tenong berisi makanan lengkap. Jumlahnya tahun ini sekitar 235 tenong.

"Ini untuk nguri-uri budaya Jawa, memohon ampunan kepada Allah SWT untuk para leluhur, berdoa untuk keberkahan warga. Ada kurang lebih 235 tenong," kata Wuryanto.

Di kampung sebelah Desa Ngabeyan, Kecamatan Karanganom warga juga nyadran dengan membawa makanan ke teras masjid untuk didoakan dinikmati bersama. Setelah itu warga berziarah ke makam.

Bingung Cari Makam Leluhur

Warga luar desa yang melanjutkan berziarah ke makam masih ada warga yang kebingungan mencari kuburan kerabatnya. Sebab makam di Dusun Pasekan direlokasi karena terdampak proyek Tol Jogja-Solo.

"Yang makam ini kan kena proyek tol, tadi sempat nyari-nyari. Dulu kan di tepi sungai, akhirnya ketemu," ungkap Lasmuri seorang peziarah kepada detikJateng.

Di Desa Brangkal, Kecamatan Karanganom suasana serupa nyadran terlihat. Ratusan warga menggelar doa di masjid kemudian saling berkunjung dan berziarah.

"Ziarah ke makam baru setelah acara di masjid selesai karena makam lama kena tol. Ini yang pulang keluarga dari Semarang, Jakarta, Surabaya ada," kata tokoh masyarakat setempat, Fauzan kepada detikJateng.

Sementara di Dusun Sagi, Desa Cokro, Kecamatan Tulung, warga juga berziarah kemudian nyadran di kompleks makam. Setelah didoakan makanan dengan lauk 90 ingkung dan buah dinikmati bersama.

"Ini tadi sekitar 90 ingkung ayam. Setelah doa kemudian dinikmati bersama," ungkap Robani, staf kecamatan yang diundang kepada detikJateng.




(apl/aku)


Hide Ads