Warga Pedukuhan Bedukan, Kalurahan Pleret, Kapanewon Pleret, Bantul memanfaatkan ubi ungu sebagai bahan baku membuat egg roll, salah satu makanan yang identik dengan Lebaran. Bahkan, jelang Lebaran tahun ini, permintaan egg roll tersebut melonjak 50 persen.
Marketing Shasa egg roll ubi ungu, Aqiela Fadiah Rizqi menjelaskan, awalnya pemilik usaha tersebut memiliki hobi membuat kue Lebaran. Seiring berjalannya waktu, sang pemilik ingin membuat kue Lebaran yang bisa diproduksi setiap hari.
"Dulu pemilik Sasha egg roll bernama Bu Ifah hobi membuat kue saat Lebaran tok, selanjutnya mulai berpikir kue yang identik dengan Lebaran tapi produksinya tidak hanya Lebaran saja," katanya saat ditemui di tempat pembuatan egg roll ubi ungu, Bedukan, Bantul, Kamis (14/4/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Alhasil tahun 2010, pihaknya mulai membuat egg roll. Namun, karena saingan produk egg roll sudah banyak, maka mau tidak mau pihaknya harus berinovasi dan muncul ide menggunakan bahan baku ubi ungu.
"Nah, terus melihat egg roll itu, tapi kan egg roll yang pabrikan itu sulit menyainginya. Dari situ muncul ide kalau memakai bahan baku ubi ungu, apalagi di Jogja ada pasar telo Kota Yogyakarta jadi lebih mudah mendapatkan bahan bakunya," ujarnya.
Untuk bahan pembuatan egg roll berwarna ungu ini sendiri, Aqiela mengaku menggunakan beberapa bahan. Di mana bahan utama pembuatan makanan jadul ini telur dan ubi ungu.
"Sama ada beberapa bahan lagu seperti tepung sagu, susu, gula, dan mentega," ucapnya.
Memasuki bulan Ramadan ini, dia mengaku permintaan akan egg roll mengalami peningkatan cukup signifikan. Pasalnya sebelum Ramadan pihaknya bisa memproduksi 300 boks dengan isi setiap boks 15 buah egg roll.
"Sebelum Ramadan 300 boks, dan jelang Ramadan ini sehari bisa produksi 500 boks dengan harga jual satu kotak egg roll Rp 14 ribu. Jadi peningkatan permintaan dibanding sebelum Ramadan ini lebih dari 50 persen," ujarnya.
"Ada peningkatan ya karena saat Lebaran kan cocok buat oleh-oleh, dan egg roll kerap disajikan buat makanan Lebaran, jadi lebih besar permintaannya. Apalagi kalau disimpan di toples egg roll ini bisa tahan 6 bulan," imbuh Aqiela.
Kendati demikian, dia menyebut jumlah produksi itu menurun dibanding sebelum pandemi. Mengingat sebelum pandemi pihaknya bisa memproduksi sampai 1.000 boks per hari.
Saat ini tempat pembuatan egg roll tersebut memiliki puluhan orang karyawan. Bahkan, penjualan egg roll itu mencapai hingga luar negeri.
"Lebih banyak offline, jadi banyak toko oleh-oleh ambil ke sini. Terus kalau pelanggan yang biasanya beli dalam jumlah banyak untuk dibagi biasanya ke sini. Jadi kalau langsung ke pelanggan tidak banyak," ujarnya.
"Untuk penjualannya sudah sampai luar DIY, bahkan sampai luar negeri seperti Malaysia dan Singapura. Karena kebetulan link dari yang punya alumni Pondok Pesantren Gontor, dan silaturahim masih jalan," kata Aqiela.
(aku/aku)