Brandu Jadi Biang Antraks di Gunungkidul, Bupati Kaji Sanksi Pidana

Brandu Jadi Biang Antraks di Gunungkidul, Bupati Kaji Sanksi Pidana

Pradito Rida Pertana - detikJateng
Senin, 10 Jul 2023 17:19 WIB
Bupati Gunungkidul Sunaryanta. Foto diunggah Kamis (4/5/2023).
Bupati Gunungkidul Sunaryanta. Foto diunggah Kamis (4/5/2023). (Foto: Pradito Rida Pertana/detikJateng)
Solo -

Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Gunungkidul menyebut pemicu banyaknya warga positif antraks di Pedukuhan Jati, Kalurahan Candirejo, Kapanewon Semanu, karena melakukan brandu. Untuk itu, Bupati tengah mengkaji raperda yang salah satu isinya soal sanksi pidana bagi pelaku brandu.

Bupati Gunungkidul Sunaryanta mengatakan Tim Hukum Pemkab Gunungkidul tengah mengkaji raperda tentang pencegahan dan penanggulangan antraks. Menurutnya, salah satu poin di dalam raperda itu terkait wacana sanksi bagi pelaku brandu.

"Harus ada upaya yang memberi efek jera, bisa seperti sanksi tindak pidana ringan. Karena ternak mati kok dikonsumsi," katanya kepada wartawan di Gunungkidul, Senin (10/7/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun, purnawirawan TNI AD ini menilai untuk merealisasikan aturan tersebut harus melalui kajian mendalam dari Tim Hukum Pemkab Gunungkidul. Di sisi lain, dia sangat mendukung adanya sanksi untuk pelaku brandu.

"Karena dengan sanksi tegas tidak akan ada lagi masyarakat melakukan brandu yang jadi biang penyebaran antraks di Gunungkidul," ujarnya.

ADVERTISEMENT

Selain sebagai efek jera, Sunaryanta menilai semua itu semata-mata untuk menyelamatkan masyarakat. Mengingat hewan ternak yang sudah mati apalagi mati mendadak tidak layak untuk dikonsumsi masyarakat.

"Tujuannya untuk menyelamatkan masyarakat, bukan karena yang lain-lain," ucapnya.

Diberitakan sebelumnya, kasus antraks merebak di Jati, Candirejo, Semanu, Gunungkidul hingga membuat seorang warga meninggal dunia serta puluhan lainnya teridentifikasi suspek. Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (DPKH) Gunungkidul menyebut merebaknya antraks ini tak lepas dari tradisi brandu yang masih bertahan di masyarakat. Apa itu brandu?

Tradisi brandu merupakan tradisi penyembelihan sapi sakit atau mati yang masih banyak dilakukan oleh masyarakat Gunungkidul. Nantinya, daging hasil penyembelihan dijual murah dan uangnya dikumpulkan untuk membantu pemilik sapi.

Kabid Kesehatan Hewan DPKH Gunungkidul Retno Widyastuti mengatakan langkah masyarakat yang mengonsumsi daging sapi mati di Jati merupakan tradisi brandu.

"Brandu itu tradisi di Gunungkidul, dan brandu itu macam-macam. Maksudnya brandu itu tergantung sebabnya dan kadang-kadang (ternak) keracunan baru sakaratul maut dipotong," katanya kepada wartawan di Kantor Pemkab Gunungkidul, Rabu (5/7).

Retno mengatakan, untuk kasus di Jati, ternak diketahui sudah mati terlebih dahulu sebelum disembelih dan dibagikan. Namun, jangka waktu mati dengan penyembelihan terbilang tidak lama, alias tidak selang berhari-hari

"Mungkin pas kasus ini posisi sudah mati. Saya tanya memang semua disembelih sudah mati hewannya itu," lanjut Retno.




(aku/ahr)


Hide Ads