Curhatan Wali Murid SMAN 1 Wates yang Protes soal Pengadaan Seragam

Curhatan Wali Murid SMAN 1 Wates yang Protes soal Pengadaan Seragam

Aditya Mardiastuti - detikJateng
Senin, 03 Okt 2022 18:32 WIB
Agung Purnomo (baju merah) saat jumpa pers di Kantor LBH Jogja, Senin (3/10/2022). Wali murid SMAN 1 Wates itu mengaku mendapat intimidasi usai mempertanyakan soal jual beli seragam.
Agung Purnomo (baju merah) saat jumpa pers di Kantor LBH Jogja, Senin (3/10/2022). Wali murid SMAN 1 Wates itu mengaku mendapat intimidasi usai mempertanyakan soal jual beli seragam. Foto: Aditya Mardiastuti/detikJateng
Jogja -

Sejumlah orang tua murid SMAN 1 Wates, Kulon Progo, mempertanyakan harga seragam Rp 1,7 juta untuk para siswa baru. Mereka mengeluhkan kualitas dan harga bahan yang dinilai terlalu mahal.

"Kami punya jenis bahan (seragam) yang paling besar ekstra jumbo Rp 2,3 juta, rata-rata Rp 1,7-1,8 juta. Kami mencari pembanding dengan harga paling mahal di tiga toko, tidak menawar dan mengecer, selisih sekitar Rp 600 ribu atau 35-50 persen. Ini harga kasar karena ada item badge-badge pramuka atau OSIS tidak kami hitung, yang ketemu segitu (mark up hingga Rp 600 ribu)," kata salah satu wali murid SMAN 1 Wates yang juga menjadi jubir orang tua siswa yang mempertanyakan harga seragam, Agung Purnomo, di Kantor LBH Jogja, Kotagede, Jogja, Senin (3/10/2022).

Agung menerangkan dengan harga mulai dari Rp 1,7 juta itu para siswa mendapatkan beberapa setel seragam mulai dari seragam putih abu-abu, putih-putih, baju olahraga, baju batik dan lurik. Namun kualitas seragam itu dinilai buruk oleh para orang tua.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Bahannya itu sangat tipis. Celana putih (misalnya), saat salat berjemaah saat rukuk atau sujud ada bapak-ibu bisa melihat warna merah kuning hijau (karena celana dalamnya) kelihatan," cetus dia.

Pembelian seragam ini seharusnya dilakukan perwakilan orang tua (POT) wali murid SMAN 1 Wates. Namun, diduga ada kongkalikong antara pihak sekolah dengan toko, karena kala itu wakil dari POT justru diantar pihak sekolah ke salah satu toko penjual seragam.

ADVERTISEMENT

"(Pihak sekolah) Mengarahkan (ke toko), kalau pun mau main cantik nggak usah ngantar ke toko, kan jadi pertanyaan besar," tutur ibu siswa SMAN 1 Wates yang enggan disebutkan namanya saat ditemui di Kantor LBH Jogja.

Dia pun menyesalkan kualitas seragam yang digunakan untuk anaknya. Menurutnya harga seragam itu terlalu mahal namun kualitasnya jelek.

"Beli seragam (ukuran) standar Rp 1,750 juta, jumbo dan super jumbo (beda harga). Kebetulan kami ada yang tahu kain, tahu merek, dan jenis kain ini harganya segini," terang ibu itu.

"Kami paham kalau pengadaan seragam itu ada mark up dikit-dikit okelah, tapi ini sudah di atas toleransi kami. Kok kebangetan, ngono yo ngono mbok ojo ngono," sambung dia.

Selengkapnya di halaman selanjutnya...

Kualitas seragam yang dinilai jelek itu juga dikeluhkan wali murid inisial D. Dia menyebut penentuan spesifikasi seragam berikut rincian harganya sudah ditetapkan saat awal pengarahan wali murid sebelum para siswa masuk tahun ajaran baru.

"Awal September ketika pembagian seragam, perkiraan kami kenapa waktu itu kita iya-iya saja dengan rincian dan total harga sekian. Asumsi kami sebagai ortu wali yowes lah sudah melalui POT, walaupun saat itu belum dibentuk," terangnya.

"Asumsi kami dengan uang segitu kami mendapatkan bahan dengan standar kualitas yang sama dengan itu. Ternyata setelah pembagian kami kecewa kenapa yang dibagikan kok hasilnya lebih jelek, kok kualitas bahannya jelek, bahannya tipis, kaku, kalau disetrika itu susah, panas (kalau dipakai)," sesal dia.

Seragam Sekolah Dinilai Masih Jadi Ajang 'Pungli' Sekolah di DIY

Di lokasi yang sama, Ketua Sarang Lidi, Yuliani Putri Sunardi, menyebut kasus jual-beli seragam menjadi pungli pihak sekolah. Dia menyebut kehadiran sosok Agung Purnomo wali murid yang kritis dan berani bersuara layak diapresiasi demi majunya pendidikan di DIY.

"Ini luar biasa ada orang tua berjuang untuk pendidikan di Yogyakarta yang sudah amburadul. Kasus ini setiap tahun terjadi," ujar Yuliani.

"Semua sekolah menjual seragam, rata-rata kalau per meter (bahan seragam) 35 ribu dijual Rp 70 ribu. Kalau murid banyak (beli) per meternya bisa Rp 25 ribu per meter jadi selisih Rp 47 ribu, kasihan nggak dia masih menjahitkan per setel tambahannya Rp 750 ribu," urainya.

Yuliyani menyebut pada umumnya setiap melakukan pembelian pasti akan dicari pembanding harga. Dia lalu mencontohkan bentuk pungli seragam ini terjadi di salah satu SMKN di Kota Jogja.

"Di SMKN 6 Jogja itu harga satu kemeja saja Rp 151 ribu dan rok seharga Rp 130 ribu (sedangkan) di pasaran kemeja satu setel untuk seragam harganya Rp 140 ribu. Selisih kok bisa 100 persen," cetusnya.

Dia menyebut kasus Agung dan orang tua siswa SMAN 1 Wates yang menanyakan soal harga seragam adalah wajar. Dia pun berharap kasus pungli lewat jual beli seragam ini bisa ditindaklanjuti Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X.

"Keuntungan dari seragam ini menggiurkan sehingga sulit diberantas, kecuali ada tindakan tegas dari Bapak Gubernur. Kemudian vendor yang menguasai 1 DIY mohon ditertibkan, karena ada beberapa guru dan kepsek yang jujur mengatakan dia (vendor) menjual mahal, tapi harus (beli) di sana. Ini harus dicari oleh Bapak Gubernur, setiap tahun seperti itu dimonopoli seperti itu, sudah mark up (seragam) masih dapat fee dari vendor," sambung Yuli.

Halaman selanjutnya, LBH Jogja buka posko pengaduan...

LBH Jogja Buka Posko Pengaduan

Terkait dugaan adanya pungli terkait jual beli seragam sekolah ini, LBH Jogja membuka posko pengaduan. Posko itu dibuka tak hanya untuk wali murid SMAN 1 Wates, tapi juga sekolah lainnya yang dirasa ada kecurangan.

"Terkait seragam ini dugaan korupsi SMAN 1 Wates kami menyatakan bahwa membuka posko aduan kepada orang tua siswa SMAN 1 Wates atau sekolah lainnya untuk melaporkan apabila ada kejanggalan terhadap pengadaan seragam di sekolah," tutur anggota LBH Jogja Wetub Toatubun.

Halaman 2 dari 3
(rih/dil)


Hide Ads