Beberapa waktu lalu, sebuah kabar mengejutkan datang dari SMAN 1 Bandung. Sekolah yang terletak di Jalan Ir H Juanda atau Jalan Dago itu sedang terancam upaya penggusuran setelah disengketakan soal masalah lahan ke pengadilan.
Gugatannya sendiri telah terdaftar di PTUN Bandung dengan nomor 164/G/2024/PTUN.BDG sejak 4 November 2024. Penggugat sengketa ini adalah Perkumpulan Lyceum Kristen (PLK), dengan tergugat Kepala Kantor Pertanahan Kota Bandung, serta intervensi Dinas Pendidikan Jawa Barat (Jabar).
PLK menggugat supaya sertifikat hak milik yang tercatat atas nama Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Kota Bandung dengan Nomor : 00011/Kelurahan Lebak Siliwangi pada 19 Agustus 1999 dan Surat Ukur Nomor 12/1998 seluas 8.450 M2 supaya dibatalkan. PLK lantas meminta supaya dokumen itu dicabut dan dicoret dari daftar buku tanah sertifikat hak pakai.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jelas saja, informasi itu pun terasa amat mengejutkan. Setelah 80 tahunan lebih berdiri, SMAN 1 Bandung baru hari ini dipersengketakan dengan masalah lahan yang sudah pihak sekolah tempati sejak lama.
"Awal dapat informasi ya kaget lah. Saya dapat informasi itu dari surat yang disampaikan ke Disdik Jabar. Semudian saya dipanggil dan diberitahu tentang gugatan untuk SMAN 1 Bandung," kata Kepsek SMAN 1 Bandung Tuti Kurniawati saat berbincang dengan detikJabar, Jumat (7/3/2025).
Tuti saat pertama kali mendapat informasi ini awalnya masih menutupi kabar tersebut supaya tidak terdengar sampai ke kalangan siswa. Pihak sekolah kemudian sebisa mungkin memberikan sejumlah dokumen yang dibutuhkan Biro Hukum Pemprov Jabar untuk kepentingan persidangan.
Namun kemudian, kabar gugatan sengketa lahan itu akhirnya sampai juga ke telinga para siswa SMAN 1 Bandung. Ini terjadi pada Kamis (6/3/2025) kemarin saat pihak sekolah mengadakan doa bersama, bertepatan dengan agenda sidang keterangan saksi ahli dari Pemprov Jabar di PTUN Bandung.
"Jadi tadinya kami silent dulu, hanya kami manajemen dan beberapa guru yang tahu, siswa mah belum dikasih tahu. Tapi akhirnya ramai pas sidang kemarin, pas kami juga mengadakan doa bersama. Yang mimpin doa waktu itu terucap soal proses hukum di SMAN 1 Bandung. Nah anak-anak kaget, dari situ akhirnya informasinya tersebar," ucap Tuti.
Tak hanya itu. Setelah informasi ini menyebar, akhirnya muncul tagar #SAVESMANSABANDUNG yang tersebar di media sosial. Tuti pun mengaku, reaksi ini timbul dari kalangan siswa yang berharap supaya SMAN 1 Bandung tidak terkena dampak atas sengketa tersebut.
"Ramenya tagar itu kemarin pas sidang terakhir dengan menghadirkan dua saksi ahli. Karena sidang terakhir, kita mengadakan doa bersama. Terucaplah sama yang pimpin doa soal proses hukum di SMAN 1 Bandung. Nah anak-anak kaget dari situ, muncul lah tagar #SAVESMANSA, jadi weh rame," ucapnya.
"Tentunya anak-anak, bahkan sampai orang tua jadi khawatir kalau nanti kehilangan tempat belajarnya. Sekalipun kita berpikir yang terburuk, kalau misalnya direlokasi, kan tidak akan semudah itu. Meskipun saat ini proses belajar tidak terganggu, layanan pendidikan lainnya tidak terganggu, cuma secara psikologis pasti khawatir," ucapnyanya menambahkan.
Baca juga: Harap-harap Cemas di Smansa Bandung |
Sengketa ini rencananya akan berlanjut pada 20 Maret 2025 di PTUN Bandung dengan agenda pembacaan kesimpulan secara e-court. Meski belum mengganggu proses pembelajaran, tapi Tuti tidak menampik psikologi 1.200an siswa di sekolahnya saat ini terkena imbasnya.
Di ujung pembicaraannya, ada harapan besar yang Tuti inginkan bersama pihak sekolah. Ia menginginkan sengketa ini bisa segera selesai, dengan hasil SMAN 1 Bandung masih terus bisa menempati lahan sekarang supaya proses pembelajaran terus berjalan tanpa gangguan.
"Kami besar harapan agar proses hukum SMAN 1 inii segera selesai, kemudian bisa selesai dengan hasil yang kami harapkan. Agar proses layanan di SMAN 1 ini tidak terganggu. Kami tidak mau hal-hal yang tidak diinginkan ini terjadi. Kebayang nanti anak-anak seperti apa, karena kami sudah merasa ini adalah rumah kedua kami," pungkasnya.
(ral/mso)