ORI DIY Ungkap Hasil Sidak ke SMP Bantul yang Disebut Jual Seragam

ORI DIY Ungkap Hasil Sidak ke SMP Bantul yang Disebut Jual Seragam

Pradito Rida Pertana - detikJateng
Sabtu, 16 Jul 2022 14:57 WIB
Sejumlah orang tua siswa mengambil bahan seragam SMPN 2 Bantul, Sabtu (16/7/2022).
Sejumlah orang tua siswa mengambil bahan seragam SMPN 2 Bantul, Sabtu (16/7/2022). Foto: Pradito Rida Pertana/detikJateng
Bantul -

Ombudsman Republik Indonesia (ORI) perwakilan DIY mendatangi sebuah rumah di Jalan Jenderal Sudirman, Kapanewon Bantul, Kabupaten Bantul, Sabtu (16/7/2022). Kabarnya, di rumah itulah para orang tua siswa SMPN 2 Bantul mengambil seragam yang diduga dijual oleh pihak sekolah.

Pantauan detikJateng di lokasi, tampak beberapa orang tua murid sedang mengantre untuk mengambil pesanan seragam SMPN 2 Bantul di rumah itu. Tampak pula beberapa orang tua siswa menenteng kantong plastik putih berisi kain bahan seragam.

Kepala ORI perwakilan DIY Budhi Masthuri mengatakan pihaknya mendatangi rumah itu karena ada informasi tentang aktivitas pengambilan seragam SMP.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jadi ada media yang konfirmasi ke saya bahwa hari ini ada pengambilan seragam. Hanya kemudian dari temuan kita, organizer atau penyelenggaranya adalah paguyuban orang tua atau POT," kata Budhi saat ditemui di Jalan Jenderal Sudirman, Bantul, Sabtu (16/7).

Kepala ORI perwakilan DIY, Budhi Masthuri saat memberikan keterangan, Sabtu (16/7/2022).Kepala ORI perwakilan DIY, Budhi Masthuri saat memberikan keterangan, Sabtu (16/7/2022). Foto: Pradito Rida Pertana/detikJateng

Meski demikian, Budhi tetap memintai keterangan dari POT SMPN 2 Bantul. Menurut dia, POT memiliki kapasitas yang sama dengan Komite Sekolah.

ADVERTISEMENT

"Masalahnya di sekolah itu ada komite, kenapa tidak komite? Karena mereka tahu komite dilarang. Tapi apakah paguyuban orang tua tidak hampir sama dengan komite? Esensinya sama. Kita bicara otak-atik hukum, ini penyiasatan toh. Penyiasatan agar tidak terkena larangan komite," ujar Budhi.

"Yang sedikit menyenangkan kita, orang tua masih boleh beli di luar. Jadi ada sekitar 40 orang tua beli di luar. Rinciannya, dari 190 (murid baru), 40 di luar (pesan di luar POT). Itu saya kira bagi yang (merasa) terlalu mahal punya alternatif," ucapnya.

Dari penelusurannya, Budhi mengatakan ada informasi yang menyebut pemesanan bahan seragam terjadi di sekolah dan sepengetahuan kepala sekolah. Namun, informasi itu masih perlu ditelaah.

"Yang menarik, mengakunya pemesanan (seragam) di sekolah saat pendaftaran ulang dan kepala sekolah mengetahui. Ini yang akan kita telaah," katanya.

"Karen POT ini sesuatu yang tidak diatur secara formal di aturan, karena aturan kita mengenalnya komite. Tapi esensinya sama, komite itu kan paguyuban juga, paguyuban orangtua, ini POT SMPN 2 Bantul," lanjut Budhi.

Hasil klarifikasi ORI dan tanggapan POT ada di halaman berikutnya...

Dari hasil klarifikasi, Budhi menambahkan, pesanan bahan seragam itu meliputi seragam biru putih dua stel, seragam batik, seragam Pramuka, baju olahraga, dan jaket almamater. Selain itu, pihak POT mengaku mengambil Rp 40 ribu dari setiap pemesanan untuk biaya operasional.

"Kita analisis dulu, POT ini posisinya seperti apa. Kalau memang kemudian kita bisa menyimpulkan POT ini termasuk bisa dinterpretasikan sebagai komite, bisa kena. Karena yang dilarang (jual seragam sekolah) kan komite," ucapnya.

Dikonfirmasi terpisah, Ketua POT SMPN 2 Bantul Agung Gunawan mengaku tidak mempermasalahkan kedatangan ORI perwakilan DIY ke lokasi pengambilan pemesanan seragam.

"Ya kalau kita open (terbuka) saja ya. Apa yang sudah kita lakukan ini merupakan hasil diskusi dengan orang tua siswa, untuk pengadaan maupun penyediaan kain seragam itu kan menjadi kesepakatan bersama," kata Agung, Sabtu (16/7).

Agung mengatakan, pihaknya sama sekali tidak mewajibkan para orang tua peserta didik baru untuk memesan bahan seragam kepadanya. Di sisi lain, Agung menganggap pengadaan seragam dari POT untuk memudahkan orang tua murid mendapatkan seragam.

"Kalau mereka mau ambil monggo (silakan), kalau tidak ya monggo juga, prinsipnya seperti itu. Kita hanya membantu menyediakan. Wong ada yang tidak mau membeli karena sudah dapat lungsuran (bekas saudara atau teman) tidak apa-apa," ucapnya.

Menurut Agung, hal serupa ini telah berlangsung tiap tahun ajaran baru. "Ini juga hanya meneruskan yang sudah dilakukan pendahulu kita, tahun-tahun sebelumnya sudah melakukan pengadaan seperti ini," katanya.

Dia menambahkan, tidak ada hubungan antara POT dengan komite sekolah. Sebab, anggota komite sekolah sama sekali berbeda dengan anggota POT.

"Jadi kalau komite itu yang membawahi katakanlah badan di sekolah, mengikat toh. Tapi kalau POT paguyuban dari orang tua, jadi tidak ada hubungannya dengan sekolah. Jadi sudah di luar komite, murni orang tua dari siswa. Personel komite dan paguyuban juga beda," ujar Agung.



Hide Ads