Seorang petani menceritakan dampak limbah Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Piyungan, Pedukuhan Ngablak, Kalurahan Sitimulyo, Kapanewon Piyungan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Limbah tersebut membuat air di saluran irigasi dekat persawahan berwarna hitam pekat dan petani tidak bisa menanam padi saat musim hujan karena luapan air berwarna hitam masuk ke persawahan.
Pantauan detikJateng di salah satu saluran air atau parit yang berada di Banyakan III, Senin (9/5/2022), tampak aliran air berwarna hitam pekat menyerupai kopi. Selain itu, aliran air berwarna hitam tersebut mengeluarkan bau yang sangat tidak sedap. Padahal aliran air itu berada tepat di samping persawahan.
Adalah Paimo (57), petani sekaligus warga Pedukuhan Banyakan III menceritakan air berwarna hitam pekat ini sudah berlangsung sejak puluhan tahun lalu. Paimo menyebut penyebab hitamnya air karena pencemaran limbah TPST Piyungan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini air limbah, padahal ini tidak bisa bening, kaya gini terus. Ini dari sampah TPA (TPST) Piyungan dan sudah berlangsung selama 28 tahun," katanya saat ditemui di Banyakan III, Bantul, hari ini.
Apalagi, lanjut Paimo, saat musim hujan air di saluran tersebut akan meluber hingga persawahan. Hal tersebut membuatnya tidak bisa menanam padi dan beralih menanam brachiaria mutica atau rumput kolonjono.
"Warna selalu hitam kalau banjir ini naik ke sawah-sawah ini semua, isinya sampah itu, sama jarum-jarum suntik itu di sawah," ucapnya.
Jarak dari parit dengan TPST Piyungan sendiri hanya sekitar 300 meter. Menurut Paimo, jika perluasan 2 hektare TPST selesai maka jarak antara TPST dengan parit bisa sekitar 100 meter.
"Jadinya gagal, lha ini limbah, langsung mati tanaman itu, mati total. Lha ini sebelah selatan parit ini langsung mati total," lanjut Paimo.
Untuk itu, Paimo berharap TPST Piyungan tutup selamanya atau setidaknya ada solusi bagi warga sekitar yang betul-betul terdampak. Seperti halnya Paimo yang memiliki lahan pertanian
"Harapannya ditutup total TPST itu, soalnya mencemari lingkungan dan mengganggu sawah intinya," ucapnya.
Paimo menilai selama ini tidak ada upaya dari pemerintah terkait persoalan tersebut. Karena itu dia berharap pemerintah turun langsung ke masyarakat untuk melihat dampak dari limbah TPST.
"Ya selama ini tidak ada apa-apa (upaya dari Pemerintah)," katanya.
Diberitakan sebelumnya, Koordinator aksi 'Banyakan Menolak Banyakan Melawan' Herwin Arfianto mengatakan aksi penutupan akses ke TPST Piyungan akan terus berlangsung hingga ada solusi dari Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X. Pasalnya warga ingin sekali berdiskusi dengan Sultan untuk menemukan titik terang.
"Kalau sampai kapan (TPST ditutup), tuntutan kita ini ditutup selamanya biar pindah lokasi. Kalau audiensi ya tuntutan tetap TPST ditutup selamanya. Karena dampak air limbah itu sudah parah, apalagi kalau TPST dilebarkan ke sisi utara," ucapnya.
Menurutnya, pagi tadi dari Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Energi Sumber Daya Mineral DIY sudah menghubunginya melalui sambungan telepon. Namun, pihaknya menolak tawaran untuk berdiskusi dengan Sekda DIY Kadarmanta Baskara Aji. Warga ingin berdialog langsung dengan Sri Sultan HB X. Sebab dia menilai permasalahan ini sudah terjadi cukup lama tanpa ada tindak lanjut dari pemerintah.
"Mungkin Pak Gubernur belum mendengar masalah yang ada di akar seperti apa dan bagaimana," lanjut Herwin.
Akan tetapi, jika ada solusi sementara dari Pemda DIY agar sampah di Kota Jogja, Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul tidak menumpuk pascapenutupan TPST, Herwin mengaku akan menerima. Namun, dengan catatan harus ada perjanjian hitam di atas putih terkait tenggat waktunya.
(sip/ams)