Komnas HAM Temukan Ada Penyiksaan di Lapas Narkotika Jogja

Komnas HAM Temukan Ada Penyiksaan di Lapas Narkotika Jogja

Jauh Hari Wawan S. - detikJateng
Senin, 07 Mar 2022 15:24 WIB
Lapas Narkotika Kelas II A Yogyakarta
Lapas Narkotika Kelas II A Yogyakarta. (Foto: Jauh Hari Wawan S/detikJateng)
Yogyakarta -

Komnas HAM merilis hasil temuan dan analisis terhadap kasus dugaan kekerasan di Lapas Narkotika Kelas II A Yogyakarta. Apa saja temuannya?

"Terkait tindakan penyiksaan, kekerasan dan perlakuan buruk merendahkan martabat yang dilakukan oleh petugas lapas, terdapat 9 tindakan penyiksaan kekerasan fisik," kata Pemantau Aktivitas HAM Wahyu Pratama Tamba dalam jumpa pers virtual, Senin (7/3/2022).

Tamba mengatakan, kekerasan fisik itu di antaranya pemukulan baik menggunakan tangan kosong maupun menggunakan alat.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Seperti selang, kabel, alat kelamin sapi atau kayu, pencambukan menggunakan alat pecut dan penggaris, ditendang, diinjak-injak dengan menggunakan sepatu PDL dan lain sebagainya," paparnya.

Selain itu, Tamba mengungkapkan terdapat 8 tindakan perlakuan buruk merendahkan martabat. Di antaranya memakan dan meminum benda-benda menjijikkan.

ADVERTISEMENT

"Pencukuran dan penggundulan rambut bahkan dalam kondisi telanjang," ungkap Tamba.

Tamba mengungkapkan penyiksaan terjadi ketika warga binaan baru masuk lapas pertama kali dalam kurun waktu satu hingga dua hari. Kemudian pada Masa Pengenalan Lingkungan (Mapenaling) dan saat warga binaan melakukan pelanggaran.

"Konteks terjadinya penyiksaan, dalam melakukan penindakan petugas melakukan kekerasan sebagai bentuk pembinaan dan pendisiplinan terhadap WBP selain itu juga bertujuan untuk menurunkan mental WBP," katanya.

Temuan lain, lanjut Tamba, terdapat minimal 13 alat yang digunakan dalam penyiksaan. Di antaranya selang, kayu, dan air garam.

Selain itu, terdapat 16 titik lokasi terjadinya penyiksaan.

"Antara lain branggang (tempat pemeriksaan pertama saat WBP masuk lapas), blok isolasi kegiatan mapenaling, lapangan setiap blok, aula bimbingan kerja, kolam ikan lele, ruang P2U, dan lorong-lorong blok," ungkapnya.

Penyiksaan, kata Tamba, juga terjadi pada tahanan titipan Kejaksaan.

"Berdasarkan temuan terdapat 1 orang tahanan titipan kejaksaan yang secara faktual juga mengalami penyiksaan," sebutnya.

Kesimpulan Komnas HAM RI

Sementara itu, Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM M Choirul Anam memaparkan berdasarkan analisa yang dilakukan disimpulkan bahwa intensitas tindakan kekerasan yang tinggi karena adanya perubahan struktur kepemimpinan lapas pada medio pertengahan tahun 2020. Sebab saat itu, sedang ada upaya pembersihan peredaran narkotika di Lapas Pakem. Namun, setelah itu masih ada tindakan kekerasan walau tidak setinggi sebelumnya.

"Ada pergantian Kalapas, KPLP di situ intensitas kekerasan terjadi, karena apa? Karena memang terjadi pembersihan narkotika di sana," ucap Anam.

"Kami simpulkan, memang intensitas penyiksaan, kekerasan dan merendahkan martabat itu memang terjadi di Lapas Narkotika Kelas II A Yogyakarta ketika medio awal hingga menjelang akhir 2020. Yang salah satunya ditandai dengan pembersihan narkoba yang ditemukan sekian bunker, pil, dan HP," imbuhnya.

Anam mengatakan berbagai tindakan kekerasan yang dilakukan oleh petugas kepada WBP memang ada.

"Mulai dari level kekerasan, mendapatkan perlakuan fisik yang begitu kejam sampai beberapa luka itu masih ada," katanya.

Anam menjelaskan intensitas penyiksaan terhadap WBP tinggi yakni pada saat pertama kali masuk lapas. Selain itu intensitas penyiksaan tinggi juga dilakukan pada malam hari.

"Siapa yang melakukan itu? Kami menyimpulkan ada tiga kategori, pertama petugas yang mengakui tindakan pemukulan, menendang dan mencambuk menggunakan selang. Kedua, petugas yang melihat langsung tindakan pemukulan dan penelanjangan di branggang terhadap WBP kiriman baru sebelum masuk blok," ucapnya.

"Yang ketiga, petugas yang mengetahui dan mendengar dari rekan regu pengaman yang bertugas saat itu. Jadi ada tiga layer. Yang melakukan, mengetahui, ada layer yang mengetahui tapi basisnya mendengar," imbuhnya.

Selain itu, Komnas HAM menyimpulkan ada pelanggaran HAM terhadap peristiwa penyiksaan di Lapas Narkotika Kelas II A Yogyakarta.

"Pertama hak untuk terbebas dari penyiksaan, hak memperoleh keadilan, hak atas rasa aman, hak untuk kehidupan yang layak, terakhir hak atas kesehatan," bebernya.

Rekomendasi Komnas HAM

Atas peristiwa itu, Komnas HAM memberikan beberapa rekomendasi. Ditujukan kepada Menteri Hukum dan HAM dan jajaran terkait.

Pertama, segera melakukan pemeriksaan kepada siapapun yang melakukan maupun mengetahui tindakan penyiksaan yang terjadi, namun tidak mengambil langkah yang efektif untuk mencegah.

"Dalam hal ini termasuk petugas sipir lapas, penjaga pintu utama, eks Kalapas maupun eks KPLP periode tahun 2020 maupun pihak-pihak terkait lainnya," kata Koordinator Bidang Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM Endang Sri Melani, Senin (7/3/2022).

Selanjutnya, untuk memastikan tidak ada lagi peredaran narkotika, HP, pungli dan kekerasan di lingkungan lapas dengan tetap memastikan pelaksanaannya tetap menghormati HAM dan tidak menggunakan kewenangan secara berlebihan.

Endang melanjutkan, penting melakukan penguatan teknologi dan sumber daya untuk semua pelaksanaan tugas di dalam lapas.

"Terutama terkait dengan pengadaan alat pendeteksi semisal X-ray untuk mendeteksi adanya penyelundupan barang-barang yang dilarang dalam lapas semisal HP, uang, narkotika dan sim card, serta menghentikan tindakan penelanjangan dalam pemeriksaan WBP," ucapnya.

Rekomendasi lainnya yakni melakukan monitoring dan evaluasi secara terus-menerus agar pembinaan pemasyarakatan dan pemberantasan narkotika maksimal serta tidak terjadi lagi tindakan penyiksaan.

"Terkait dengan korban adalah melakukan upaya pemulihan fisik maupun psikologis bagi korban yang mengalami traumatis dan luka fisik," katanya.

Komnas HAM juga meminta untuk SOP di lapas termasuk dalam pelaksanaan cuti dan pembebasan bersyarat dapat diakses secara mudah.

"Harus dipastikan untuk tahanan titipan mendapatkan perlakuan yang berbeda dengan napi lain dalam rangka perlindungan hukum sebagai statusnya yang memang belum menjadi napi," pungkasnya.




(sip/rih)


Hide Ads