Sultan HB X Ungkap Fakta: Serangan Umum Jogja Harusnya 28 Februari

Sultan HB X Ungkap Fakta: Serangan Umum Jogja Harusnya 28 Februari

Heri Susanto - detikJateng
Selasa, 01 Mar 2022 20:49 WIB
Upacara pembacaan Keppres No 2 Tahun 2022 tentang Hari Penegakan Kedaulatan Negara
Upacara pembacaan Keppres No 2 Tahun 2022 tentang Hari Penegakan Kedaulatan Negara. Foto: Heri Susanto/detikJateng
Yogyakarta -

Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X mengungkap fakta yang terjadi di seputar sejarah Serangan Umum 1 Maret 1949. Menurutnya rencana penyerangan itu semestinya dilakukan pada 28 Februari.

Sultan mengaku mendapat cerita itu langsung dari ayahnya, Sultan HB IX, yang menjadi salah satu tokoh di balik serangan umum itu.

"Saya tidak bisa mengkonfirmasi karena tidak tidak punya bukti untuk melengkapi dari peristiwa ini. Yang ada, sebetulnya menurut cerita almarhum (Sri Sultan HamengkuBuwono) IX kepada saya semestinya peristiwa (bukan) pada tanggal 1 Maret tapi tanggal 28 Februari," kata Sultan, saat pembacaan Keppres No 2 Tahun 2022 tentang Hari Penegakan Kedaulatan Negara, di Keben, Keraton, Monumen pertemuan HB IX dengan Komandan Wehrkeis III, Selasa (1/3/2022).

Sultan menjelaskan, informasi rencana serangan besar-besaran tersebut ternyata bocor. Akhirnya, HB IX bersama Komandan Wehrkeis III mengundurkan satu hari menjadi 1 Maret 1949.

"Tapi karena bocor, diundur tanggal 1 Maret itu," katanya.

Ia menambahkan, Sultan HB IX saat Serangan Umum 1 Maret menjabat sebagai Menteri Pertahanan. Hal itu membuat Sultan HB IX punya peran sangat penting dalam menginisiasi maupun konsolidasi dengan militer.

Hanya saja, selama ini banyak yang meragukan peran HB IX dalam serangan tersebut.

"Pertama yang bisa saya tambahkan dan sering teman-teman bapak-ibu sering kalau bicara masalah 1 Maret hanya menyebut Sri Sultan Hamengku Buwono IX itu orang sipil tidak bisa berkomunikasi lebih jauh dengan militer," katanya.

Padahal, lanjut Sultan, HB IX pada saat itu menjabat sebagai Menteri Pertahanan. Bahkan, juga menyandang jabatan militer sehingga mendapatkan pangkat Letnan Jenderal tituler, atau pangkat kehormatan.

"Orang lupa bawa di samping Gubernur padahal Peristiwa 1 Maret itu beliau adalah Menteri Pertahanan Republik Indonesia dan beliau juga menang menyandang pangkat militer letnan jenderal tituler," katanya

Dengan jabatan Menteri Pertahanan ini, kata Sultan, HB IX sebenarnya bisa berkomunikasi dengan siapa pun. Termasuk dengan Panglima Besar Jenderal Sudirman, HB IX biasa berkirim surat.

"Menteri Pertahanan mestinya bisa berkomunikasi dengan siapa pun baik itu dari kepolisian maupun militer sehingga wajar kalau beliau berkirim surat dengan Panglima Besar Soedirman," katanya.

Makanya, kata Sultan, saat pengembalian kedaulatan Belanda kepada NKRI, HB IX yang ditunjuk Perdana Menteri saat itu untuk bertanggung jawab keamanan.

"Sehingga pada waktu penyerahan kedaulatan tanggal 18 November 1949, di titik sepur di utara Hotel Garuda itu beliau yang bertanggung jawab pertahanan diserahi tanggung jawab oleh Perdana Menteri untuk penanggung jawab keamanan," katanya.




(ahr/mbr)


Hide Ads