Panitia Khusus (Pansus) DPRD Kota Jogja mengungkap kebijakan relokasi PKL Malioboro berada di tangan Pemda Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Pemkot Jogja disebut hanya berwenang mendata pedagang kaki lima (PKL).
"Ini (relokasi) bisa mundur setahun atau setelah Lebaran di situ persoalan kebijakan, bukan persoalan Pemerintah Kota (Pemkot) Jogja. Kebijakan ada di Pemerintah Daerah (Pemda) DIY. Yang namanya kota hanya mengurusi persoalan teknis, hanya di Teras Malioboro II," kata Ketua Pansus Pengawasan Relokasi PKL Malioboro, Antonius Fokky Ardianto, saat Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) di Gedung DPRD Kota Jogja, Senin (24/1/2022).
Ia menjelaskan kewenangan Pemkot Jogja hanya sampai pendaftaran PKL. Setelah proses tersebut, relokasi menjadi wewenang dari Pemda DIY.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Setelah pendaftaran, relokasi menjadi wewenang Pemda DIY. Kita sudah mengirim surat kepada DPRD DIY untuk menerima audiensi hari Rabu (26/1), di dalam surat itu kita juga meminta DPRD bisa mengundang eksekutif," kata Fokky.
Dari audiensi tersebut, lanjut Fokky, ia harapkan nantinya bisa bertemu dengan Pemda DIY untuk bisa menyampaikan aspirasi PKL menunda relokasi.
"Kami harapkan DPRD DIY juga bisa membentuk Pansus untuk mengawasi relokasi ini," jelasnya.
Ia berharap saat audiensi tersebut PKL bisa hadir untuk menyampaikan aspirasi. Sebab, dari hasil rapat dengan Pemkot Jogja, kebijakan berada di Pemda DIY.
"Kawan-kawan bisa ikut hadir menyampaikan aspirasi," harapnya.
"Di dalam rapat dengan eksekutif, bekas gedung eks Indra akan menjadi Teras Malioboro I yang akan mengelola adalah Dinas UKM dan Koperasi Pemda DIY. Untuk Teras Malioboro II (eks kantor Dinas Pariwisata) untuk sementara yang mengelola UPT Cagar Budaya di bawah Kundha Kebudayaan. Maksimal tiga tahun," jelasnya.
Sementara itu PKL Malioboro mengancam akan kembali ke Malioboro jika relokasi di eks Bioskop Indra (Teras I) dan eks Dinas Pariwisata (Teras II) sepi pengunjung. Apalagi Pemda DIY dan Pemkot Jogja tidak memberikan kompensasi di tempat relokasi.
"Tetapi jika anggota saya tidak berizin tidak mendapatkan lokasi, saya akan kembali ke lapak masing-masing yang lama. Karena apa, pemerintah yang kita usulkan, kompensasi kok listrik, kompensasi kok sedina sewengi kon turu apa," kata Ketua Paguyuban Handayani atau Kuliner Malioboro, Sogi Wartono, saat RDPU.
Ia mengungkapkan dirinya sudah tiga kali mengusulkan adanya kompensasi bagi PKL yang direlokasi. Tapi tak pernah mendapatkan respons.
"Saya mengusulkan tiga kali, tidak ada jawab, tidak direspons. Itu dari dinas ya, itu kamu jualan dari pagi siang kalau perlu sampai malam termasuk kompensasi, itu ada air dan listrik termasuk kompensasi. Ya kalau laku. Kalau tidak laku, mau makan apa?" sesalnya.
Senada dengan Sogi, Ketua Paguyuban Angkringan Malioboro (Padma) Yati Dimanto mengungkapkan PKL minta relokasi diundur setelah Lebaran dan kompensasi, tapi juga tak direspons.
"Setiap relokasi pasti akan ada penurunan pendapatan. Pasti ada penyesuaian. Tapi, ini tidak ada respons dari pemerintah," sesalnya.
Begitu pun dengan Ketua Paguyuban Tri Dharma, Rudiarto, yang meminta pemerintah bertanggung jawab jika relokasi ini malah memperburuk ekonomi PKL.
"PKL sudah berkorban untuk kepentingan pemerintah. Jika tidak bertanggung jawab, kami tentu akan kembali berjualan ke tempat semula (Malioboro)," katanya.
(rih/sip)