Kisah Bus Tuyul Kulon Progo, Andalan Kaum Lajon 90-an yang Kian Langka

Kisah Bus Tuyul Kulon Progo, Andalan Kaum Lajon 90-an yang Kian Langka

Jalu Rahman Dewantaras - detikJateng
Selasa, 18 Jan 2022 13:23 WIB
Salah satu bus engkel atau bus tuyul yang masih beroperasi di Kulon Progo, DIY, belum lama ini. Foto diunggah pada Selasa (18/1/2022).
Salah satu bus engkel atau bus tuyul yang masih beroperasi di Kulon Progo, DIY, belum lama ini. (Foto: Jalu Rahman Dewantara/detikcom)
Kulon Progo -

Sempat berjaya di era 90-an, bus tuyul perlahan tersingkir seiring perkembangan zaman. Di Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) jumlah armada bus yang dikenal tangguh itu terus menurun setiap tahunnya. Seperti apa kisahnya?

Julukannya bermacam-macam. Ada yang menyebut bus engkel, colt engkel, bus pintu 1 dan yang paling tersohor yaitu bus tuyul. Dijuluki demikian karena bus medium berbasis engkel mikrobus ini memiliki dimensi yang pendek sehingga terlihat cebol laiknya tuyul.

Bus yang biasanya menggunakan basis Mitsubishi FE Series bertenaga 110PS ini memilki ciri khas tersendiri, di antaranya terdapat satu pintu penumpang di bagian tengah model geser, dan pintu depan penumpang tipe ayun. Bus ini juga hanya memiliki 4 roda bukan 6 seperti bus medium standar.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ukurannya yang mini membuat kapasitas bus tuyul lebih sedikit dibandingkan tipe bus medium, yakni hanya muat 16 tempat duduk saja. Mengakali keterbatasan tempat duduk, bodi bus dibuat tinggi untuk mengakomodir penumpang yang berdiri.

Jika tidak kebagian tempat, penumpang yang bernyali tinggi bisa duduk di bagian atap, atau bisa juga bergelantungan di pintu.

ADVERTISEMENT

Bicara soal kenyamanan bus tuyul, jangan berharap lebih. Sebab mayoritas armada bus ini tak dilengkapi AC. Pol mentok kipas angin yang biasanya berukuran mini sehingga tak terlalu terasa efeknya.

Bus tuyul mulai beredar pada sekitar medio 80-an. Populasinya banyak ditemui di DIY, Jawa Tengah, dan Jawa Timur sebagai armada antarkota dalam provinsi (AKDP).

Kala itu bus ini jadi primadona karena memiliki kemampuan menembus jalur berbukit dengan jalan yang relatif sempit dan berliku. Walhasil bus ini jadi pilihan bagi masyarakat pegunungan, seperti halnya di Kulon Progo, DIY.

"Bisa dikatakan bus engkel dulu itu sangat berjaya, di Kulon Progo sendiri ada puluhan armada yang mengakomodir rute antar kecamatan dan antar kabupaten khususnya ke wilayah Kota Yogyakarta, Sleman dan sebagian Bantul," ungkap Kepala Bidang Angkutan dan Perparkiran, Dinas Perhubungan Kulon Progo, Arif Martono, saat ditemui detikJateng, Jumat (14/1/2022).

Kepala Bidang Angkutan dan Perparkiran, Dinas Perhubungan Kulon Progo, Arif Martono, Selasa (18/1/2022).Kepala Bidang Angkutan dan Perparkiran, Dinas Perhubungan Kulon Progo, Arif Martono, Selasa (18/1/2022). Foto: Jalu Rahman Dewantara/detikcom

Kejayaan bus tuyul di Kulon Progo berlangsung pada medio 90-an hingga awal tahun 2000. Kala itu kendaraan pribadi masih jarang ditemui, sehingga untuk keluar kota atau kabupaten, masyarakat menggunakan angkutan umum dan pilihannya jatuh pada bus tuyul.

Dipilihnya bus tuyul bukan tanpa alasan. Beberapa faktor yang mempengaruhinya meliputi tarif yang tergolong lebih murah dibandingkan dengan taksi, mampu memuat banyak orang, dan rutenya mengakomodir masyarakat di perbukitan.

Kulon Progo sendiri merupakan kabupaten yang terbagi dalam dua geografis, yaitu dataran rendah dan tinggi. Bagi masyarakat perbukitan kehadiran bus ini begitu bermanfaat kala itu.

"Saat masih jaya-jayanya dulu, rute yang ditempuh bus ini termasuk di wilayah perbukitan, seperti Kokap, Kalibawang, Nanggulan, sampai Samigaluh," ujar Arif

Arif mengatakan berjalannya waktu, pamor bus tuyul di Kulon Progo meredup. Salah satu faktornya karena makin banyak masyarakat yang punya kendaraan pribadi.

"Seiring waktu kita mau mau beli kendaraan makin mudah dan murah. Misalnya mau beli motor, sekarang DP 0 persen itu sudah bisa bawa pulang kendaraan. Nah dari sinilah bus engkel mulai ditinggalkan," ucapnya.

Salah satu bus engkel atau bus tuyul yang masih beroperasi di Kulon Progo, DIY, belum lama ini. Foto diunggah pada Selasa (18/1/2022).Salah satu bus engkel atau bus tuyul yang masih beroperasi di Kulon Progo, DIY, belum lama ini. (Foto: Jalu Rahman Dewantara/detikcom)

Imbas dari makin mudahnya mendapat kendaraan pribadi membuat peminat bus tuyul di Kulon Progo anjlok. Banyak PO bus yang kemudian gulung tikar. Dari catatan Dishub Kulon Progo, saat ini hanya tersisa kurang dari 10 unit bus yang masih beroperasi sesuai trayek. Mayoritas tergabung dalam Koperasi Bus Yosawa.

"Dulu itu bisa sampai puluhan unit, sekarang kira-kira hanya ada sekitar 6 unit. Itu yang masih plat kuning ya, atau buat keperluan angkutan umum. Selebihnya sudah banyak yang jadi plat hitam (diubah jadi kendaraan pribadi)," jelas Arif.

Menurut Arif kebanyakan bus tuyul di Kulon Progo sekarang sudah tidak digunakan untuk angkutan umum, melainkan jadi kendaraan carteran. "Kalau dulu beroperasi sesuai trayek, sekarang kami lihat banyak bus engkel yang dicarter, biasanya sih buat nganter orang nikahan di kampung-kampung," ucapnya.

Arif mengatakan fenomena ini tidak hanya terjadi di Kulon Progo, tetapi juga di banyak daerah yang terdapat bus tuyul. Pihaknya sudah berupaya agar bus tuyul dapat beroperasi dan kembali ke masa jayanya, tapi hal itu sukar terwujud.

"Setiap tahun sebenarnya kami ada pertemuan rutin dengan teman-teman armada bus ini, kita cari solusi bersama terkait persoalan ini, tapi memang sulit. Namun kami masih berupaya gimana agar bus tuyul bisa tetap jalan," ujarnya.

Kisah Kenangan Penumpang Bus Tuyul

Kejayaan bus tuyul di Kulon Progo masih terpatri di ingatan Hafit Yudi Suprobo (28). Masa kecilnya dulu begitu lekat dengan transportasi darat ini. "Saya pertama kali naik bus tuyul itu sekitar tahun 2005," ucap Hafit kepada detikJateng, Jumat (14/1/2022)

Hafit mengaku punya kenangan tersendiri dengan bus tuyul. Ia teringat saat pertama kali naik bus ini untuk membeli konsol game impiannya.

"Waktu itu saya beli PS untuk pertama kalinya ke salah satu mall di Malioboro dengan naik bus tuyul ini. Saya dari rumah Simbah di Nanggulan, terus naik di dekat terminal Sentolo. Nah di dalam bus itu benar-benar ramai, kebanyakan adalah pedagang pasar, jadi bisa dibayangkan itu gimana rasanya," ujarnya terkekeh.

Meski harus berdesak-desakan dan merasakan sensasi panas selama dalam perjalanan, Hafit mengaku tak mempersoalkan hal itu. Sebab menurutnya suasana itulah yang jadi kenangan yang tak terlupakan hingga saat ini.

"Itu selalu saya ingat, dan kadang yang itu pengin lagi bisa naik bus tuyul, cuma ya sekarang susah nemuinnya," ujarnya

Saat ini Hafit sudah tidak lagi menggunakan transportasi umum tersebut. Ia memilih menggunakan kendaraan bermotor karena dinilai lebih cepat dan efisien.

"Kalau kemana-mana sekarang saya pakai motor sendiri sih," pungkasnya.

(sip/ams)


Hide Ads