Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Jawa Tengah (Jateng) menggelar program "Jateng Halal Foodcamp 2024". Kegiatan tersebut selaras dengan komitmen BI mendukung program ketahanan pangan dan mengembangkan industri syariah.
Kegiatan yang digelar pada 20-21 November 2024 ini merupakan rangkaian acara talkshow dan bootcamp. Acara dibuka dengan talkshow bertajuk "Kuliner Kreatif Masa Kini: Inovasi, Peluang Usaha, dan Tantangan ke Depan".
Talkshow ini menggandeng narasumber ahli kuliner, praktisi UMKM sekaligus pemilik Mil's Kitchen, Chef Mili Hendratno; pengusaha Askan Setiabudi, CI, CHt; dan pemilik Superoti, Ismayati. Pesertanya sejumlah 150 orang dari SMK jurusan Tata Boga, santri pondok pesantren, dan UMKM kuliner di Jateng.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Tengah, Ndari Surjaningsih, menyampaikan lewat acara ini pihaknya berupaya memberi edukasi ke publik terkait bahan makanan yang halal. Selain itu memantik kreasi makanan halal menggunakan produk olahan komoditas pangan.
"Jadi sebenarnya ini nge-hit (membidik) dua hal, yang pertama tadi terkait pengendalian inflasi sosialisasi penggunaan produk untuk ikut, sebagai satu kontribusi, bagi pelaku usaha, mengembalikan harga bahan pokok," kata Surjaningsih dalam keterangan tertulisnya, Rabu (20/11/2024).
"Yang kedua adalah untuk mengembangkan UMKM yang halal sehingga ini bisa diterima oleh semua orang, dan diharapkan juga bisa memperkuat rantai halal value chain yang dalam rangka pengembangan ekonomi syariah," lanjutnya.
Dalam kegiatan ini, para peserta diajak memanfaatkan dan mengolah produk turunan komoditas penyumbang inflasi seperti cabai dan bawang merah. Dia lalu mencontohkan komoditas cabai kering yang bisa bertahan hingga setahun.
"Kalau cabai kering itu dikeringkan sedemikian rupa seperti dengan sinar matahari atau proses yang lebih canggih sehingga dia bisa bertahan paling tidak bisa sampai setahun," ujar dia.
Cabai dan bawang merah merupakan komoditas musiman yang berdampak terhadap naik dan turunnya inflasi. Oleh karena itu, menurut Surjaningsih, harga komoditas tersebut perlu untuk distabilkan.
"Nah, tentu yang bagus adalah harganya distabilkan, tidak terlalu bergejolak. Salah satu caranya adalah ketika sedang panen itu kan harga memang sedang turun. Itu justru ada permintaan supaya ini bisa diolah sedemikian rupa sehingga ini bisa lebih awet," terangnya.
Melalui pengolahan komoditas itu, diharapkan produk bisa digunakan dalam rentang waktu yang panjang. Dengan begitu inflasi bisa terkontrol.
"Itu nanti bisa digunakan sepanjang waktu termasuk ketika harga cabai itu sedang naik. harga bisa lebih flat, tidak bergejolak," jelas Surjaningsih.
Sementara itu, Chef Mili Hendratno menyebut penggunaan cabai kering ataupun pasta bawang merah tidak berpengaruh kepada rasa. Dia pun menilai produk olahan ini lebih efisien.
"Kalau untuk pengaruh rasa yang pasti tidak ada karena bahannya sama. Cuma ini lebih ke arah efisiensi dan penyimpanan," kata Mili.
Mili menyebut dengan cabai kering dan pasta bawang merah ini harganya lebih stabil dan murah. Sebab, tidak terpengaruh dengan inflasi.
"Itu harusnya bisa lebih stabil, bisa lebih murah dan tidak mengikuti harga misalnya harga cabai mahal, ini tidak mengikuti. Jadi kita bisa sustain, berkelanjutan," ucapnya.
Di lokasi yang sama, Askan menyebut kreativitas merupakan kunci penting dalam berbisnis. Oleh karenanya dibutuhkan inovasi produk untuk menggaet pelanggan.
"Kreativitas itu penting dalam bisnis karena setiap bisnis punya masa. Hanya kreativitas yang bisa memperpanjang usianya," ujar dia.
"Kali ini, bekerja sama dengan pelaku UMKM dan konsultan bisnis mencoba berinovasi dengan cabai kering sama pasta bawang merah. Harapannya, inovasi ini membuat para pebisnis tidak mati langkah karena hampir semua orang Indonesia suka cabai, suka pedas," pungkasnya.
(ams/afn)