Sentra kerajinan logam di Desa Hadipolo Kecamatan Jekulo, Kabupaten Kudus, tetap eksis hingga sekarang. Mereka kini bahkan merambah pasar online.
Pantauan detikJateng di lokasi memang sebagian warga bekerja menjadi pandai besi. Mereka tengah sibuk membuat alat, seperti pisau hingga bendo atau parang.
Ketua UMKM Logam Kudus Sahri Badlowi mengatakan, konon daerahnya merupakan cikal bakal sentra pembuatan senjata oleh Empu Tingal. Diceritakan Empu Tingal seorang murid Sunan Muria yang pandai membuat senjata tajam. Senjatanya buatan Empu Tingal yang digunakan oleh prajurit di Kerajaan Demak.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Itu ceritanya diboyong dari Kerajaan Majapahit yang sudah runtuh, dan pembuat senjata diboyong ke Demak. Dijadikan lokasi yang tepat memang di Bareng, Desa Hadipolo itu. Ada makam sesepuh namanya Empu Tingal," kata Sahri kepada detikJateng di lokasi, Rabu (27/3/2024).
Dari cerita itulah kata dia sampai sekarang banyak perajin logam atau pandai besi di Dukuh Mbareng Desa Hadipolo. Dia mencatat ada 200 perajin logam yang masih eksis sampai sekarang ini. Mereka membuka produksi logam di rumah-rumah.
"Ini perajin Dukuh Bareng hanya sekitar 250-an, dulu pernah menjadi 500. Ini karena ekonomi belum stabil, mereka alih profesi seperti jadi tukang bangunan, atau menjadi tukang asongan," ungkapnya.
Para perajin logam memiliki 2-3 pekerja. Mereka setiap hari memproduksi berbagai alat yang terbuat dari jenis logam. Seperti membuat pisau, alat bangunan, alat pertanian, cangkul, sabit, bendo, pisau, dan sekop.
Di tengah persaingan yang serba modern, kata dia, para perajin selalu melakukan inovasi. Pemasaran pun dilakukan secara tradisional hingga online. Termasuk menjalin kerja sama dengan berbagai pihak swasta.
"Sudah semua, konvensional masuk pasar sudah. Pokoknya kerja sama sudah. Masuk supermarket semua," ujarnya.
Harga yang dipatok pun terbilang murah mulai dari Rp 10 ribu sampai ratusan ribu, tergantung jenis logam yang dipesan.
"Seperti sebelum Pemilu itu ada puluhan ribu pisau suvenir itu juga lumayan, (juga) kerja sama membuat suvenir pernikahan," ujarnya.
Selain itu agar usaha mereka tetap berjalan, kata Sahri perajin juga menggunakan kredit usaha rakyat. Seperti dirinya sempat menggunakan kredit usaha rakyat dari Rp 25 juta sampai Rp 30 juta.
"Kalau kami terbantu dengan adanya KUR dari BRI, memberikan pinjaman bunga sangat rendah. Kita untuk mengangsur ringan. Pertama Rp 50 juta, terus ada Rp 25 juta, terakhir ini Rp 25 juta," ujarnya.
Sahri berharap agar ke depan hasil kerajinan logam tetap diburu pembeli. Sehingga eksistensi perajin tetap ada. "Ya kita harus berinovasi untuk terus eksis di tengah persaingan di zaman modern seperti sekarang," pungkas Sahri.
(aku/cln)