Sulkan (66) menjadi satu-satunya pande besi tradisional yang tetap eksis di Desa Watesumpak, Trowulan, Mojokerto. Ia mampu bertahan selama 53 tahun sebab selalu menjaga kualitas produk warisan leluhurnya.
Sulkan menjadi pande besi sejak 1971. Di usianya yang baru 13 tahun, pria kelahiran 1958 ini belajar ke para pande besi di Dusun Jatisumber. Termasuk kepada mendiang bapaknya. Sebab pada masa itu, terdapat sekitar 50 pande besi di kampung ini.
"Keterampilan warisan nenek moyang, turun temurun. Kakek dan bapak saya dulu juga pande besi. Setelah meninggal, saya teruskan daripada cari kerjaan ke sana ke mari," ujarnya kepada wartawan di tempat usahanya, Selasa (14/1/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kini, Sulkan satu-satunya pande besi tradisional yang masih bertahan di Desa Watesumpak. Padahal tahun 1970-1990an, kampung ini terkenal sebagai gudangnya pande besi. Produk mereka dipasarkan mulai dari Jatim, hingga Kalimantan dan Sumatera.
"Dulu ada 50 pande besi di Jatisumber. Berkurang sedikit demi sedikit karena anak-anak muda memilih menjadi pemahat patung yang memang penghasilannya lebih banyak," ungkapnya.
Ya, Desa Watesumpak sarat akan pemahat patung berbahan batu andesit. Termasuk di Dusun Jatisumber. Meski begitu, Sulkan enggan berpaling dari pande besi. Tekadnya teguh mempertahankan profesi dan keterampilan yang diwariskan para leluhurnya.
Setiap harinya, bapak 3 anak ini dibantu adi kandungnya, Suyopo (55) dan keponakannya, Jumain (35). Di bengkel yang sangat sederhana ini, mereka bahu membahu menempa baja dan besi menjadi aneka alat pertanian. Seperti sabit, bendo, parang, pedang, cangkul, pisau dan pahat.
Sulkan mempertahankan warisan para leluhurnya di bidang pande besi. Baik urusan kualitas produk maupun dalam teknik produksi. Sehingga alat-alat pertanian buatannya masih diminati masyarakat luas.
"Pande lainnya memilih cepat dengan membentuk baja. Sehingga kualitasnya kalah dengan bikinan saya karena mereka tidak bisa melebur besi dengan baja. Kami lebur besi dan baja sehingga hasilnya lebih tajam dan kuat," jelasnya.
Di usianya yang senja, Sulkan masih mampu bekerja di bengkelnya mulai pukul 08.00 sampai 14.00 WIB. Setelahnya, ia merawat sawahnya. Terbesit dalam benaknya untuk berhenti. Namun, ia ingin mewariskan keterampilan ini kepada Jumain yang pada tahap belajar.
"Harapannya dilanjutkan keponakan. Bapaknya dulu ikut saya (Menjadi pande besi), tapi sudah meninggal," tandasnya.
(irb/fat)