Jaksa Agung Nilai Praperadilan Belum Efektif Cegah Kesewenang-wenangan

Jaksa Agung Nilai Praperadilan Belum Efektif Cegah Kesewenang-wenangan

Angling Adhitya Purbaya - detikJateng
Kamis, 24 Jul 2025 19:18 WIB
Jaksa Agung Republik Indonesia, ST Burhanuddin saat mengisi acara seminar nasional secara daring di Fakultas Hukum Undip, Semarang, Kamis (24/7/2025).
Jaksa Agung Republik Indonesia, ST Burhanuddin saat mengisi acara seminar nasional secara daring di Fakultas Hukum Undip, Semarang, Kamis (24/7/2025). Foto: Angling Adhitya Purbaya/detikJateng
Semarang -

Jaksa Agung Republik Indonesia, ST Burhanuddin, berharap pembaruan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) bisa mencegah kesewenang-wenangan dalam proses hukum pidana. Hal itu untuk memperkuat perlindungan hak asasi manusia.

Hal itu diungkap Burhanuddin saat menjadi pembicara kunci yang dilakukan daring dalam Seminar Nasional bertema Menyongsong Pembaharuan KUHAP melalui Penguatan Peran Kejaksaan dalam Mewujudkan Integralitas Sistem Peradilan Pidana Indonesia di Gedung Purwahid Patrik, Fakultas Hukum (FH) Undip Tembalang, Kota Semarang.

Jaksa Agung menyebut bahwa mekanisme pengawasan terhadap tindakan upaya paksa antara lain dalam penangkapan, penahanan, dan penyadapan masih bergantung pada jalur praperadilan. Hal itu dinilai belum cukup efektif sebagai kontrol atas penyimpangan wewenang.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Mekanisme pengawasan terhadap upaya paksa, seperti penangkapan, penyadapan, maupun penahanan, saat ini hanya bisa dilakukan melalui mekanisme praperadilan yang dinilai masih belum efektif dalam mencegah kesewenang-wenangan," kata Burhanuddin dalam seminar tersebut, Kamis (24/7/2025).

Lebih lanjut dia menilai praperadilan kebanyakan hanya bisa diakses dengan orang-orang yang mampu secara finansial. Sehingga kelompok rentan belum mendapatkan perlindungan yang memadai.

ADVERTISEMENT

"Upaya praperadilan cenderung hanya dapat diakses oleh mereka yang mampu secara finansial, meninggalkan kelompok rentan tanpa perlindungan memadai," jelas Burhanuddin.

"KUHAP yang ada sekarang masih terlalu menekankan pendekatan represif, dan belum mampu menjamin perlindungan menyeluruh terhadap hak-hak tersangka maupun terdakwa," imbuhnya.

Ia menilai pembaruan KUHAP tidak hanya pada perubahan norma namun juga mencerminkan nilai-nilai sistem peradilan yang lebih humanis, inklusif, dan adaptif terhadap perkembangan zaman. Selain itu dia juga menyoroti masih ada koordinasi antara penyidik dan penuntut umum yang lemah dalam proses penyidikan yang kerap berujung pada pelanggaran prosedur, dan pada akhirnya menggagalkan pembuktian di pengadilan.

"Relasi antarpenegak hukum perlu ditata ulang untuk menciptakan sistem yang sehat dan seimbang," tegasnya.

Sementara itu Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah, Hendro Dewanto mengatakan selama ini penggunaan diksi "koordinasi" dalam hubungan antara penyidik dan jaksa masih terlalu longgar. Maka ia berharap KUHAP bisa memuat prinsip kerja penegak hukum yang lebih tegas dan struktural.

"Dalam hukum acara pidana yang bersifat lex scripta, lex certa, dan lex stricta, penggunaan istilah 'koordinasi' tidak tepat. Sudah waktunya kita memikirkan pendekatan integralistik, sebagaimana pernah dikemukakan para pemikir hukum besar seperti Soepomo, Barda Nawawi Arief, hingga Romli Atmasasmita," jelas Hendro.

Menurutnya peradilan pidana tidak menjadi ajang persaingan antarlembaga dan tidak dibangun berdasarkan ego sektoral antarpenegak hukum.

"Peradilan pidana tidak boleh menjadi ajang persaingan antarlembaga. Kita butuh semangat kolaboratif untuk mewujudkan sistem yang benar-benar bekerja bagi rakyat," jelas Hendro.

"Jawa Tengah siap menjadi laboratorium pembaruan KUHAP. Kami tidak ingin hanya menjadi pengamat, tetapi pelaku aktif perubahan," imbuhnya.

Untuk diketahui, dalam seminar tersebut sejumlah narasumber lain yang hadir yaitu Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Asep N Mulyana, Rektor Undip Prof. Suharnomo, Dekan Fakultas Hukum Undip Prof. Retno Saraswati, Guru Besar FH Undip Prof. Pujiyono, serta Ketua Komisi Kejaksaan RI Prof. Pujiono Suwadi.




(afn/apu)


Hide Ads