Suami Mantan Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu, Alwin Basri, dicecar Jaksa Penuntut Umum (JPU) terkait perolehan barang bukti yang disita penyidik KPK. Ada 17 jam tangan Rolex hingga uang euro yang disita dari Alwin.
Alwin diperiksa dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Gatot Sarwadi di Pengadilan Tipikor, Kecamatan Semarang Barat. Jaksa Rio Vernika memperlihatkan beberapa gepok uang rupiah dan euro. Ia menanyakan dari mana Alwin memperoleh uang tersebut.
"Ini 4.460. Uang pecahan Rp 100.000. Saudara, bisa jelaskan nggak ini terkait uang apa, Pak? Karena ini untuk menentukan status barang bukti perkara ini," tanya Rio di Pengadilan Tipikor, Rabu (23/7/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Alwin pun mengaku uang miliaran rupiah dan pecahan euro yang ditemukan penyidik KPK di rumahnya adalah hasil dari menabung sendiri selama lima tahun terakhir.
"Dalam sebulan saya nyelengi Rp 50 juta, setahun berarti saya punya uang Rp 600 juta. Terus terang dalam lima tahun saya punya celengan Rp 3 miliar," kata Alwin menjawab pertanyaan jaksa.
Tak hanya rupiah, penyidik juga menemukan pecahan uang asing berupa euro. Alwin berdalih, uang euro itu disiapkan untuk rencana pribadi ke luar negeri.
"Saya ada pikiran akhir Juli 2024 mau ke Olimpiade di Prancis. Saya nyelengi duit kalau-kalau ada gini," ujarnya.
Rio mengatakan, terdapat total 9.650 euro dalam berbagai pecahan. Ia kemudian menanyakan dari mana Alwin mendapatkan pecahan euro tersebut.
"Dapat dari mana? Pernah saudara mengeluarkan di suatu money changer terkait uang ini? Siapa nama temannya? Sebut saja," tanya Rio.
Alwin menjawab, uang itu didapat dari seorang teman. Mulanya ia tak mau mengungkap nama teman tersebut. Namun usai didesak Jaksa dan Hakim, ia menyebut nama Budi, tetapi ia mengaku lupa pekerjaan dan alamat lengkap Budi.
"Tidak pernah (menukar di money changer). Saya dapat dari teman. Budi. (Pekerjaannya?) Lupa. (Alamatnya?) Lupa," ujar Alwin.
Rio kemudian kembali memperlihatkan beberapa gepok uang rupiah. Ia mengatakan, penyidik KPK menyita 4.500 lembar uang pecahan Rp 100 ribu dan 1.000 lembar uang Rp 50 ribu.
Rio lantas bertanya kepada Ita apakah dirinya mengetahui uang-uang yang disita dari Alwin di rumahnya itu. Ita mengaku tak mengetahuinya karena kamar penyimpanan uang itu terpisah dengan kamarnya.
"Nggak tahu. Itu kan berbeda tempat. Kamarnya berbeda. Saya nggak tahu karena dikunci, saya nggak tahu," ujar Ita.
Selain uang, Rio juga menyita 17 jam tangan mewah dari kediamannya. Ia menunjukkan sampel foto dua jam bermerek Rolex dari total 17 jam yang disita. Alwin mengaku jam-jam itu miliknya, tapi sebagian besar bukan asli.
"Dari 17 jam itu, yang palsu 14. Ini biar tahu semua," kata Alwin.
Rio menyebut salah satu jam yang dicek keasliannya adalah Rolex Yacht Master Alwin menyebut jam itu diberikan seseorang sekitar tahun 2014. Satu jam lainnya, Rolex Submariner, ditaksir jaksa senilai Rp 80 juta.
"Saya beli tahun berapa lupa, pokoknya harganya Rp 55 juta," ucapnya.
Meskipun jam-jam itu bernilai mahal, Alwin mengakui tidak pernah melaporkannya dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Ia berdalih tidak memahami kewajiban tersebut.
"Memang tidak saya laporkan. Karena saya kurang begitu mengerti," ujarnya.
Alwin juga mengaku uang-uang yang disita penyidik di rumahnya dan Ita itu tidak pernah dilaporkannya ke LHKPN. Menanggapi pertanyaan jaksa yang terus menyoroti laporan kekayaan, tim penasihat hukum Alwin sempat menyampaikan keberatan.
"Berkaitan dengan LHKPN tidak termasuk dalam surat dakwaan ini. Kemudian sanksi pejabat negara yang tidak melaporkan itu sanksi administrasi," kata penasihat hukum, Erna.
Ketua Majelis Hakim Gatot Sarwadi juga sempat kembali bertanya kepada Ita apakah Ita mengetahui uang itu. Ita kembali menjawab dirinya tak tahu.
"(Betul nggak tau uang yang tadi?) Iya, berpisah. (Kamarnya juga berbeda? kamarnya dikunci?) Rahasia rumah tangga," ujar Ita yang langsung disambut tawa para hadirin.
Baca selengkapnya di halaman berikut.
Sebelumnya diberitakan, Mbak Ita dan Alwin didakwa menerima gratifikasi dengan total Rp 2,24 miliar, yang juga diterima Martono. Uang itu merupakan pekerjaan proyek di 16 kecamatan di Kota Semarang yang dilakukan melalui penunjukan langsung.
"Jumlah keseluruhan Rp 2,24 miliar dengan rincian Terdakwa I dan Terdakwa II menerima Rp 2 miliar dan Martono menerima Rp 245 juta," kata JPU dari KPK, Rio Vernika Putra di Pengadilan Tipikor Semarang, Kecamatan Semarang Barat, Senin (21/4/2025).
"(Uang Rp 2,24 miliar) dari Suwarno, Gatot Sunarto, Ade Bhakti, Hening Kirono, Siswoyo, Sapta Marnugroho, Eny Setyawati, Zulfigar, Ari Hidayat, dan Damsrin," imbuh dia.
Selain itu, Mbak Ita dan Alwin pun didakwa menerima suap dari proyek pengadaan barang dan jasa senilai Rp 3,75 serta didakwa memotong pembayaran kepada pegawai negeri senilai Rp 3 miliar.
Total, Mbak Ita dan Alwin menerima uang suap dan gratifikasi dengan total kurang lebih Rp 9 miliar. Atas perbuatannya, kedua terdakwa dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 11, dan Pasal 12 huruf f, dan Pasal 12 huruf B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.