Dekan Fakultas Hukum Universitas Islam Malang (Unisma), Dr Arfan Kaimudin, SH, MH menyerukan pentingnya reformasi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Dia berharap KUHAP mampu memperkuat pembagian fungsi dan kewenangan lembaga penegak hukum.
Menurut Dr Arfan, sistem peradilan pidana Indonesia akan jauh lebih efektif jika masing-masing aparat penegak hukum menjalankan peran secara proporsional sesuai mandat konstitusional dan undang-undang.
"Polri harus konsisten pada fungsi penyelidikan dan penyidikan, kejaksaan fokus pada penuntutan, dan lembaga peradilan menjalankan fungsi pengadilan. Jangan sampai ada tumpang tindih kewenangan, karena itu justru melemahkan proses penegakan hukum," tegasnya, Jumat (9/5/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Poin utama yang disampaikan Dr. Arfan adalah pentingnya rekonstruksi peran kelembagaan dalam tahap pra-ajudikasi, yakni fase awal dalam proses peradilan pidana. Tahap ini meliputi penyelidikan dan penyidikan oleh Kepolisian, serta penuntutan oleh Kejaksaan.
Menurutnya, jika kewenangan tidak dijalankan secara konsisten dan sesuai batas fungsi, akan berdampak langsung pada kerancuan hukum dan potensi pelanggaran terhadap hak-hak tersangka maupun korban.
Dr Arfan menekankan bahwa reformasi KUHAP harus tidak hanya sebatas revisi norma, tetapi menyentuh akar praktik institusional agar terbentuk mekanisme peradilan yang adil, transparan, dan menghargai nilai-nilai HAM. Ia menilai bahwa salah satu kelemahan selama ini adalah kaburnya batas antar lembaga penegak hukum dalam praktik di lapangan.
"Prinsip keadilan akan tercapai jika tidak ada superioritas lembaga tertentu dalam proses pidana. Yang diperlukan adalah keseimbangan fungsi dan penghormatan atas ranah kewenangan masing-masing," ujar akademisi sekaligus praktisi hukum ini.
Pernyataan ini disampaikan Dr. Arfan dalam forum akademik yang membahas arah pembaruan sistem peradilan pidana nasional, seiring dengan pembahasan reformasi KUHAP yang tengah digodok oleh pemangku kebijakan.
Selain akademisi hukum, forum tersebut juga melibatkan perwakilan dari institusi Kepolisian, Kejaksaan, advokat, dan lembaga perlindungan HAM. Mereka menyoroti pentingnya penegakan hukum berbasis nilai keadilan substantif, bukan hanya pada aspek prosedural semata.
Dr. Arfan mengusulkan agar dalam pembaruan KUHAP nanti, terdapat klausul yang memperjelas batas kewenangan institusi penegak hukum di tahap pra-ajudikasi. Dengan demikian, fungsi penyelidikan dan penyidikan Polri bisa dijalankan secara profesional tanpa intervensi kewenangan pihak lain.
Ia menutup pernyataannya dengan menekankan bahwa peradilan pidana yang ideal adalah yang mampu menjamin keadilan sejak awal, bukan sekadar menghukum.
"Kejelasan fungsi dan pembagian peran adalah kunci. Jika tahap pra-ajudikasi sudah keliru, maka keadilan pada akhirnya hanya menjadi jargon tanpa makna nyata," pungkas Dr. Arfan.
(dpe/abq)