Sidang Ungkap Lomba Masak Nasi Goreng Mbak Ita Habiskan Rp 222 Juta

Sidang Ungkap Lomba Masak Nasi Goreng Mbak Ita Habiskan Rp 222 Juta

Arina Zulfa Ul Haq - detikJateng
Rabu, 09 Jul 2025 16:44 WIB
Final lomba masak nasi goreng khas Mbak Ita Semarang, Sabtu (26/8/2023)
Final lomba masak nasi goreng khas Mbak Ita Semarang, Sabtu (26/8/2023). Foto: Angling Adhitya Purbaya/detikJateng
Semarang -

Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi Mantan Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu alias Mbak Ita dan suaminya, Alwin Basri digelar hari ini. Dalam sidang itu saksi mengungkap aliran dana iuran kebersamaan pegawai Bapenda.

Dana tersebut diduga digunakan untuk lomba nasi goreng antar-kelurahan dan event Semarak Simpang Lima yang menghadirkan salah satu artis.

Sidang pemeriksaan saksi kasus Ita dan Alwin di Pengadilan Negeri (PN) Semarang, Kecamatan Semarang Barat, menghadirkan event organizer, Anton Setyawan. Ia disebut diminta Kabid Bapenda Binawan menangani dua kegiatan tersebut.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Bagian saya hanya menggambar layout dan kebutuhan untuk produksinya, semacam kayak tratag (tenda), meja, kursi, saya yang membantu untuk menatakannya semuanya," kata Anton dalam persidangan, Rabu (8/7/2025).

Anton mengaku, dirinya juga diminta mencarikan bintang tamu untuk acara Semarak Simpang Lima. Awalnya, ia sempat menawarkan Happy Asmara sebagai bintang tamu, tetapi ditolak.

ADVERTISEMENT

"Ada beberapa talent yang saya coba tawarkan, saya carikan, ada Happy Asmara tetapi Pak Binawan menyampaikan tidak ACC, yang tidak ACC Bu Wali dan Pak Alwin," jelasnya.

Jaksa Penuntut Umum (JPU), Rio Vernika lantas membacakan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) milik Anton guna memastikan kebenarannya.

"Saya awalnya coba hubungi manajemen NDX AKA, tapi ternyata jadwalnya penuh. Kemudian saya menawarkan untuk mengundang Happy Asmara. Tapi saat dibahas di rapat tidak disetujui oleh Bu Hevearita Gunaryanti Rahayu," ungkap Rio.

"Selanjutnya dalam rapat disetujui Denny Caknan yang akan menjadi artis dalam acara ini, kemudian selanjutnya saya berkoordinasi dengan manajemen. Benar ya?," lanjut jaksa yang kemudian dibenarkan Anton.

Namun, Anton menyebut dirinya tak mengikuti rapat koordinasi. Rapat koordinasi hanya diikuti pejabat Bapenda Kota Semarang. Ketua Majelis Hakim, Gatot Sarwadi lantas bertanya apakah dirinya pernah diberi uang Rp 161 juta.

"(Rp 161 juta) Itu yang untuk Denny Caknan," ungkap Anton.

Saksi Kepala Bidang Pendataan dan Pendaftaran Pajak Daerah Bapenda Kota Semarang, Binawan, juga menyebut uang iuran kebersamaan pegawai Bapenda Kota Semarang juga digunakan untuk membiayai hadiah dalam acara Lomba Nasi Goreng.

"Itu kegiatan PKK, mengadakan kegiatan tersebut dari iuran kebersamaan Rp 222 juta untuk hadiah," jelasnya.

Sementara saksi Eko Setyawati yang merupakan pengurus PKK Kota Semarang, juga bersaksi bahwa ia menerima dana untuk membagikan hadiah lomba nasi goreng.

"Juara umum Rp 22,5 juta, juara satu Rp 20 juta, juara dua Rp 15 juta, juara tiga Rp 10 juta, juara harapan satu Rp 5 juta, juara harapan 2 Rp 4 juta, dan juara harapan 3 Rp 3 juta," jelasnya.

Sasa, sapaan akrabnya, mengaku tak pernah tahu sumber dana secara rinci dan tidak mengenal para penyumbang. Ia juga membenarkan tidak ada tanda terima saat ia menerima uang dan ia hanya menyimpan bukti berupa foto.

Sementara itu, Kuasa Hukum Terdakwa, Agus Nurudin bertanya kepada para saksi apakah ada saksi yang secara langsung memberikan uang kepada Mbak Ita maupun suaminya, Alwin Basri.

"Tidak ada," jawab Anton dan Sasa saat ditanya.

Sebelumnya diberitakan, JPU dari KPK, Rio Vernika mengungkap adanya uang 'iuran kebersamaan' dari pegawai Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Semarang untuk Mbak Ita dan Alwin. Uang itu berasal dari insentif pemungutan pajak.

"Terdakwa sebagai Plt Walkot Semarang maupun Walkot Semarang, meminta, menerima, atau memotong pembayaran kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara atau kepada kas umum yaitu menerima pembayaran 'iuran kebersamaan'," kata Rio dalam sidang di Tipikor Semarang, Senin (21/4/2025).

Ia menjelaskan, Mbak Ita dan suaminya didakwa memotong pembayaran kepada pegawai negeri yang bersumber dari insentif pemungutan pajak dan tambahan penghasilan bagi pegawai ASN Pemkot Semarang.

"Dengan total keseluruhan Rp 3 miliar dengan rincian Terdakwa I menerima Rp 1,8 miliar dan Terdakwa II menerima Rp 1,2 miliar atau setidaknya sekitar jumlah itu," ungkapnya.

Adapun, uang insentif pemungutan pajak dan tambahan penghasilan itu sendiri merupakan penyisihan pendapatan para pegawai Bapenda Kota Semarang yang disebut sebagai 'iuran kebersamaan'. Awalnya, iuran itu akan digunakan untuk kebutuhan nonformal seperti kegiatan Dharma Wanita, rekreasi, bingkisan hari raya, hingga pembelian seragam batik.

Permintaan penyisihan uang iuran kebersamaan yang disampaikan Mbak Ita kemudian disepakati para kepala bidang di Bapenda dan direalisasikan. Uang sebesar Rp 300 juta diserahkan langsung ke ruang kerja Mbak Ita pada akhir Desember 2022.

Kejadian serupa kembali terjadi pada triwulan berikutnya. Pada Maret dan April 2023, Mbak Ita kembali menandatangani SK insentif dengan imbalan Rp 300 juta dari dana 'iuran kebersamaan'.

"Januari 2024, Indriyasari yang menghadap untuk menyerahkan uang, namun Terdakwa I menyampaikan kalimat 'ngko sik' (nanti dulu) yang maksudnya ditunda dulu penyerahan uang kepada Terdakwa I dan Terdakwa II karena ada informasi KPK sedang mengadakan penyelidikan di Kota Semarang," paparnya.




(ahr/afn)


Hide Ads