'Iuran Kebersamaan' Miliaran Dibungkus Kertas Kado Diserahkan ke Mbak Ita

'Iuran Kebersamaan' Miliaran Dibungkus Kertas Kado Diserahkan ke Mbak Ita

Arina Zulfa Ul Haq - detikJateng
Senin, 07 Jul 2025 13:38 WIB
Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi eks Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu dan suaminya, Alwin Basri, di Pengadilan Tipikor Semarang, Rabu (7/7/2025).
Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi eks Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu dan suaminya, Alwin Basri, di Pengadilan Tipikor Semarang, Rabu (7/7/2025). Foto: Arina Zulfa Ul Haq/detikJateng
Semarang -

Sidang kasus dugaan korupsi eks Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu alias Mbak Ita dan suaminya, Alwin Basri menghadirkan saksi Kepala Bidang Pengawasan dan Pengembangan Bapenda Kota Semarang, Syarifah. Ia mengungkap, uang untuk Ita-Alwin disembunyikan guna menjaga nama baik.

Ia membeberkan hal itu saat menjadi saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang, Kecamatan Semarang Barat. Ia menyebut dirinya bertugas membawa hasil uang iuran kebersamaan pegawai Bapenda Kota Semarang.

Ia mengaku dari uang iuran kebersamaan itu, ia pernah memberikan uang kepada Ita dan Alwin. Sebelumnya, Syarifah mendapat perintah dari Kepala Bapenda, Indriyasari, untuk menyerahkan uang sebesar Rp 300 juta kepada Ita.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Nominalnya Rp 300 juta, berbentuk uang tunai, dibungkus pakai kertas kado. Setiap menyerahkan, saya mendampingi Bu Iin untuk menyampaikan. (Diserahkan) Di triwulan akhir Desember 2022, triwulan 1, 2, 3 di 2023. Semua nominalnya 300," kata Syarifah di Pengadilan Tipikor Semarang, Senin (7/7/2025).

Permintaan dana dari Mbak Ita disebut disampaikan dalam rapat tertutup para kepala bidang. Saat itu, para pejabat disebut kaget karena tidak ada anggaran resmi.

ADVERTISEMENT

"Saat itu kami kaget, bilang 'mau diambilkan uang dari mana, Bu?'. Kata Mbak Iin 'coba direng-reng, karena kita tidak punya uang dari APBD, coba dari iuran kebersamaan'," jelasnya.

Akhirnya, para pegawai sepakat untuk memberikan uang sebesar Rp 300 juta kepada Ita dari iuran kebersamaan. Anggaran yang awalnya direncanakan untuk piknik ke Bali pun akhirnya dialihkan ke Jogja.

Selain itu, penyerahan dana untuk Alwin Basri juga dilakukan secara berulang dan diam-diam. Nilainya bervariasi antara Rp 200 juta hingga Rp 300 juta tiap triwulan. Syarifah menyebut, semuanya berasal dari iuran kebersamaan pegawai Bapenda yang dikumpulkan setelah pencairan TPP.

"Kalau Pak Alwin Rp 200 juta, di triwulan kedua Juli Rp 200 juta, triwulan ketiga Rp 300 juta, Oktober Rp 300 juta, November Rp 300 juta, kurang lebih Rp 1 miliar," ungkapnya.

Namun, ia mengaku hal tersebut tak disampaikan kepada para pegawai yang juga berkontribusi dalam iuran kebersamaan. Hal itu hanya diketahui Kepala Bapenda dan para kabid, termasuk Syarifah.

"Tidak saya sampaikan, karena kita menjaga nama baik Bu Ita dan Pak Alwin," ujarnya.

Ketua Majelis Hakim, Gatot Sarwadi, pun langsung mencecar alasan mengapa para kabid tidak menyampaikan adanya penyerahan uang untuk Ita. Hakim bertanya apa maksud Syarifah.

"Ada maksud apa, Saudara? Takut dipindah karena nanti tidak ada TPP (Tambahan Penghasilan Pegawai)?" tanyanya yang tak mendapat jawaban dari Syarifah.

Salah satu saksi lain, Kepala Bidang Penagihan Pajak Daerah, Bambang Prihartono juga menyampaikan hal serupa. Ia mengatakan, ada kesepakatan di antara para pejabat Bapenda.

"Informasi itu hanya sampai ke kepala bidang. Saya, Bu Syarifah, Pak Binawan, Bu Iin, sepakat nggak usah disampaikan. Itu kesepakatan kami berempat," jelasnya.

Bambang mengakui dirinya sempat menolak permintaan uang untuk Mbak Ita saat pertama kali mendengar nominal Rp 300 juta. Namun akhirnya ikut menyetujui karena takut akan risiko.

"Karena bawahan, saya tidak bisa menolak itu, dan saya bisa dipindah. Sebetulnya saat itu kita sudah menyampaikan penolakan saat pertama kali saya mendengar angka Rp 300 juta untuk Bu Ita, tapi mau gimana lagi, itu sudah permintaan," ujarnya.

Sebelumnya diberitakan, JPU dari KPK, Rio Vernika mengungkap adanya uang 'iuran kebersamaan' dari pegawai Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Semarang untuk Mbak Ita dan Alwin. Uang itu berasal dari insentif pemungutan pajak.

"Terdakwa sebagai Plt Walkot Semarang maupun Walkot Semarang, meminta, menerima, atau memotong pembayaran kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara atau kepada kas umum yaitu menerima pembayaran 'iuran kebersamaan'," kata Rio dalam sidang di Tipikor Semarang, Senin (21/4/2025).

Ia menjelaskan, Mbak Ita dan suaminya didakwa memotong pembayaran kepada pegawai negeri yang bersumber dari insentif pemungutan pajak dan tambahan penghasilan bagi pegawai ASN Pemkot Semarang.

"Dengan total keseluruhan Rp 3 miliar dengan rincian Terdakwa I menerima Rp 1,8 miliar dan Terdakwa II menerima Rp 1,2 miliar atau setidaknya sekitar jumlah itu," ungkapnya.

Adapun, uang insentif pemungutan pajak dan tambahan penghasilan itu sendiri merupakan penyisihan pendapatan para pegawai Bapenda Kota Semarang yang disebut sebagai 'iuran kebersamaan'. Awalnya, iuran itu akan digunakan untuk kebutuhan nonformal seperti kegiatan Dharma Wanita, rekreasi, bingkisan hari raya, hingga pembelian seragam batik.

Permintaan penyisihan uang iuran kebersamaan yang disampaikan Mbak Ita kemudian disepakati para kepala bidang di Bapenda dan direalisasikan. Uang sebesar Rp 300 juta diserahkan langsung ke ruang kerja Mbak Ita pada akhir Desember 2022.

Kejadian serupa kembali terjadi pada triwulan berikutnya. Pada Maret dan April 2023, Mbak Ita kembali menandatangani SK insentif dengan imbalan Rp 300 juta dari dana 'iuran kebersamaan'.

"Januari 2024, Indriyasari yang menghadap untuk menyerahkan uang, namun Terdakwa I menyampaikan kalimat 'ngko sik' (nanti dulu) yang maksudnya ditunda dulu penyerahan uang kepada Terdakwa I dan Terdakwa II karena ada informasi KPK sedang mengadakan penyelidikan di Kota Semarang," paparnya.

Halaman 2 dari 2


Simak Video "Video: Walkot Semarang Buang Muka saat Ditanya soal Pemanggilan KPK"
[Gambas:Video 20detik]
(rih/apu)


Hide Ads