Curhat Korban Perdagangan Orang di Jateng: Bayar Puluhan Juta-Dideportasi

Curhat Korban Perdagangan Orang di Jateng: Bayar Puluhan Juta-Dideportasi

Afzal Nur Iman - detikJateng
Rabu, 21 Jun 2023 13:49 WIB
Korban TPPO di Mapolda Jateng, Rabu (31/6/2023). Mereka menceritakan iming-iming para pelaku TPPO yang ditangkap.
Korban TPPO di Mapolda Jateng (Foto: Afzal Nur Iman/detikJateng)
Semarang -

Polda Jawa Tengah kembali menangkap 13 tersangka kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dalam pekan ini. Total ada 32 korban dalam kasus ini. Seperti apa kisah para korban?

Salah satu korban yang menceritakan kisahnya adalah Ruslan yang berasal dari Sragen. Pengalamannya merasakan gaji tinggi di Jepang membuatnya ingin kembali berangkat menjadi pekerja migran.

"Dulu 2002 pernah ke Jepang terus 2005 pulan lagi rencana mau berangkat lagi, eh malah gini, dulu kan resmi," kata Ruslan di Mapolda Jawa Tengah, Semarang, Rabu (21/6/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Saat itu, Ruslan bekerja di pabrik pembuat makanan dan digaji Rp 120 ribu per jam. Sebenarnya, ia tahu betul sistem penyaluran tenaga kerja yang resmi dan yang ilegal.

"Kalau resmi itu kita ada pelatihan ada tes medikal kalau yang nggak resmi kan nggak ada," ujarnya.

ADVERTISEMENT

Hingga pada tahun 2018 dirinya mendengar percakapan orang terkait penyaluran tenaga kerja ke Jepang. Ruslan akhirnya tertarik dan bersedia membayar Rp 65 juta dengan janji bisa bekerja di Jepang.

"Waktu itu saya di RS terus kebetulan ada orang ngomong-ngomong soal bekerja ke luar negeri akhirnya saya ikut, uangnya Rp 65 juta," katanya.

Dia percaya akan baik-baik saja karena dijanjikan akan diantar penyalur itu hingga ke perusahaan dan asrama tempat tinggalnya di Jepang. Ternyata, ia justru ditinggal di bandara dan dideportasi oleh pemerintah Jepang.

"Alhamdulillah sudah berangkat ke Jepang tapi kedeportasi nggak bisa masuk karena tidak sesuai visa dan paspornya," katanya.

Jual Tanah gegara Iming-iming Gaji Rp 30 Juta di Australia

Nasib hampir sama dialami Andre Pradana (23). Dia menyesal memberikan Rp 90 juta, uang hasil jual tanah dan perhiasan orang tuanya kepada penyalur tenaga kerja.

Awalnya, pria asal Banyumas itu tergiur dengan tawaran kerja di Australia dengan iming-iming gaji Rp 30 juta per bulan. Tawaran itu disampaikan seorang pria yang datang ke rumahnya dan mengaku sebagai kerabat ayahnya.

"Dari sponsor ada orang yang ngasih tahu dateng ke rumah katanya sih temennya bapak saya," cerita Andre.

Selengkapnya di halaman berikut.

Peristiwa itu terjadi pada Desember 2021. Andre dan satu orang lainnya asal Banyumas tertarik dengan tawaran itu. Dia akhirnya mendaftar ke tempat penyaluran kerja yang ada di Kabupaten Subang, Jawa Barat.

Di sana, dia dijanjikan akan bekerja di perkebunan stroberi. Andre diberi pelatihan selama satu pekan bersama para korban lainnya.

"Waktu itu sekitar empat orang (mengikuti diklat) di perkebunan stroberi," ucap dia.

Kemudian secara bertahap Andre dimintai uang dengan alasan administrasi. Andre mengaku membayar total sebesar Rp 90 juta.

"Itu bertahap pertama Rp 15 juta, pertama itu alasannya untuk paspor dan lain-lain. Katanya tiga bulan terbang," tambahnya.

1,5 tahun berlalu tak kunjung berangkat ke Australia, dia mulai gelisah. Padahal dia rela keluar dari pekerjaan sebelumnya dengan harapan bisa mengubah nasib di negeri orang.

Akhirnya, Andre memilih melaporkan kasus ini kepada polisi. Dia juga sempat menjebak pelaku untuk datang ke Banyumas hingga akhirnya ditangkap.

"Saya bilang mau pindah kerjaan lain di negara lain gitu, saya pancing-pancing, jadi orangnya malah ke sini langsung ditangkap orangnya. Kebeneran orangnya malah datang," jelasnya.

Halaman 2 dari 2
(ams/aku)


Hide Ads