Terpidana Mati Merri Utami 'Ratu Heroin' Kembali Ajukan PK

Terpidana Mati Merri Utami 'Ratu Heroin' Kembali Ajukan PK

Angling Adhitya Purbaya - detikJateng
Kamis, 22 Sep 2022 18:51 WIB
Kuasa hukum terpidana mati Merri Utami dari LBHM, Aisya Humaida, di Lapas Perempuan Semarang, Kamis (22/9/2022).
Kuasa hukum terpidana mati Merri Utami dari LBHM, Aisya Humaida, di Lapas Perempuan Semarang, Kamis (22/9/2022). Foto: Angling Adhitya Purbaya/detikJateng
Semarang -

Merri Utami terpidana mati kasus narkotika yang sempat dijuluki 'ratu heroin' berupaya mengajukan peninjauan kembali (PK) kedua. Merri sudah menjalani kurungan selama 20 tahun dan grasi yang diajukan sejak tahun 2016 juga tidak kunjung ada kabar.

Pihak Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat (LBHM) hari ini mendatangi Lapas Perempuan Semarang untuk mengurus surat pengantar PK kedua karena sejak November 2021, Merri dipindah dari Nusakambangan ke Lapas Perempuan Semarang.

"Kita meminta surat pengantar untuk PK kedua," kata tim kuasa hukum dari LBHM, Aisya Humaida, di Lapas Perempuan Semarang, Kamis (22/9/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Aisya juga menegaskan tidak ada kejelasan soal nasib Merri. Pengajuan grasi yang dilakukan sejak 2016 juga tidak ada kabar. Anak Merri bahkan juga sudah menanyakan soal grasi itu ke Kantor Staf Kepresidenan (KSP).

"Sudah ke KSP bilang grasi masuk di Sekretaris Presiden. Tapi sampai sekarang tidak ada kabar," jelasnya.

ADVERTISEMENT

Disebutnya, padahal Merri sudah menjalani kurungan penjara lebih dari 20 tahun atau tepatnya 21 tahun pada November 2022 mendatang. Aisya menyebut penahanan Merri merupakan penghukuman ilegal karena dalam KUHP hukuman paling lama 20 tahun penjara.

"Meskipun MU merupakan terpidana mati yang tidak menguburkan kewenangan eksekusi mati tapi penghukuman yang dijalani melebihi dari durasi hukuman penjara, tentu patut dipertanyakan keabsahan hukuman yang dijalani MU saat ini. Terlebih penghukuman yang dialami MU menimbulkan dampak psikologis yang parah," jelas Aisya.

LBHM juga memberikan pernyataan sikap yaitu:

1. Mendorong Mahkamah Agung Republik Indonesia cq. Pengadilan Negeri Tangerang berwenang mengadili dan memberikan pertimbangan substansi secara objektif berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2017 serta mengabulkan permohonan peninjauan kembali MU yang kedua.

2. Mendesak Kejaksaan Republik Indonesia cq. Kejaksaan Tinggi Banten cq. Kejaksaan Negeri Tangerang menggunakan Pedoman Kejaksaan Nomor 1 Tahun 2021 tentang Akses Keadilan bagi Perempuan dan Anak dalam Penanganan Perkara Pidana dalam memeriksa MU di hadapan persidangan peninjauan kembali yang kedua.

3. Meminta Kementerian Hukum dan HAM cq. Lapas Perempuan Semarang memberikan bantuan teknis dan substansi terhadap permohonan peninjauan kembali MU yang kedua.

Halaman selanjutnya, perjalanan kasus Merri Utami...

Dilansir detikNews, Merri Utami, perempuan terpidana mati yang dijuluki Ratu Heroin karena kedapatan membawa 1,1 Kg heroin. Merri ditangkap pada 31 Oktober 2001 sekitar pukul 22.30 WIB di Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng. Saat itu, petugas menemukan heroin seberat 1,1 kg di dalam tas yang dibawa Merri.

Cerita bermula ketika Merri berkenalan dengan seorang warga negara Kanada bernama Jerry di McDonald's Sarinah, Jakarta Pusat. Jerry lalu mengajak Merri pergi ke Nepal pada tanggal 16 Oktober 2001 dengan tujuan liburan.

Merri berangkat ke Nepal dari Singapura dan transit di Thailand. Sementara, Jerry telah lebih dulu berangkat. Setelah beberapa waktu di Nepal, Jerry kembali ke Jakarta pada tanggal 20 Oktober 2001 dengan alasan bisnis.

Jerry meminta Merri tinggal di Nepal selama 2 minggu. Jerry sempat menelepon Merri dan mengatakan bahwa tas Merri jelek dan akan dibelikan tas baru.

Kemudian pada 31 Oktober 2001, Merri pergi ke sebuah tempat hiburan di Nepal sesuai arahan Jerry. Di tempat itu, Merri berkenalan dengan 2 orang bernama Muhammad dan Badru. Keduanya lalu memberikan sebuah tas kepada Merri.

Dengan membawa tas tersebut, Merri pun kembali ke Indonesia. Petugas yang curiga dengan Merri lalu memeriksa tasnya dan ditemukan serbuk putih yang disembunyikan di dinding tas berupa 2 bungkusan bersampul kertas karton.

Merri lantas diadili di Pengadilan Negeri Tangerang pada Mei 2002. Dia divonis hukuman mati sesuai dengan tuntutan jaksa. Merri yang tak terima lalu mengajukan banding.

Namun Pengadilan Tinggi Tangerang tetap menguatkan putusan PN Tangerang. Merri tetap ingin menghindari ujung senapan regu tembak dengan mengajukan kasasi. Lalu apa kata majelis hakim?

"Menolak permohonan kasasi dari pemohon kasasi atau terdakwa Merri Utami binti Siswandi," ucap hakim seperti dikutip dari salinan putusan kasasi dari website MA, Minggu (24/7/2016).

Putusan itu diketok pada 10 Januari 2003 oleh ketua majelis hakim German Hoediarto yang dibantu dua hakim anggota Soedarno dan Arbijoto. Putusan itu diucapkan pada sidang terbuka pada Senin, 27 Januari 2003.

Halaman 2 dari 2
(rih/ahr)


Hide Ads