Mantan Menpora Roy Suryo ditetapkan sebagai tersangka oleh pihak kepolisian. Pakar telematika asal Yogyakarta tersebut tersandung kasus meme stupa Candi Borobudur yang dimiripkan dengan gambar Presiden Joko Widodo.
"Hari ini benar sedang diperiksa di Polda Metro dengan status sebagai tersangka," ucap Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Endra Zulpan saat dihubungi detikNews, Jumat (22/7/2022).
Zulpan memaparkan ada dua laporan atas Roy Suryo yang telah naik ke tingkat penyidikan, yakni laporan Kurniawan Santoso di Polda Metro Jaya dan pelapor bernama Kevin Wu di Bareskrim Polri. Dua laporan tersebut kini dinaikkan statusnya dari penyelidikan ke penyidikan karena telah memenuhi adanya unsur pidana di dalamnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meskipun demikian, Roy Suryo juga membuat laporan terkait meme stupa yang dipersoalkan tersebut. Ada tiga akun media sosial yang disebutnya sebagai pengunggah pertama meme itu.
Hari ini Roy Suryo menjalani pemeriksaan sebagai tersangka. Pemeriksaan terhadap Roy Suryo sebagai tersangka dilakukan sejak pukul 10.30 WIB di gedung Ditreskrimsus Polda Metro Jaya.
Namun Zulpan belum memberikan kepastian apakah Roy akan langsung ditahan hari ini juga setelah pemeriksaannya sebagai tersangka.
"Nanti tunggu hasil pemeriksaan. Kalau sudah selesai diperiksa kan keputusan penyidik ditahan atau nggak. Sekarang masih menjalani pemeriksaan," kata Kombes Endra Zulpan.
Seperti diberitakan sebelumnya, Roy Suryo dilaporkan oleh perwakilan umat Buddha dan organisasi Dharmapala Nusantara atas dugaan penistaan agama terkait unggahan meme stupa Candi Borobudur yang telah diedit sedemikian rupa dimiripkan dengan gambar Presiden Jokowi.
Zulpan lebih lanjut menjelaskan bahwa Roy Suryo dijerat pelanggaran Pasal 28 ayat 2 UU ITE, Pasal 156A KUHP tentang penistaan agama, Pasal 156 A KUHP, dan Pasal 15 UU Nomor 1 tahun 1946.
Selengkapnya, Roy Suryo dijerat dengan Pasal 28 ayat (2) juncto Pasal 45A ayat (2) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan/atau Pasal 156A KUHP dan/atau Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
Bunyi Pasal 28 Ayat (2) UU ITE sebagai berikut:
"Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Pasal 45A UU ITE berbunyi:
"Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)."
Pasal 15 berbunyi:
"Barang siapa menyiarkan kabar yang tidak pasti atau kabar yang berkelebihan atau yang tidak lengkap, sedangkan ia mengerti setidak-tidaknya patut dapat menduga, bahwa kabar demikian akan atau mudah dapat menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya dua tahun."
(mbr/aku)