Mahasiswa Ajukan Judicial Review UU IKN, Ternyata Tanda Tangan Pemohon Palsu

Nasional

Mahasiswa Ajukan Judicial Review UU IKN, Ternyata Tanda Tangan Pemohon Palsu

Tim detikNews - detikJateng
Jumat, 15 Jul 2022 12:50 WIB
Cara Tanda Tangan Elektronik, Ikuti Langkah Mudah Ini Ya!
Ilustrasi (Foto: Dok. TekenAja)
Solo - Pemalsuan tanda tangan penggugat diungkap oleh majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK). Akhirnya pemohon memutuskan untuk mencabut permohonan judicial review UU Ibu Kota Negara (IKN) karena bisa berujung ke proses pidana. Siapa pelakunya?

Sejumlah mahasiswa dari Fakultas Hukum Universitas Lampung (FH Unila) mengajukan judicial review UU Ibu Kota Negara (IKN) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Mereka adalah M Yuhiqqul Haqqa Gunadi, Hurriyah Ainaa Mardiyah, Ackas Depry Aryando, Rafi Muhammad, Dea Karisna, dan Nanda Trisua Hardianto. (Sebelumnya sempat tertulis di situs MK mahasiswa penggugat berasal dari Fakultas Hukum Universitas Bandar Lampung (UBL). Informasi yang benar adalah mahasiswa penggugat berasal dari Universitas Lampung atau Unila. detikcom meminta maaf atas kesalahan penyebutan sebelumnya)

Namun majelis MK mengungkap adanya kejanggalan tanda tangan berkas. Seperti dilansir detikNews, Jumat (15/7/2022), hakim konstitusi Arief Hidayat meras perlu meminta konfirmasi terkait tanda tangan para pemohon yang ada di berkas permohonan. Arief mencurigai keaslian tanda tangan tersebut.

Semula para pemohon menjawab bahwa tanda tangan mereka asli. Mereka menegaskan tanda tangannya tersebut adalah tanda tangan digital.

Namun hakim Arief tetap mencecar dengan membandingkan tanda tangan sejumlah pemohon yang tertera di KTP berbeda dengan yang tertera di berkas permohonan. Setidaknya Arief menyebut empat tanda tangan yang berbeda yakni Dea Karisna, Nanda Trisua Hardianto, Rafi Muhammad, Ackas Depry Aryando, dan Hurriyah Ainaa Mardiyah.

"Ini bisa dilaporkan ke polisi, kena pidana, bermain-main di instansi yang resmi. Beda semua antara KTP dan permohonan," ujar hakim Arief Hidayat.

Akhirnya Hurriyah Ainaa Mardiyah menjelaskan perihal tanda tangan rekan-rekannya. Ia menyebut, dari enam pemohon, dua pemohon tidak menandatangani perbaikan permohonan tersebut. Selanjutnya pemohon meminta maaf kepada MK.

"Baik, Yang Mulia, izin menjawab. Sebelumnya mohon maaf, karena tidak semuanya tanda tangan sama dengan yang ada di KTP. Tanda tangan Dea Karisna dan Nanda Trisua itu memang sebenarnya sudah dengan atas kesepakatan dari yang bersangkutan. Karena yang bersangkutan tidak sedang berada bersama kami saat perbaikan permohonan tersebut," jelas Hurriyah.

Atas temuan itu, Arief Hidayat kemudian pilihan pemohon agar para pemohon mencabut permohonan.

"Kemudian, kalau Saudara akan mengajukan permohonan kembali, silakan mengajukan permohonan dengan tanda tangan yang asli, atau yang memalsukan dan yang dipalsukan kita urus ke kepolisian. Bagaimana? Yang Saudara mau? Jadi Anda itu mahasiswa harus tahu persis, apalagi mahasiswa fakultas hukum. Anda itu berhadapan dengan lembaga negara. Ini Mahkamah Konstitusi itu lembaga negara. Anda memalsukan tanda tangan, ini perbuatan yang tidak bisa ditolerir. Itu sesuatu hal yang tidak sepantasnya dilakukan oleh mahasiswa fakultas hukum karena itu merupakan pelanggaran hukum," kata Arief Hidayat tegas.

"Bagaimana? Kalau kita bertiga sepakat ini Anda cabut, nanti Anda kalau mau mengajukan lagi, silakan mengajukan lagi," sambung Arief Hidayat.

Para pemohon akhirnya memutuskan menyatakan siap mencabut permohonan. Selanjutnya majelis hakim meminta para pemohon secara resmi mencabut permohonan di depan persidangan dan mengajukan surat resmi untuk mencabut permohonan.

"Kami mohon maaf atas kesalahan kami dan kelalaian kami. Kami akan mencabut permohonan kami. Perkara Nomor 66/PUU-XX/2022 pada Rabu 13 Juli 2022," ujar Hurriyah selaku juru bicara para pemohon.


(mbr/sip)


Hide Ads