Menko Polhukam Mahfud Md bicara soal kejanggalan-kejanggalan dalam kasus penembakan di rumah Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo yang menewaskan Brigadir J atau Brigadir Nopriansyah Yoshua Hutabarat pada Jumat (8/7).
Brigadir Yoshua disebut tewas dalam baku tembak dengan Bharada E atau RE. Dilansir detikNews, Jumat (15/7/2022), setidaknya ada tiga kejanggalan yang jadi sorotan Mahfud Md. Apa saja?
Diungkap 3 Hari Kemudian
Mahfud menilai penanganan kasus tersebut janggal salah satunya karena baru diumumkan pada tiga hari setelah kejadian. Apalagi alasan di baliknya, kata Mahfud, karena adanya hari libur.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dalam proses penanganan sangat janggal kan, kenapa 3 hari baru diumumkan, itu satu proses penanganan. Kalau alasannya 3 hari karena hari libur, lah apakah hari libur masalah pidana itu boleh ditutup-tutupi begitu, sejak dulu nggak ada, baru sekarang orang beralasan hari Jumat libur, Hari Raya lalu diumumkan Senin, itu kan janggal bagi masyarakat, yang masuk ke saya kan begitu semua sebagai Menko Polhukam," kata Mahfud dalam wawancara khusus dengan CNNIndonesia TV, Kamis (14/7).
Mahfud mengaku banyak mendapat pertanyaan mengenai kejanggalan ini. Dia menilai kasus polisi tembak polisi ini merupakan masalah yang serius.
"Apa janggalnya? 'Ini Pak, apakah libur tidak boleh melakukan penyelesaian tindak pidana, mengumumkan?' ini kan masalah serius," katanya.
Beda Keterangan Polisi
Selanjutnya, Mahfud menilai keterangan polisi soal kasus ini yang berbeda-beda juga jadi kejanggalan lain. Dia menyoroti keterangan dari Kapolres Jakarta selatan hingga Karo Penmas Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan.
Salah satu poin dalam keterangan polisi yang disorot Mahfud yakni soal tugas Brigadir Yoshua dan Bharada E.
"Yang kedua ada juga penanganannya tidak sinkron keterangan polisi dari satu waktu ke waktu lain, dari satu tempat ke tempat lain, kan itu, misalnya Pak Ramadhan (Ahmad Ramadhan, red) itu, Pak Ramadhan beda penjelasan yang pertama dan kedua, lalu Kapolres Jakarta Selatan juga mengkonfirmasi secara agak berbeda tentang status kedua orang itu, Bharada dan Brigadir itu yang satu bilang pokoknya ditugaskan di situ, yang satu memastikan ini ajudan, ini sopir dan sebagainya, ndak jelas," tutur dia.
Selanjutnya: Keluarga sempat dilarang buka jenazah...
Jenazah Brigadir Yoshua sempat tidak boleh dibuka
Mahfud juga menyoroti soal keluarga yang sempat tak boleh melihat jenazah Brigadir Yoshua.
"Yang ketiga yang muncul di rumah duka itu tragis, oleh sebab itu ya tangisan keluarga di mana dia mengatakan jenazahnya tidak boleh dibuka, yang macam-macamlah yang sekarang viral," katanya.
Mahfud meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo membuat terang kasus ini. Mahfud ingin kasus polisi tembak polisi ini diusut secara terbuka.
"Jangan mengejar tikus, atau melindungi tikus, mengejar atau melindungi tikus itu lalu rumahnya yang dibakar, terbuka aja, cara-cara mengejar tikus itu kan sudah ada caranya, apalagi polisi sudah profesional," katanya.
Seperti diketahui kasus polisi tembak polisi yang menewaskan Brigadir Yoshua terjadi di rumah Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan (Jaksel) pada Jumat (8/7). Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah membentuk tim khusus untuk mengusut kasus ini.
"Oleh karena itu, saya telah membentuk tim khusus yang dipimpin oleh Pak Wakapolri, Pak Irwasum, kemudian ada Pak Kabareskrim, Pak Kabik (Kabaintelkam) kemudian juga ada As SDM, karena memang beberapa unsur tersebut harus kita libatkan termasuk juga fungsi dari Provos dan Paminal," kata Jenderal Sigit di Mabes Polri, Selasa (12/7).
Komnas HAM dan Kompolnas turut disertakan dalam tim khusus itu. Dia memastikan proses penyelidikan, penyidikan, hingga temuan terkait kasus itu akan disampaikan transparan dan periodik sehingga menjawab keraguan publik.