Kasus dugaan perkosaan yang dialami wanita inisial R (28) dan berbuntut pencopotan Kasat Reskrim Polres Boyolali menuai polemik. Pria yang disebut pelaku perkosaan itu, inisial GWS, buka suara.
Melalui kuasa hukumnya, Tukinu, GWS membantah telah terjadi pemerkosaan kepada R. GWS mengatakan hubungan suami istri yang terjadi di hotel di Bandungan, Kabupaten Semarang itu dilakukan atas dasar mau sama mau.
"Hubungan antara klien kami (GWS) dengan R di hotel di Bandungan itu didasari mau sama mau. Apakah itu suka sama suka, saya tidak tahu. Yang jelas mau sama mau, karena tidak adanya unsur kekerasan," kata Tukinu kepada wartawan di kantornya, Boyolali, Selasa (25/1/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat di hotel itu, jelas dia, GWS juga memberikan kebebasan kepada R. Kliennya memberikan kunci kamar sehingga R bisa leluasa keluar masuk kamar untuk membeli makanan.
Tukinu juga menyampaikan, saat perjalanan dari Polres Boyolali menuju Bandungan itu juga tidak ada unsur kekerasan seperti yang disebutkan R. Tidak ada pengancaman, juga tidak pernah mengaku sebagai anggota polisi dan menunjukkan KTA.
"Pada waktu bepergian antara klien kami dengan R, telah diduga memojokkan klien kami adanya unsur kekerasan, adanya dugaan pengakuan klien kami sebagai anggota Polda, adanya menunjukkan KTA, itu semua tidak benar," ujar Tukinu.
"Jadi sekali lagi saya tegaskan, adanya berita di media sosial yang memojokkan klien kami yang mengaku anggota Polda, disertai adanya ancaman, disertai adanya pengaduan pemerkosaan itu, sesuai fakta dan bukti maupun keterangan dari klien kami, itu tidak benar," tegasnya.
Lebih lanjut Tukinu juga menyampaikan bahwa antara GWS, R dan suami R ini sebelumnya sudah saling kenal. GWS sering ke rumah R untuk membeli minuman maupun berjudi.
"Klien kami dengan R dan suaminya ini sudah saling kenal. Mempunyai hobi yang sama, hobi judi. Sering beli minuman penghangat di sana dan judi di sana," imbuh dia.
Ditambahkan, jarak rumah GWS dengan R ini walau beda kecamatan hanya berjarak sekitar 4 km. Jadi mereka saling kenal meski tidak akrab.
Sehingga ketika mengetahui suami R ditangkap polisi, GWS esok harinya mendatangi rumah R untuk mencoba memberikan bantuan. R diajak ke Polres Boyolali untuk difasilitasi menemui suaminya dan penyidik.
"Memang betul, pagi itu klien kami dengan R, mendatangi Polres Boyolali. Sampai di Polres sekitar pukul 07.30 WIB. Saat itu di Polres sedang ada upacara. Kemudian karena R pagi itu belum istirahat, maka diajak istirahat dulu. Lalu mereka masuk jalan tol ke Bandungan," katanya.
Menurut Tukinu, sampai saat ini kliennya juga belum dipanggil Polda Jateng untuk dimintai keterangannya. Juga belum diperiksa oleh Polda.
"Kami pasif tapi kalau dimintai klarifikasi kami siap. Kami akan berikan klarifikasi yang sebenarnya. Kami siap menghadapkan klien kami ke Polda sewaktu-waktu jika dibutuhkan," kata dia.
Diberitakan sebelumnya, penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Tengah mengungkap temuan terkini terkait laporan dugaan pemerkosaan yang dialami wanita Boyolali berinisial R. Polisi menyebut tak ada unsur paksaan dan R mengubah keterangannya.
Dirreskrimum Polda Jateng Kombes Djuhandani Rahardjo Puro mengatakan dari hasil pemeriksaan sementara hari ini pelapor mengakui jika tidak ada paksaan dalam peristiwa yang menimpanya itu. Pengakuan itu berbanding terbalik dengan apa yang dilaporkannya ke polisi.
"Perkembangan hari ini yang cukup mengagetkan penyidik bahwa pelapor menyatakan atas dasar tidak ada paksaan. Tidak seperti yang disampaikan sebelumnya seperti diancam mau dibunuh dan sebagainya itu tidak ada," kata Djuhandhani saat dihubungi wartawan, Senin (24/1).
Diwawancara terpisah, pengacara R menyatakan keberatan dengan pernyataan Polda Jateng.
"Kami selaku kuasa hukum R menyatakan keberatan. Sebab dalam BAP klarifikasi hari ini tidak ada kata-kata tertulis suka sama suka, yang ada adalah kata pasrah karena takut ancaman pembunuhan oleh pelaku kepada saksi pelapor, dan menaruh harapan akan muslihat pelaku yang akan menguruskan pembebasan suaminya," kata pengacara R, Hery Hartono kepada detikJateng, Senin (24/1) malam.
Hery pun menyayangkan rilis yang dilakukan Polda Jateng. Dia pun meminta melihat kasus dugaan pemerkosaan itu dari kacamata korban.
"Bisa dipahami susana kebatinan seorang istri dengan 2 anak yang masih kecil-kecil dalam situasi yang demikian, dan kami sebagai PH saksi menyayangkan rilis humas polda terkait BAP klarifikasi hari ini," sambung dia.
Hery lalu menyinggung soal bukti rekaman CCTV di hotel Bandungan. Dia menyebut rekaman CCTV dinilai belum kuat karena tidak ada bukti suara dan belum bisa menjelaskan gamblang kondisi R yang sebenarnya pada waktu itu.
Pihaknya, kata Herry, akan berupaya menghadirkan ahli kriminal dan psikolog independen untuk menganalisa keterangan saksi pelapor. Hal ini akan dia lakukan setelah berkonsultasi dengan keluarga besar korban maupun pihak-pihak terkait yang concern terhadap perlindungan perempuan.
Untuk diketahui, kasus R menjadi heboh ketika berbuntut pencopotan AKP Eko Marudin dari jabatan sebagai Kasat Reskrim Polres Boyolali. R sebelumnya bercerita, awalnya suaminya ditangkap terkait kasus perjudian tanggal 9 Januari 2021.
Kemudian keesokan harinya muncul orang yang mengaku dari Polda Jateng mengajaknya untuk membantu suami R. Setelah itu, R mengatakan, ia dibawa ke hotel di Bandungan dan disebut ada unsur paksaan bahkan ancaman dengan pisau. Ia mengaku kabur saat pria tersebut sudah tidur.
R kemudian melapor ke Polres Boyolali, dan saat itulah AKP Eko datang dan mengucapkan hal yang melecehkannya. Dari ucapan itu, AKP Eko kemudian dicopot dari jabatannya.
(rih/sip)