Apa Arti Malam 1 Suro? Ini Sejarah dan Tradisi Sakralnya

Apa Arti Malam 1 Suro? Ini Sejarah dan Tradisi Sakralnya

Mira Rachmalia - detikJatim
Selasa, 17 Jun 2025 17:25 WIB
Tokoh pewayangan dalam pentas wayang kulit
Ilustrasi budaya Jawa. Simak arti 1 Suro. Foto: pikisuperstar/Freepik
Surabaya -

Malam 1 Suro dikenal luas sebagai malam yang penuh makna spiritual dan budaya. Perayaan ini bukan sekadar momen pergantian tahun, tetapi juga waktu yang sarat dengan nuansa sakral, perenungan, dan pelestarian tradisi leluhur.

Malam 1 Suro selalu diperingati bersamaan dengan datangnya 1 Muharram dalam kalender Hijriah, yang menandai Tahun Baru Islam. Namun, bagi masyarakat Jawa, malam ini memiliki nilai tambah sebagai awal tahun dalam kalender Jawa, yang disebut bulan Suro.

Lalu, apa sebenarnya arti malam 1 Suro? Bagaimana sejarahnya dan seperti apa tradisi serta ritual yang dilakukan? Mari simak penjelasan lengkapnya berikut ini.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pengertian Malam 1 Suro dalam Budaya Jawa

Dalam sistem penanggalan Jawa, 1 Suro adalah hari pertama pada bulan Suro, yang merupakan bulan pembuka dalam kalender Jawa yang memiliki nilai spiritual sangat tinggi. Masyarakat Jawa percaya bulan ini merupakan waktu sakral yang penuh energi magis, dan menjadi saat terbaik untuk introspeksi serta mendekatkan diri kepada Tuhan.

Secara penanggalan, malam 1 Suro dimulai setelah matahari terbenam pada hari terakhir bulan sebelumnya. Ini berbeda dengan sistem kalender Masehi yang menghitung pergantian hari pada tengah malam. Pola ini mirip dengan kalender Islam, yang juga menetapkan awal hari saat matahari terbenam.

ADVERTISEMENT

Sejarah Malam 1 Suro

Sejarah malam 1 Suro tidak bisa dilepaskan dari upaya penyelarasan antara kalender Islam dan kalender Jawa. Konon, pada masa Kerajaan Demak, Sunan Giri II memperkenalkan penanggalan Islam kepada masyarakat Jawa dengan menyesuaikan sistem kalender Hijriah ke dalam sistem lokal Jawa.

Namun, perubahan paling signifikan terjadi pada masa Sultan Agung Hanyokrokusumo, Raja Mataram Islam yang memerintah dari tahun 1613 hingga 1645. Pada 1633 Masehi (1555 Tahun Saka), Sultan Agung resmi mengadopsi kalender Islam ke dalam penanggalan Jawa.

Penanggalan Jawa pertama menetapkan 1 Suro sebagai awal tahun baru Jawa. Sejak saat itu, malam 1 Suro mulai diperingati secara luas oleh masyarakat Jawa sebagai momen spiritual dan budaya yang penting.

Tradisi dan Makna Sakral Malam 1 Suro

Perayaan malam 1 Suro dikenal sangat lekat dengan tradisi kejawen, yaitu sistem kepercayaan dan spiritualitas khas masyarakat Jawa. Berikut beberapa tradisi dan kepercayaan yang masih dijaga hingga kini.

1. Malam yang Dianggap Keramat

Malam 1 Suro diyakini sebagai malam keramat, terlebih jika bertepatan dengan Jumat Legi, salah satu kombinasi hari dan pasaran Jawa yang dianggap memiliki energi kuat. Banyak masyarakat yang meyakini malam ini menjadi waktu yang rawan untuk melakukan kegiatan di luar rumah. Oleh karena itu, sebagian besar orang memilih untuk berdiam diri, berdoa, atau melakukan tirakatan, demi keselamatan dan keberkahan hidup.

2. Kirab Budaya dan Benda Pusaka

Di berbagai daerah di Jawa seperti Solo dan Yogyakarta, malam 1 Suro dirayakan dengan kirab budaya yang megah. Misalnya, Keraton Kasunanan Surakarta rutin menggelar kirab kebo bule, yaitu arak-arakan kerbau albino keturunan Kyai Slamet yang dianggap sebagai hewan keramat dan pelindung keraton.

Sementara itu, di Keraton Yogyakarta, kirab pusaka digelar dengan menampilkan berbagai benda pusaka seperti keris, tombak, hingga gunungan yang membawa hasil bumi. Kirab ini bukan hanya menjadi tontonan budaya, tetapi juga simbol penghormatan kepada leluhur dan bentuk doa agar tahun baru membawa keberkahan.

3. Siraman atau Kungkum

Ritual mandi besar atau siraman juga menjadi bagian penting dari malam 1 Suro. Biasanya dilakukan di tempat-tempat yang dianggap keramat seperti sumber mata air, sungai, atau pemandian alam.

Masyarakat percaya bahwa air dari tempat sakral tersebut memiliki kekuatan magis yang bisa membersihkan energi negatif dari tubuh dan pikiran. Ritual ini dilakukan dengan khusyuk dan kadang disertai doa-doa tertentu agar mendapatkan kehidupan yang lebih baik di tahun yang baru.

4. Jamasan Pusaka

Ritual jamasan atau membersihkan benda pusaka seperti keris, tombak, atau senjata tradisional lainnya juga menjadi bagian dari perayaan malam 1 Suro. Proses jamasan menggunakan air kembang dan ramuan tradisional yang dipercaya bisa membersihkan diri.

Namun, tidak hanya secara fisik, tetapi juga secara spiritual. Ritual ini dianggap sebagai bentuk penghormatan terhadap warisan leluhur dan menjaga energi gaib yang dipercaya terkandung dalam benda pusaka tersebut.

5. Tirakatan dan Doa Sepanjang Malam

Tirakatan adalah kegiatan berjaga semalam suntuk yang dilakukan dengan berdoa, membaca kitab suci, zikir, atau bermeditasi. Kegiatan ini sering dilakukan di rumah, masjid, atau makam leluhur. Tujuannya adalah mendekatkan diri kepada Tuhan, memohon petunjuk, serta merenungi kehidupan yang telah dilalui.

Tirakatan juga dipercaya bisa membuka pintu rezeki dan perlindungan spiritual di tahun yang baru. Bagi sebagian orang, tirakatan malam 1 Suro menjadi kesempatan khusus untuk bertapa atau menyepi dari hiruk-pikuk dunia.

6. Kenduri atau Selametan

Ritual kenduri atau selametan menjadi penutup dari rangkaian perayaan malam 1 Suro. Masyarakat berkumpul untuk makan bersama sambil berdoa agar diberi keselamatan, rezeki lancar, dan dijauhkan dari bencana.

Makanan yang disajikan biasanya berupa tumpeng, aneka lauk, dan kue tradisional. Kegiatan ini mempererat tali silaturahmi antarwarga serta memperkuat nilai gotong royong dan kebersamaan yang telah diwariskan turun-temurun.

Dalam era modern sekalipun, peringatan malam 1 Suro tetap hidup dan berkembang, menjadi pengingat akan pentingnya menjaga harmoni antara manusia, alam, leluhur, dan Tuhan. Semoga bermanfaat.




(ihc/irb)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads