Pada malam satu Suro dipercaya ada hal-hal yang dilarang dilakukan. Hal ini diyakini oleh masyarakat Jawa akan membawa dampak buruk bagi seseorang yang melanggarnya.
Dikutip dari laman resmi Kalurahan Sedangsari, Suro adalah nama lain bulan Muharram pada penanggalan Hijriah. Sama seperti sistem penanggalan Hijriah, Suro juga menjadi bulan pertama dalam budaya Jawa. Adapun asal katanya adalah bahasa Arab "Asyura".
Dilihat dari Kalender Hijriah Indonesia Tahun 2024 terbitan Kementerian Agama, untuk 2024, 1 Suro 1958 Za' bertepatan dengan Senin, 8 Juli 2024. Dari tanggal tersebut, dapat disimpulkan bahwasanya malam 1 Suro akan jatuh pada Minggu malam, 7 Juli 2024.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lalu, apa saja larangan malam 1 Suro yang dipercaya oleh masyarakat Jawa? Di bawah ini penjelasan lengkapnya yang telah detikJateng himpun. Selamat membaca!
Larangan Malam Satu Suro
Berikut ini beberapa larangan malam satu Suro yang dikutip dari buku Misteri Bulan Suro oleh Muhammad Sholikhin dan Jurnal Buddhi Dharma bertajuk "Makna Komunikasi Ritual Masyarakat Jawa (Studi Kasus pada Tradisi Perayaan Malam Satu Suro di Keraton Yogyakarta, Keraton Surakarta, dan Pura Mangkunegaran Solo)" tulisan Galuh Kusuma Hapsari.
1. Keluar di Malam Hari
Saat malam satu Suro, masyarakat percaya bahwasanya lebih baik berdiam diri di rumah. Sebab, pada malam tersebut, orang-orang Jawa yakin dunia roh lebih aktif dan banyak makhluk halus berkeliaran. Alhasil, jika keluar, ditakutkan bisa mendapat kesialan atau pengaruh negatif.
2. Menggelar Hajatan, Pernikahan, dan Kegiatan Sejenisnya
Sejatinya, kegiatan seperti hajatan dan pernikahan ini boleh dilakukan, hanya saja, masyarakat tidak berani melakukannya. Sebab, orang Jawa-Islam percaya bahwa Suro adalah bulan paling agung dan mulia. Karena begitu mulianya bulan ini, seorang manusia dianggap tidak kuat atau terlalu lemah untuk menyelenggarakan hajatan.
Bagi masyarakat Jawa, orang yang dianggap "kuat" untuk melaksanakan hajatan hanyalah sultan atau raja. Bahkan, rakyat biasa dipercaya bisa kualat jika ikut-ikutan melaksanakan hajatan tertentu pada malam 1 Suro terkhusus dan bulan Suro pada umumnya.
Islam sendiri tidak pernah melarang umatnya untuk menikah atau menggelar hajatan di bulan Muharram atau Suro. Pun juga tiada waktu atau bulan yang dianggap kurang tepat untuk menikah.
3. Berkata Kasar atau Buruk
Ketika malam 1 Suro tiba, berkata kasar atau buruk adalah perilaku terlarang. Bila tidak diindahkan, sebagian orang Jawa percaya bahwa kata-kata jelek tersebut bisa menjelma menjadi kenyataan. Selain itu, masyarakat Jawa juga percaya adanya makhluk gaib yang keluar dan mencari manusia-manusia lalai.
4. Pindah atau Membangun Rumah
Sama seperti keluar rumah, pindah atau membangun rumah pada malam 1 Suro dipercaya bisa mendatangkan kesialan. Di samping itu, ajaran dari para leluhur untuk mengisi malam 1 Suro dengan introspeksi dan doa juga menjadi faktor lain mengapa sebagian rakyat Jawa menghindari hal ini.
5. Berbicara atau Berisik
Salah satu ritual yang digelar Keraton Yogyakarta pada malam 1 Suro adalah Tapa Bisu atau tidak berbicara. Lebih lanjut, keyakinan spiritual, penghormatan tradisi leluhur, dan juga butuhnya suasana khidmat pada malam tersebut juga menjelaskan alasan masyarakat Jawa cenderung diam atau tidak berisik pada malam 1 Suro.
Tradisi Malam 1 Suro
Selain larangan atau pantangan, ada juga sejumlah tradisi yang digelar pada malam satu Suro. Berikut ini pembahasan ringkasnya.
1. Tapa Bisu Mubeng Beteng
Dirujuk dari Jurnal Al-Iman bertajuk "Tradisi Satu Suro di Tanah Jawa dalam Perspektif Hukum Islam" oleh Risma Aryanti dan Ashif az-Zafi, tujuan dilakukannya tradisi ini adalah mawas diri terhadap satu tahun yang telah dilakukan sekaligus mengharap keselamatan dan kesejahteraan umat pada tahun mendatang.
Prosesi Tapa Bisu Mubeng Beteng adalah mengelilingi beteng (benteng) dengan diam membisu. Para abdi dalem dibarengi dengan masyarakat dan turis akan mengelilingi benteng Keraton Yogyakarta dengan jarak kurang lebih 4 kilometer dengan diam tanpa suara sedikitpun.
2. Bari'an
Bari'an adalah tradisi 1 Suro yang ada di Desa Glagahwaru, Undaan Kudus. Dalam prosesinya, masyarakat akan menyembelih kambing setiap pertigaan atau perempatan jalan. Kambing sembelihan didapat dari uang iuran warga yang telah dilakukan jauh-jauh hari.
Setelah disembelih, daging kambing dimasak dan dibagikan secara merata bersama kuah yang khas. Pembagian ini dilakukan pada kegiatan doa bersama dan tahlilan. Nantinya, setiap perwakilan kepala keluarga membawa nasi yang diletakkan di nampan dengan tutup daun pisang dan wadah tempat kuah.
Pasca doa bersama dan tahlilan, daging kambing dibawa pulang untuk dikonsumsi di rumah masing-masing. Selepas Isya, tradisi dilanjutkan dengan acara Manakiban yang hanya diikuti oleh bapak atau anak laki-laki.
3. Ngumbah Pusaka
Diringkas dari Jurnal Rihlah berjudul "Tradisi Cuci Pusaka pada Malam Satu Suro dan Gaman Bekerja di Desa Tanjung, Blimbing, Sambirejo Sragen" oleh Anita Putri Lestari dan Atiqah Sabardilah, tradisi ini adalah hal yang sangat sakral dan hanya dilakukan pada waktu tertentu saja.
Masyarakat Tanjung melakukan tradisi ini sebagai bentuk ucapan syukur kepada Allah SWT. Selain itu, juga bermaksud melestarikan budaya leluhur yang memiliki banyak makna mendalam.
Prosesi dimulai dengan menyiapkan air kelapa dan jeruk nipis yang didiamkan selama 4 sampai 5 hari dalam wadah khusus di tempat khusus pula. Nantinya, orang yang berhak mencuci pusaka hanyalah pemiliknya saja, atau, jika merupakan harta warisan, maka anak atau cucu si pemilik pusaka. Usai pusaka dicuci, benda tersebut dikembalikan ke tempat khusus disertai doa-doa tertentu.
4. Jenang Suran
Dihimpun dari laman Dinas Kebudayaan Jogja, para abdi dalem juru kunci Kasultanan Ngayogyakarta maupun Kasunanan Surakarta mengadakan Jenang Suran setiap malam 1 Suro. Tradisi ini digelar di pelataran Kompleks Makam Raja-Raja Mataram Kotagede.
Pada intinya, Jenang Suran adalah memanjatkan doa dan tahlilan di kompleks makam kerajaan. Sebelum doa dipanjatkan, para abdi dalem akan menyelenggarakan prosesi arak-arakan ubo rampe berupa jenang suran, tumpeng, hingga ingkung ayam kampung.
Selepas acara, jenang suran tersebut akan dibagikan kurang lebih sekitar 1000 porsi untuk masyarakat yang hadir. Sebagian masyarakat menganggap jenang tersebut sebagai berkah menyambut malam tahun baru Islam atau malam 1 Suro.
Nah, itulah penjelasan lengkap lima larangan malam 1 Suro dan tradisi-tradisi pada malam tersebut. Semoga menambah wawasan detikers, ya!
(par/apu)