Keraton Solo menggelar malam selikuran atau peringatan di bulan Ramadan memasuki malam ke-21. Malam selikuran dimulai dari kirab dari Keraton Solo menuju ke Kebon Rojo Sriwedari.
Dari pantauan detikJateng, rangkaian kirab dimulai dari Kori Kamandungan Keraton Solo menuju Gladak lalu dilanjutkan ke Taman Sriwedari lewat Jalan Slamet Riyadi. Perjalanan kirab malam selikuran dari Keraton Solo menuju Sriwedari sekira 3 kilometer.
Rombongan pertama dari prajurit Keraton Solo. Terlihat juga Raja Keraton Solo, Paku Buwono XIII bersama permaisuri menaiki mobil dalam rangkaian tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu, para peserta kirab juga membawa lampu ting atau lentera berwarna-warni. Lentera tersebut memiliki bentuk yang beragam dan dibuat seperti lampion.
Beberapa peserta lain membawa sebuah peti atau ancak sancaka yang di dalamnya terdapat bungkusan nasi tumpeng. Dalam tradisi itu, nasi tumpeng itu nantinya dibagikan kepada masyarakat.
Pengangeng Sasana Wilapa Keraton Solo, KPAH Dany Nur Adiningrat mengatakan rangkaian malam selikuran sama seperti tahun-tahun sebelumnya. Ia mengatakan malam selikuran merupakan tradisi tahunan dari Keraton Solo untuk menyambut 10 malam terakhir Bulan Ramadan.
"Jadi ini adalah hajat malam selikuran Keraton Solo atas dhawuh Paku Buwono XIII, seperti tahun sebelumnya di Bulan Ramadan atau Sasi Pasa kita mengadakan upacara malam selikuran," katanya ditemui di Keraton Solo, Kamis (20/3/2025).
Dany menjelaskan malam selikuran merupakan upacara Keraton Solo untuk memperingati masuknya malam 21 Ramadan. Di mana, nantinya akan memasuki malam ganjil atau malam Lailatul qadar.
"Malam selikuran adalah untuk memperingati kita sudah memasuki malam 21 Ramadan. Jadi memasuki malam ganjil, sudah memasuki malam Lailatul Qadar," ungkapnya.
Untuk rangkaiannya, dirinya menjelaskan dari Keraton Solo menuju Taman Sriwedari. Ia mengatakan ada ribuan orang yang mengikuti rangkaian malam selikuran.
![]() |
"Jadi rangkaian upacara dari Keraton Solo ke Kagungan dalem kebon Raja Sriwedari. Iringannya utusan dalem membawa tumpeng sewu dan lampu ting," paparnya.
Ia menjelaskan, tumpeng sewu bermakna sebagai simbol seribu bulan. Sedangkan lampu ting atau lentera bermakna sebagai cahaya malam seribu bulan.
"Tumpeng sewu makna seribu bulan dan ting cahaya, seperti cahaya malam seribu bulan. Jadi upacara keagamaan berbalut budaya untuk mengingatkan di malam ganjil insyaallah turun malam lailatul qadar atau malam seribu bulan seperti itu diikuti ribuan orang," jelasnya.
Ia menyebut, setibanya di Kebon Rojo Sriwedari nantinya akan ada tausiyah dari Gus Muwafiq. Dany menyebut, malam selikuran juga bermakna untuk mengingatkan semua bahwa sudah menginjak 10 malam terakhir bulan Ramadan.
"Jadi malam ini mengingatkan abdi dalem, sentana dalem, semua putra putri dalem, masyarakat Solo, Jawa, bahkan kita semua sudah menginjak ke malam 21 Ramadan, ibadahnya diperbanyak, dipertekun iktikaf di masjid, berdoa pada Allah bahwasanya semoga amal ibadah diterima dan semoga bulan Ramadan inspirasi nakhodai 11 bulan lainnya," pungkasnya.
(ahr/aku)