Malem Lilikuran, Cara Masyarakat Sunda Tandai Waktu Lailatul Qadar

Malem Lilikuran, Cara Masyarakat Sunda Tandai Waktu Lailatul Qadar

Dian Nugraha Ramdani - detikJabar
Senin, 24 Mar 2025 09:00 WIB
Ilustrasi malam Lailatul Qadar.
Ilustrasi (Foto: Istimewa/ Unsplash.com)
Bandung -

Orang Sunda punya bahasa sendiri untuk menandai Lailatul Qadar, malam istimewa yang terjadi pada sepuluh hari terakhir di bulan Ramadan. Mereka menyebutnya 'Mamaleman' atau 'Malem Lilikuran'.

Lailatul Qadar sendiri sesungguhnya adalah hal yang dirahasiakan oleh Allah SWT kapan terjadinya. Namun, beberapa keterangan menyebutkan bahwa peristiwa itu terjadi di akhir Ramadan. Pada akhir Ramadan, biasanya umat Islam menambah amal ibadah selain puasa dan salat wajib dengan i'tikaf. Beri'tikaf berarti berdiam di masjid untuk mengerjakan ibadah.

Rasulullah SAW mengajarkan i'tikaf pada sepuluh hari terakhir Ramadan. Perbuatan ini kemudian dilanjutkan oleh istri-istrinya setelah Rasulullah Muhammad SAW wafat. Orang Sunda menyebut sepuluh malam terakhir ini dengan sebutan 'Mamaleman' atau 'Malem Lilikuran'. Apa maknanya dan apa saja yang dilakukan orang Sunda pada waktu-waktu tersebut? Simak artikel ini yuk!

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pengertian Lailatul Qadar

Malam Qadar menjadi malam yang istimewa sebagaimana diinformasikan di dalam Al-Quran. Kitab suci ini bahkan punya surat tersendiri bernama Surat Al-Qadr. Mengutip Syaikh Abdullah Al-Jarullah dalam buku 'Menghidupkan 10 Malam Terakhir Ramadhan', Lailatul Qadar adalah waktu ditetapkannya segala ketetapan seperti ajal dan rezeki.

"Malam itu dinamakan Lailatul Qadar karena keagungan nilainya dan keutamaannya di sisi Allah Ta 'ala. Juga, karena pada saat itu ditentukan ajal, rizki, dan lainnya selama satu tahun, sebagaimana firman Allah: "Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah." (Ad-Dukhaan: 4)," tulisnya.

ADVERTISEMENT

Pada Malam Qadar juga diturunkan Al-Quran. "Dan tahukah engkau apakah Lailatul Qadar itu? Yaitu malam yang lebih baik dari seribu bulan" (Q.S. Al-Qadr ayat 2-3).

Ada banyak keistimewaan pada malam tersebut. Allah melimpahkan keberkahan dan ampunan dosa bagi siapapun yang menyambut dan mengagungkan malam tersebut. Waktu pasti Lailatul Qadar memang dirahasiakan, namun Nabi Muhammad SAW memberikan petunjuk tentang kemungkinan terjadinya Malam Qadar, yaitu pada sepuluh hari terakhir Ramadan.

Hadis yang diriwayatkan dari 'Aisyah radhiyallahu anha, bahwasanya "Rasulullah sangat bersungguh-sungguh beribadah pada 10 hari terakhir (bulan Ramadan), melebihi kesungguhan beribadah di selain (malam) tersebut." (HR. Muslim).

Dalil Lailatul Qadar di Malam Ganjil

Anggapan bahwa Lailatul Qadar terjadi pada malam-malam dengan hitungan ganjil, disandarkan pada hadits Nabi Muhammad SAW. Dikutip dari detikHikmah, ada hadits yang merupakan perintah langsung dari Rasulullah SAW agar umat Islam mencari lailatul qadar pada malam ganjil.

Rasulullah SAW bersabda,

تَحَرَّوْا وفي رواية : الْتَمِسُوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِيْ الْوِتْرِ مِنْ الْعَشْرِ

Artinya: "Carilah malam lailatul qadar di (malam ganjil) pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan." (HR Bukhari dan Muslim)

Dalam Shahih Bukhari juga terdapat riwayat yang menyebut bahwa Rasulullah SAW sempat akan memberitahukan kapan waktu malam lailatul qadar. Namun, beliau mengurungkan niatnya.

Diriwayatkan dari Ubadah bin Shamit bahwa Rasulullah SAW pergi untuk menemui para sahabatnya untuk mengabarkan tentang lailatul qadar, akan tetapi di sana terdapat perselisihan antara dua orang muslim.

Rasulullah bersabda,

إِنِّيْ خَرَجْتُ لِأُخْبِرَكُمْ بِلَيْلَةِ القَدْرِ، فتلاحَى فُلَانٌ وَفُلاَنٌ، فَرُفِعَتْ، فَعَسَى أَنْ يَكُوْنَ خَيْرًا لَكُمْ، فَالْتَمِسُوْهَا فِي التَّاسِعَةِ وَالسَّابِعَةِ وَالْخَامِسَةِ

Artinya: "Aku datang kemari untuk mengabarkan tentang Lailatulqadar, tetapi si Fulan dan si Fulan berselisih, maka kabar itu (tanggal turunnya) pun telah diangkat, mungkin itu yang lebih baik bagi kalian carilah ia (lailatul qadar) pada tanggal tujuh, sembilan, atau kelima (maksudnya pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadan)."

Sayyid Sabiq dalam Kitab Fiqih Sunnah mengatakan, para ulama berbeda pendapat mengenai kapan waktu lailatul qadar. Sebagian dari mereka berpendapat bahwa lailatul qadar jatuh pada tanggal 21, 23, 25, atau 29.

Mamaleman atau Malem Lilikuran di Sunda

Lilikuran berasal dari kata Likur. Yaitu, hitungan antara angka 20-30. 'Salikur' berarti 21, 'Dua likur' berarti 22, dan seterusnya. Kecuali hitungan 25, bisa disebut 'Lima likur' atau juga 'Salawe'. Malem Lilikuran berarti situasi sudah memasuki malam penuh likuran, atau likur yang berulang-ulang. Namun, agaknya masyarakat Sunda hanya menilai penting malam-malam yang hitungannya ganjil saja pada sepuluh malam terakhir Ramadan itu.

R. Akip Prawira Soeganda dalam buku 'Upacara Adat di Pasundan' (1982) menyebutkan bahwa orang Sunda biasanya mengistimewakan malam-malam ganjil pada sepuluh hari terakhir Ramadan.

"Pada malam tanggal 21, 23, 25, 27 dan 29, di tiap-tiap rumah banyak orang memasang lampu dan bersedekah kueh-kueh, ada yang mengundang teman tetangga, atau hanya berkirim-kiriman saja. Kelima malam itu dikatakan "mamaleman"," tulis R.Akip.

Kutipan tersebut memberi informasi bahwa masyarakat Sunda mengistimewakan malam qadar dengan memberikan penerangan di rumah-rumah dan bersedekah dengan berkirim makanan ke teman dan tetangga. Ini mungkin dilakukan pada waktu petang. Dan pada waktu malam, sebagian orang tidak tidur hingga menjelang waktu sahur.

Namun, yang menarik adalah anggapan bahwa malaikat pembawa berkah dapat melewatkan orang-orang yang pada malam itu kerjaannya hanya tidur. Berbeda dengan orang yang terjaga sepanjang malam, diharapkan malaikat pembawa berkah melimpahkan keberkahan kepadanya. Lihat pada kutipan di bawah ini.

"Waktu mamaleman itu banyak orang yang tidak ticlur hingga pagi, sekurang-kurangnya hingga jauh malam sekali, maksudnya mudah-mudahan didatangi "Iailatulkadar", sebab menurut anggapannya, malam itulah turunannya Malaikat Jibril yang membawa untung bagi tiap manusia. Di waktu Malaikat itu turun, jika terlihat orangnya sedang tidur, dilaluinya. Oleh sebab itulah banyak orang berjaga dan di luar rumah dipasangnya lampu," tulis R. Akip.

(iqk/iqk)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads