Di kawasan makam Sunan Pandanaran, Desa Paseban, Kecamatan Bayat, Klaten terdapat dua masjid kuno bersejarah. Masjid Golo merupakan masjid asli semasa Sunan Pandanaran masih hidup dan Masjid Makam Bayat.
Masjid Makam Bayat merupakan masjid yang dibangun raja terbesar Mataram Islam, Sultan Agung. Masjid berukuran sekitar 8x12 meter itu berdiri di pelataran bukit Cokro Kembang, perbukitan yang menjadi kompleks utama makam Sunan Pandanaran.
Untuk mencapai masjid itu, pengunjung harus melalui sekitar 200 anak tangga yang dimulai dari loket masuk. Setelah menapaki anak tangga dengan ketinggian 860 dpl, pengunjung akan sampai di kompleks makam Sunan Pandanaran yang dikelilingi tembok tinggi dan tebal.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tepat setelah lepas dari pintu masuk kompleks, terdapat masjid makam tersebut dengan halamannya yang cukup luas. Bangunan masjid memang sudah plester tembok karena sesuai tanggal di tembok pintu masuk pernah direnov tahun 1976.
Meskipun sudah diplester, pintu masuknya masih asli dengan bahan kayu jati yang tingginya hanya sekitar 160 centimeter. Di dalam masjid yang juga sering disebut musala itu terdapat empat tiang kayu tanpa paku dengan sambungan pasak kayu.
![]() |
Dua jendela kayu ukuran kecil dipasang di kanan dan kiri mihrab. Mihrab atau tempat imam juga identik dengan masjid kuno yang menyerupai mulut gua dengan tinggi sekitar 160 centimeter.
Di atas mihrab terdapat deretan makam warga yang hidup di masa setelah Sunan Pandanaran. Di samping masjid terdapat gapura Pangrantunan yang berbentuk candi Bentar berbahan batu kapur putih.
Di depan halaman terpasang papan peringatan dari Balai Pelestarian Cagar Budaya (sekarang BPK wilayah X). Di dalam papan penjelasan historis dijelaskan pada salah satu gapura pintu masuk yang disebut gapura Penemut yang bercorak Hindu terdapat sengkalan tahun pembangunan kompleks makam tahun 1555 saka, atau 1633 Masehi atau masa Sultan Agung.
Dijelaskan lebih jauh, Sultan Agung berperan besar dalam perbaikan kompleks makam Sunan Pandanaran. Hal itu tertulis dalam Babad Nitik yang menyebut pembangunan kompleks makam oleh Sultan Agung dimulai tahun 1620 Masehi.
"Setelah Kanjeng Sunan wafat, masjid ini baru dibuat oleh Sultan Agung. Masjid yang asli peninggalan kanjeng sunan Masjid Golo sana (di bukit sebelah)," kata juru kunci makam, Suripto kepada detikJateng, Rabu (13/3/2024) siang dengan bahasa Jawa campuran yang diterjemahkan.
Diceritakan Suripto, selain masjid, Sultan Agung juga membangun tembok keliling dan beberapa gapura (bercorak candi bentar) di kompleks makam. Temboknya dulu hanya batu bata merah.
"Temboknya dulu dari batu bata merah tidak diplester seperti itu (di sekitar gapura Pamuncar). Masjid sampai sekarang masih digunakan untuk salat lima waktu dan salat tarawih," jelas Suripto.
Wartoyo (42), perawat masjid menyatakan masjid makam itu hanya tambahan yang dibangun Sultan Agung. Masjid asli Sunan Pandanaran adalah masjid Golo.
"Aslinya ya masjid Golo itu. Tapi masjid makam ini juga masih berfungsi untuk ibadah setiap hari, sama seperti masjid Golo juga masih terawat dan digunakan masyarakat," terang Wartoyo kepada detikJateng.
(apu/cln)