Kota Semarang, Jawa Tengah memiliki sejumlah objek wisata religi. Gaya bangunan kuno dengan arsitektur lampau itu menjadi daya tarik tersendiri di objek wisata religi Semarang.
Kota Semarang memiliki tempat ibadah berbagai agama yang menjadi daya tarik wisata religi. Tempat wisata religi itu biasa digunakan untuk berziarah hingga latihan manasik haji.
Bangunan wisata religi di Semarang pun tak melulu bergaya lampau, ada pula yang berbentuk menyerupai kapal. Penasaran dengan objek wisata religi tersebut? Simak selengkapnya di bawah ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berikut daftar 11 wisata religi di Semarang:
1. Sam Poo Kong
Kelenteng Sam Poo Kong ini dibangun untuk memperingati kedatangan Laksamana Cheng Ho di Pantai Samongan pada 1416 silam. Cheng Ho kala itu memutuskan merapat karena juru mudi kapalnya, Wang Jing Hong, sakit keras.
Cheng Ho memilih perhentian ini karena menemukan gua batu yang memiliki mata air. Cheng Ho lalu melanjutkan perjalanan, sedangkan juru mudinya bersama beberapa pengawal tetap tinggal di gua tersebut.
Mereka kemudian menceritakan keberanian dan kebijakan Cheng Ho sebagai pemimpin sehingga akhirnya mereka mendirikan simbol penghormatan berupa patung setinggi 12 meter yang kini menjadi ikon di Semarang. Patung yang terbuat dari perunggu itu disebut sebagai patung tertinggi di dunia.
Hingga saat ini di Vihara Sam Poo Kong ada empat kelenteng. Pada kelenteng utama, masih terdapat mata air yang ditemukan Cheng Ho.
Jam operasional Sam Poo Kong Pukul 08.00-20.00 WIB dan buka setiap hari.
2. Gereja Blenduk
Gereja Blenduk Semarang dibangun pada 1753 dan menjadi salah satu landmark di Kota Lama. Lokasi bangunan ini berada di Jalan Letjend Suprapto No 32 Kota Lama Semarang dan bernama Gereja GPIB Immanuel.
Gereja ini masih dipergunakan untuk peribadatan setiap hari Minggu. Gereja Kristen Protestan ini diberi nama Gereja Blenduk karena bentuk kubahnya yang blenduk alias menggembung.
Mengutip situs Center of Excellence Budaya Jawa, bangunan gereja ini dibangun abad ke-17 sudah tiga kali mengalami renovasi, yakni pada 1753, 1894 dan terakhir tahun 2003. Mulanya gereja Blenduk berbentuk rumah panggung Jawa, kemudian diubah dengan arsitektur Belanda pada 1894 oleh HPA de Wilde dan W Westmas.
Di bagian balkon gereja masih ada organ peninggalan zaman Belanda yang berusia ratusan tahun. Sayangnya organ ini sudah tidak bisa difungsikan lagi.
3. Vihara Buddhagaya Watoagong
Vihara Buddhagaya merupakan salah satu tempat ibadah umat Buddha yang terletak di daerah Pudakpayung, Kecamatan Banyumanik, Semarang. Lokasinya tepat berada di depan Markas Korem IV/Diponegoro.
Pagoda Avalokitesvara Buddhagaya Watuagong ini tertinggi di Indonesia dengan ketinggian mencapai 45 meter. Pagoda ini memiliki tujuh tingkatan yang didesain semakin menyempit ke atas.
Pagoda Buddhagaya ini juga dikenal dengan nama Pagoda Dewi Kwan IM, Pagoda Metakaruna atau Pagoda Cinta Kasih. Pada pelataran pagoda, Anda dapat melihat patung Sidharta Gautama duduk di bawah pohon Bodhi yang rindang sedangkan di area belakang terdapat patung buddha tertidur berwarna cokelat dengan pakaian dan tubuh berwarna emas.
![]() |
4. Kelenteng Tay Kak Sie
Kelenteng Tay Kak Sie ini berada di Gang Lombok No 63, Kelurahan Purwadinatan, Semarang. Kelenteng ini berada di kawasan Pecinan yang mayoritas penduduknya etnis Tionghoa.
Selain Kelenteng Tay Kak Sie, juga terdapat Kelenteng Kwee Lak Kwa (Tri Darma Sinar Samudra), Liong Hok Bio, Gang Tang Kee.
Mengutip situs Kemdikbud, kelenteng ini mulanya bernama Kelenteng Kwam Im Ting dan didirikan pedagang bernama Kho Ping dan Bon Wie serta dibantu teman-temannya. Kelenteng ini berdiri pada 1746 dan mulanya digunakan untuk memuja Dewi Welas Asih, Kwan Sie Im Po Sat. Namun, dalam perkembangannya kelenteng ini digunakan untuk memuja dewa-dewi Tao.
Nama Tay Kak Sie berarti Kuil Kesadaran Agung dan dibangun di tahun pemerintahan Kaisar Dao Guang 1821-1850 dari Dinasti Qing. Kelenteng Tay Kak Sie dihiasi berbagai ornamen dan simbol.
Selengkapnya soal wisata religi Semarang yang wajib dikunjungi...
Patung Buddha Gautama, terletak di bawah pohon Bodhi, yang berarti rindang atau damai. Atap kelenteng berhiaskan sepasang naga sedang memperebutkan matahari yang merupakan simbol penjaga kelenteng dari pengaruh jahat, sedangkan matahari menyimbolkan mutiara alam semesta.
Tepat di depan pintu masuk terdapat singa jantan dan betina yang disimbolkan sebagai penolak bala, dan dilambangkan sebagai keadilan dan kejujuran. Pada daun pintu kelenteng, terdapat lukisan sepasang panglima perang Qie Lan Pu Sa dan Wei Tuo Pu Sa. Tidak jauh dari pintu masuk ada tempat abu hio besar, diapit dua lilin yang tak pernah mati sepanjang tahun.
Kelenteng ini pun terbagi menjadi tiga ruangan besar. Ruang tengah digunakan untuk pemujaan utama, yakni memuja Guan Yin Pu Sa yang didampingi Shan Cai. Kemudian ada meja pemujaan Tri Ratna Buddha (Sam Poo Hud). Ruang sebelah kanan untuk memuja Hok Tek Ceng Sin (Dewa Bumi), Hian Tian Siang Tee (Dewa Pengusir Setan), Koan Tee Kun (Dewa Keadilan), Jing Cui Co Su (Dewa Air), dan Te Cong Ong Po Sat (Dewa Pintu akhirat).
Sementara ruang sebelah kiri untuk memuja Thian Siang seng Bo, sang pelindung nelayan dan orang-orang yang berlayar. Ada pula tempat pemujaan 9 tokoh Cap Pwee Lo Han. Ruangan samping kiri ini juga ada tempat untuk memuja Poo Seng Tay Tee (Dewa Strategi), Seng Hong Lo Ya (Dewa Keadilan), Kong Tek Cun Ong (Dewa Pelindung Orang Hok), dan Thay Siang Lo Kun (Dewa Tertinggi Pengikut Taoist). Patung dewa-dewi yang dipuja di Kelenteng Tay Kak Sie berjumlah 33.
5. Masjid Agung Jawa Tengah
Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT) memiliki tanah seluas 119 hektare. Dibangun di atas tanah wakaf Ki Ageng Panandaran II, Bupati Semarang pertama. Sempat ada masalah dengan kepemilikan surat tanahnya sehingga yang mengaku memiliki lebih dari satu orang. Tanah ini akhirnya ditukar guling oleh beberapa perusahaan besar multinasional.
Setelah melalui proses hukum panjang hingga tingkat kasasi, dan tekanan masyarakat sengketa tanah itu selesai. Pembangunan masjid dimulai dengan peletakan batu pertama pada 2002 di era Gubernur Jawa Tengah Mardiyanto. Kemudian masjid ini diresmikan pada 2006.
Desain Masjid Agung Jawa Tengah ini termasuk yang termegah di Indonesia. Di bagian depan masjid ada enam payung hidrolik raksasa yang bisa dibuka dan ditutup otomatis. Desain ini merupakan adaptasi dari bangunan Masjid Nabawi.
Payung raksasa ini akan dibuka pada saat salat Jumat, Idul Fitri maupun Idul Adha dengan catatan kecepatan angin tidak melebihi 200 knot. Masjid ini memiliki kapasitas hingga 15.000 jemaah, belum termasuk halaman utama masjid yang bisa menampung sekitar 10.000 jemaah.
Di kawasan Masjid Agung Jawa Tengah ini juga terdapat museum dan perpustakaan yang menceritakan sejarah tempat wisata Semarang. Tak hanya sebagai tempat beribadah, masjid ini juga berfungsi sebagai pusat pendidikan, pusat syiar Islam, dan wisata religi bagi para pengunjung.
Lokasi masjid ini berada di Jalan Gajah Raya, Kelurahan Sambirejo, Gayamsari, Semarang. Info penting diketahui, waktu terbaik untuk naik ke atas menara yakni saat sore hari atau bakda asar untuk bisa melihat sunset dan teropong. Jangan lupa untuk membawa alat salat sendiri, dan berpakaian sopan.
6. Pura Agung Giri Natha
Pura Agung Giri Natha dibangun sekitar tahun 1968. Pura ini ramai digunakan untuk sembahyang umat Hindu baik saat hari biasa maupun hari besar seperti purnama maupun tilem.
Lokasi Pura Agung Giri Natha ini berada di Jalan Sumbing No 12, Bendungan, Gajahmungkur, Semarang.
![]() |
7. Masjid Kapal Semarang
Masjid bernama Safinatun Najah ini dikenal karena memiliki bentuk yang unik. Bangunan masjid ini berbentuk seperti kapal besar dan disebut mirip kapal Nabi Nuh.
Lokasi Masjid Safinatun Najah ini berada di Kelurahan Podorejo, Kecamatan Ngaliyan, Semarang. Akses jalan menuju masjid kapal ini memang tidak mudah, karena letaknya jauh dari jalan besar serta akses jalan menuju ke lokasi yang kurang baik.
Masjid kapal ini memiliki luas 2.500 meter persegi, dan terdiri dari tiga lantai yang digunakan untuk perpustakaan, ruang pertemuan, dan balai pengobatan alternatif untuk masyarakat. Pelayanan pengobatan alternatif ini dilakukan setiap hari Sabtu, Minggu, Senin, dan Selasa.
8. Firdaus Fatimah Gunung Pati
Firdaus Fatimah Gunung Pati ini merupakan tempat latihan untuk manasik haji termegah di Jawa Tengah. Namun karena bentuknya yang cantik akhirnya menjadi salah satu destinasi wisata religi di Semarang.
Lokasi Firdaus Fatimah Zahra ini berada di Jalan Muntal, Gunungpati, Semarang atau sekitar 30 menit dari pusat kota. Luas area ini sekitar 3 hektare dan memiliki sejumlah bangunan replika layaknya di Tanah Suci seperti Ka'bah, Masjid Nabawi, Jabal Rahmah, Masjid Al Aqsa, replika bandara, dan kebun kurma.
Tempat manasik ini dibuat semirip mungkin dengan lokasi haji maupun umrah di tanah suci. Untuk memasuki area Firdaus Fatimah Zahra pengunjung akan dipatok tiket masuk sebesar Rp 40.000 per orang.
Keunikan lain dari objek wisata religi ini, tiket masuk berbentuk mirip dengan pasport lengkap dengan foto dan petunjuk berwisatanya. Objek wisata Firdaus Fatimah ini buka mulai pukul 08.00-17.00 WIB.
9. Masjid Kauman Semarang
Masjid Kauman didirikan pada awal abad ke-16. Pendiri masjid Kauman yakni Kiai Ageng Pandanaran. Masjid ini juga merupakan salah satu masjid tertua di Kota Semarang.
Mengutip situs Kemdikbud, Masjid Kauman ini sudah berpindah lokasi sebanyak tiga kali. Mulanya masjid ini dibangun di Kelurahan Mugas, namun karena lokasinya yang dianggap kurang strategis oleh Bupati Semarang (Adipati Surohadin Menggolo) kala itu dipindahkan ke daerah Bubahan pada 1751.
Pada masa pemimpin Jenderal Van Haagtin terjadi pertempuran kongsi China dengan VOC sehingga Masjid Semarang di Bubahan ikut terbakar. Kemudian dibangun kembali di daerah Kauman namun sedikit lebih ke utara, akan tetapi masjid tersebut tidak bertahan lama karena terbakar karena tersambar petir. Akhirnya pembangunan selanjutnya bergeser di lokasi ini hingga sekarang.
Masjid ini berada di koridor Kauman yang berada di pusat kota (Aloon-Aloon Semarang) yang berdekatan dengan pemerintahan dan penjara. Kompleks masjid ini dibatasi pagar tembok dan pagar besi.
Arsitektur Masjid Kauman Semarang ini dipengaruhi gaya Walisongo. Hal ini terlihat dari atas masjid yang berbentuk tajuk tumpang tiga yang memiliki filosofi iman, Islam, dan ikhsan. Selain itu, arsitektur masjid ini juga mirip dengan Masjid Demak yang dibangun di era Kasultanan demak.
Baca juga: 10 Daftar Gunung Tertinggi di Jawa Tengah |
Berbeda dengan Masjid Agung Demak, Masjid Kauman Semarang dibungkus dengan bahan seng bergelombang, pada waktu itu merupakan bahan yang langka dan secara khusus harus didatangkan dari Belanda. Masjid Kauman Semarang memiliki ciri arsitektur Jawa yang khas, dengan bentuk atapnya menyiratkan bangunan gaya Majapahit.
Bagian tajuk paling bawah menaungi ruangan ibadah. Tajuk kedua lebih kecil, sedangkan tajuk tertinggi berbentuk limasan. Semua tajuk ditopang dengan balok-balok kayu berstruktur modern. Hal yang membedakan lagi, bangunan utama Masjid Demak disangga empat soko guru, sedang atap Masjid Kauman Semarang ditopang 36 soko (pilar) yang kokoh. Bentuk atap limasan yang diberi hiasan mustaka, sementara pintunya berbentuk rangkaian daun waru, melambangkan arsitektur Persia atau Arab.
Lokasi masjid ini berada di Jalan Aloon-Aloon Barat No 11, Bangunharjo, Semarang. Masjid ini buka 24 jam.
![]() |
10. Masjid Layur Semarang
Masjid Layur juga dikenal sebagai Masjid Menara. Masjid ini merupakan salah satu bangunan masjid tua di Kota Semarang yang didirikan pada 1802. Lokasinya berada di Jalan Layur, daerah kampung Melayu.
Masjid ini dibangun para pedagang Arab. Mengutip situs Kemdikbud, awalnya bangunan masjid terdiri dari dua lantai, tapi karena adanya banjir rob bangunan masjid pada lantai satu tidak lagi berfungsi sebagai tempat ibadah. Masjid mengalami peninggian tanah sekitar dua hingga tiga meter untuk menghindari banjir Rob. Untuk perawatan masjid diperoleh dari rumah-rumah wakaf yang disewakan di sekitar masjid.
Tidak hanya dipakai sebagai tempat ibadah dan kegiatan Islam lainnya, Masjid Layur mempunyai keunikan yang cukup menarik di sepanjang Bulan Ramadan yaitu kegiatan buka bersama. Selain takjil buah kurma dan aneka kue, tradisi yang khas adalah menyajikan kopi Arab untuk menemani saat berbuka puasa.
Keunikan lain dari masjid ini yakni arsitekturnya yang memiliki perpaduan gaya khas Timur Tengah, Melayu dan Jawa. Gaya khas Timur Tengah ini bisa terlihat dari tembok tinggi dan menara yang mengelilingi bangunan masjid. Kemudian gaya Jawa terlihat pada atap masjid yang bersusun tiga.
Kemudian gaya melayu terlihat dari lantai bangunan dibuat seperti rumah gadang dan hanya dapat dicapai dengan tangga yang terdapat pada sisi muka. Pondasi dari batu yang memikul struktur kerangka kayu.
Bangunan masjid ini menyerong karena mengikuti arah kiblat. Bentuk arsitektur masjid Jawa beratap tajuk limasan susun tiga dengan mustaka di atasnya.
Konstruksi utama masjid adalah tiang kayu soko guru dengan bentuk masjid rumah panggung. Lantai kolong sebagai tempat berwudu dan gudang penyimpanan alat, sementara lantai atas tempat beribadah. Lantai masjid merupakan papan kayu yang tebal dan rapat tetapi saat ini lebih banyak ditutup oleh karpet. Dinding bagian bawah dan tangga naik menuju ruang salat terbuat dari batu yang diselesaikan dengan trisik.
Sementara 1 bagian lain diplester dan dicat. Pada pintu masuk utama kusen atas pintu berambang lengkung clan pintu panil kayu, pada setiap ventilasi terdapat teralis dari kayu dengan lubang ornamen berbentuk bintang bersudut delapan. Jendela tanpa daun ditutup teralis kayu dengan motif bintang. Daun jendela samping berjumlah dua daun dari panil kayu dengan finishing cat dan teralis kayu.
Walaupun sudah dimakan usia, masjid ini masih kokoh berdiri dan masih digunakan oleh masyarakat sekitar untuk beribadah. Sampai sekarang masjid ini masih terus dirawat oleh yayasan masjid setempat sebagai upaya pelestarian sejarah dan sebagai masjid tua Kota Semarang.
Secara menyeluruh masjid Layur masih asli seperti pertama kali dibuat, hanya ada sedikit perbaikan seperti penggantian genteng dan penambahan ruang untuk pengelola pada sisi kanan kompleks masjid.
11. Gereja Gedangan
Gereja Santo Yusuf atau Gereja Gedangan merupakan gereja Katolik pertama di Kota Semarang. Bangunan gereja ini mulai dibangun pada 1870 yang ditandai dengan peletakan batu pertama oleh Pastor J Lijnen.
Mengutip situs Keuskupan Agung Semarang, bangunan gereja yang sudah setengah jadi tiba-tiba roboh pada 1873 dan kemudian dilakukan perbaikan. Kemudian pada 12 Desember 1875 bangunan gereja tersebut diberkati Pastor. J. Lijnen. Tahun 1876 sudah ada Jesuit yang ditempatkan bertugas di Semarang untuk membantu pastor diosesan.
Gereja ini juga memiliki orgel pipa yang terbilang langka. Uniknya lagi ada Patung Hati Kudus Yesus yang terbuat dari kayu. Ada pula art glass yang berusia ratusan tahun, art glass ini menekankan figur Santo Yusuf sebagai pelindung Gereja Katolik Gedangan.
Gereja ini beralamat di Jalan Ronggowarsito No 11, Semarang. Gereja ini masih digunakan untuk misa umat Katolik setiap hari, maupun hari besar.