Kisah Pensiunan Polisi Klaten Jadi Pemburu Kaset Pita-Piringan Hitam

Kisah Pensiunan Polisi Klaten Jadi Pemburu Kaset Pita-Piringan Hitam

Achmad Hussein Syauqi - detikJateng
Minggu, 08 Okt 2023 14:55 WIB
Warga Klaten, Sutrisno yang merupakan kolektor kaset dan piringan hitam. Foto diunggah Minggu (8/10/2023).
Warga Klaten, Sutrisno yang merupakan kolektor kaset dan piringan hitam. Foto diunggah Minggu (8/10/2023). Foto: Achmad Hussein Syauqi/detikJateng
Klaten -

Seorang pensiunan polisi, Sutrisno (71) memiliki hobi unik mengoleksi kaset dan piringan hitam (PH) tahun lama alias jadul. Koleksinya berasal dari berbagai genre musik sejak tahun 1960 sampai tahun 2000, baik dari dalam maupun luar negeri.

Ratusan keping kaset dan PH disimpan Sutrisno di rumahnya di Dusun Tijayan, Kalurahan Jatinom, Kecamatan Jatinom, Klaten. Ditempatkan di rak-rak lemari dan bufet rumahnya, kepingan sejarah musik itu masih terawat dengan baik.

Tidak saja mengkoleksi kaset dan PH, kakek lima cucu itu masih memiliki alat pemutarnya. Jumlah piringan hitam yang disimpannya sekitar 250 keping dan kaset lebih dari 100 keping.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ini tinggal sekitar 200-an keping, dulu ada sekitar 300 keping lebih. Tapi sebagian dibeli orang, kadang ada yang ambil 25 keping," tutur Sutrisno kepada detikJateng di rumahnya, Rabu (4/10/2023).

Hobi mengoleksi kaset dan PH itu, kata Sutrisno, dimulai sekitar tahun 1990-an. Untuk mencari koleksinya, kadang mencari ke pasar di Solo dan Jogja.

ADVERTISEMENT

"Dapat dari teman yang mencarikan, pernah cari ke Pasar Beringharjo Yogyakarta sama Solo juga. Tapi PH rata-rata asalnya dari Bandung dan Surabaya, dari stasiun-stasiun radio yang tidak beroperasi," papar Sutrisno yang juga pemusik itu.

Warga Klaten, Sutrisno yang merupakan kolektor kaset dan piringan hitam. Foto diunggah Minggu (8/10/2023).Warga Klaten, Sutrisno yang merupakan kolektor kaset dan piringan hitam. Foto diunggah Minggu (8/10/2023). Foto: Achmad Hussein Syauqi/detikJateng

Hobinya mengoleksi kaset dan PH jadul, terang Sutrisno, karena cara bermusik musisi zaman dulu berbeda. Dengan kaset dan PH, hasilnya juga berbeda dengan alat digital saat ini.

"Dengan PH atau kaset itu sama-sama keluar suara aslinya, alat musik maupun suara penyanyinya menonjol. Beda sekarang lebih mudah sing pentingnya koplo," lanjut Sutrisno yang pensiun dari kepolisian tahun 2010 itu.

Lagu-lagu zaman dulu, sebut Sutrisno, musik dan syairnya lebih menyentuh dibandingkan saat ini. Pencipta dan penyanyinya pun bukan asal membuat serta menyanyikan lagu.

"Dulu itu bukan asal buat, tapi ada maknanya. Kadang kalau kepengin mendengar ya muter," imbuh Sutrisno yang terakhir berpangkat bintara itu.

Piringan koleksinya, rinci Sutrisno, mulai era tahun 1960 sampai tahun 2000. Mulai era mudanya penyanyi Titiek Puspa, Bing Slamet, Lilis Suryani, Titik Sandora, Erni Johan, dan lainnya.

Selengkapnya baca halaman berikutnya

"Mulai Titiek Puspa, Bing Slamet, Lilis Suryani, Titik Sandora, Erni Johan dan lainnya, saya punya. Lilis Suryani saya punya lima album, dua album sama," ucap Sutrisno.

Dalam album Lilis Suryani itu, tambah Sutrisno, ternyata ada lagu kontroversi berjudul Gendjer-Gendjer yang sempat dilarang diputar pemerintah karena dianggap terkait dengan PKI. Album itu dibelinya di Jogja.

"Kalau tidak salah saya belinya tahun 1980-an, itu secara kebetulan di Yogyakarta tapi tidak berani mutar akhirnya, sekarang di YouTube saja ada. Ya sekarang beda," pungkas Sutrisno.

Suparman (79), tetangga Sutrisno mengatakan hobi koleksi kaset, PH, dan radio tetangganya itu sudah lama. Sejak masih muda memang hobi koleksi.

"Sudah sejak lama. Bahkan sebelum dinas, warga sudah hafal," ungkap Suparman kepada detikJateng dengan bahasa Jawa campuran.

Halaman 2 dari 2
(ahr/rih)


Hide Ads