Setiap daerah memiliki tradisi yang berbeda dalam menyambut malam Lailatul Qadar. Di Dusun Sambeng Desa Kulurejo, Kecamatan Nguntoronadi, Wonogiri, penyambutan malam 21 Ramadan atau Malem Selikuran digelar dengan kenduri.
Penyambutan malam Lailatul Qadar dengan cara yang sama juga berlangsung di Desa Sumberejo Kecamatan Batuwarno.
Ada menu khusus yang disajikan dalam kenduri itu, yaitu masakan ayam utuh atau ingkung dengan nasi gurih. Tradisi itu sudah berlangsung secara turun temurun.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau di sini namanya tradisi malem selikuran utawi mapag (menjemput) malam Lailatul Qadar," kata salah satu warga Sambeng, Dwi Sunanto (40), saat dihubungi detikJateng, Selasa (11/4/2023).
Ia mengatakan, setiap Ramadan ke-20 atau menjelang malam ke-21 Ramadan, tradisi malem selikuran masih terus di jalankan di desanya. Pada Ramadan ke-20, tepatnya pada sore hari, warga berkumpul dan membuat acara.
"Yang kumpul warga satu dusun. Dulunya biasanya bertempat di rumah Pak Kadus. Karena sekarang nggak ada, diganti di rumah Pak RW kumpulnya," ungkap dia.
Saat berkumpul, kata dia, warga membawa ingkung atau ayam itu yang sudah dimasak. Ingkung itu disajikan dengan nasi uduk atau nasi gurih. Saat datang ingkung dan nasi itu dijadikan satu dalam wadah kemudian dibungkus menggunakan kain.
"Ya isinya cuma itu, ingkung dan nasi. Masak dari rumah masing-masing, ayam kampung. Kalau di sini makanannya disebut ambengan (sedekahan)," ujar dia.
Setelah berkumpul di rumah Ketua RW, warga menaruh ingkung di depannya masing-masing. Kemudian acara dibuka oleh tokoh masyarakat setempat. Kemudian ada ikrar bersama yang dipimpin modin desa. Terakhir ditutup dengan doa.
"Setelah itu ambengan dibuka dan ditukar-tukarkan ke warga lain. Karena kan ada anak-anak orang dewasa orang sepuh juga. Kemudian dibawa pulang ke rumah masing-masing. Makannya di rumah, karena kan puasa. Sehingga acaranya pun selesai sebelum waktu berbuka," katanya.
Dwi mengatakan, tradisi itu sudah ada sejak dulu. Bahkan sejak nenek moyang dahulu. Dan hingga saat ini masih dilestarikan di desanya dan tidak pernah ditinggalkan
"Budaya ini perlu dilestarikan dan jangan sampai dilupakan. Ini salah satu menjalin kebersamaan ukhuwah islamiyah," kata Dwi.
Sementara itu, Kades Sumberejo, Kecamatan Batuwarno, Tri Haryanto menuturkan bahwa semua dusun yang ada di Sumberejo melaksanakan tradisi Malam Selikuran. Menurutnya, tradisi yang sudah turun-temurun itu untuk memperingati malam-malam ganjil di bulan Ramadan.
Menurutnya, pada awal malam ganjil Ramadan semua warga menyembelih ayam. Kemudian ayam itu dimasak atau diingkung dan disajikan dengan nasi gurih. Makanan itu lantas dibawa ke gedung pertemuan dusun.
(ahr/apl)