Gedung Petronella Cikal Bakal RS Bethesda Jogja yang Jadi Cagar Budaya Nasional

Gedung Petronella Cikal Bakal RS Bethesda Jogja yang Jadi Cagar Budaya Nasional

Anggah - detikJateng
Rabu, 30 Nov 2022 14:48 WIB
Gedung Petronella RS Bethesda Jogja dilihat dari sisi utara, Senin (28/11/2022).
Gedung Petronella RS Bethesda Jogja dilihat dari sisi utara, Senin (28/11/2022). Foto: Anggah/detikJateng
Jogja -

Gedung Petronella menjadi cikal bakal berdirinya Rumah Sakit (RS) Bethesda Jogja. Saat ini gedung tersebut telah menjadi Cagar Budaya Nasional Kategori Bangunan di Indonesia.

Salah satu rumah sakit tertua di Jogja ini membawa misi kemanusiaan yang panjang, bahkan di awal dibentuknya rumah sakit ini memberikan layanan kesehatan gratis.

Dikutip dari kebudayaan.kemdikbud.go.id, masyarakat Jogja dulunya menyebut rumah sakit ini sebagai rumah sakit pitulungan (pertolongan). Sebab, rumah sakit ini awalnya memberikan layanan kesehatan gratis. Meski demikian, rumah sakit ini sejatinya bernama Rumah Sakit Petronella (Zendingziekenhuis Petronella).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Nama Petronella diambil dari nama istri seorang pensiunan pendeta bernama Coeverden Andriani yang memberikan bantuan uang untuk membangun rumah sakit tersebut. Rumah Sakit Petronella dibangun oleh seorang dokter bernama dr. Jan Gerrit Scheuer dengan bantuan lahan dari Sri Sultan Hamengku Buwono VII.

Rumah sakit ini terletak di Jalan Jenderal Sudirman No.70, Kotabaru, Gondokusuman, Kota Jogja, DIY.

ADVERTISEMENT

Pada 1897, dr. Scheuer dikirim oleh lembaga zending bernama Hollandsch Gereformerde Zendingvereeniging untuk membuka rumah sakit. Dalam catatan pada Repertorium van Nederlandse zendings-en missie-archieven 1800-1960, diterangkan rumah sakit yang dibangun di Jogja itu merupakan sebuah rumah sakit yang memberikan layanan kesehatan guna mengembangkan misi gereja.

Menurut dr. I. Groneman dalam Reisgids Jogjakarta en Omstreken, bangunan rumah sakit ini memiliki lima ruang rawat inap, tiga untuk pria dan dua untuk wanita, ruang operasi, apotek, kamar mandi, gudang dan dapur. Terdapat juga kediaman dua kepala perawat dari Belanda, satu rumah untuk dokter pertama dan keluarganya, dan rumah untuk dokter kedua. Bangunan rumah sakit dilengkapi dengan gereja kecil dan pastoran.

Ketika memasuki masa pendudukan Jepang kawasan Kotabaru diambil alih oleh Jepang, rumah sakit ini turut mengalami pergantian nama menjadi Jogjakarta Tjuo Bjoin. Setelah berakhirnya pendudukan Jepang, rumah sakit ini dikembalikan ke asas semula sebagai Rumah Sakit Kristen dan berganti nama menjadi Roemah Sakit Poesat.

Pada 28 Juni 1950, rumah sakit ini berganti nama menjadi Rumah Sakit Bethesda.

Ruangan di dalam Gedung Petronella RS Bethesda Jogja.Ruangan di dalam Gedung Petronella RS Bethesda Jogja. Foto: Anggah/detikJateng

Gedung Petronela Saat Ini

Letak Gedung Petronella tidak jauh apabila memasuki area RS Bethesda dari sisi barat melalui Jalan Jenderal Sudirman. Jika dilihat secara keseluruhan dari arah Jalan Jenderal Sudirman, gedung ini terletak di tengah kawasan. Gedung satu lantai dengan nuansa arsitektur sebelum kemerdekaan ini terlihat mencolok dengan tulisan 'rumah sakit "BETHESDA" ' berwarna oranye di sisi depan gedung.

Bila diperhatikan dengan seksama, model bangunan gedung di Rumah Sakit Bethesda terlihat seragam, yang paling kentara adalah model atap bangunannya. Sekilas tampak model atap gedung Petronella serupa dengan gedung-gedung di sebelahnya. Gedung Petronella di dalam Kompleks Rumah Sakit Bethesda Jogja ditetapkan sebagai Bangunan Cagar Budaya Peringkat Nasional berdasarkan Keputusan Mendikbudristek No. 59/M/2022.

Selengkapnya di halaman selanjutnya...

Menurut Kepala Sub Bagian Humas Bethesda, Andreas Budi Kristanto, setelah penetapan cagar budaya Gedung Petronella tetap dikelola dengan baik. Ia menyebut, setelah penetapan itu tidak boleh mengubah bentuk dari bangunan gedung.

"Gedung yang menjadi Cagar Budaya kita kelola dengan baik kalau ada yang rusak dikembalikan dengan tata bangunan sebelumnya. Sampai sekarang ada yang kecil-kecil pembaruan cat kayunya diganti tapi bentuknya tetap, kalau sudah ditetapkan sebagai Cagar Budaya tak boleh mengubah," kata Andreas kepada detikJateng.

Andreas juga menyebut lokasi yang menjadi Cagar Budaya tidak boleh dibangun. Bahkan pembangunan gedung baru juga menyesuaikan bentuk dari gedung lama.

"Lokasi yang menjadi Cagar Budaya tidak boleh dibangun, hanya lingkungan sekitarnya. Pembangunan gedung baru juga menyesuaikan gedung lama, bentuknya atapnya dan sebagainya menyesuaikan dengan gedung lama. Supaya terlihat cantik dan rapi untuk mempertahankan cagar budaya itu," jelas Andreas.

Andreas mengungkapkan rasa senang dengan adanya penetapan Cagar Budaya tersebut, karena Gedung Petronella sangat bersejarah. Ia juga menyebut banyak orang Indonesia yang belum tahu kalau Bethesda memiliki gedung berusia ratusan tahun.

"Senang, ini kalau ditetapkan Cagar Budaya berarti peninggalan sangat sangat bersejarah bagi Indonesia bahkan dan dunia. Dari Belanda yang mungkin dulu anak cucunya di sini melihat kakek moyang seperti ini. Orang-orang Indonesia belum tahu kalau Bethesda punya gedung yang sudah berumur ratusan tahun," kata Andreas.

Menurut staff konseling pastoral, Heptri Yatna, ruang Petronella sempat untuk UGD. Setelah dibangun gedung baru, ruang Petronella dikhususkan untuk ruang ibadah.

"Dulu memang dipakai UGD, setelah ada gedung baru ruang ini dikhususkan untuk ruang ibadah. Kita juga memberikan ruang untuk rapat internal di ruang ini. Pada hari Minggu untuk pasien dan keluarga pasien khususnya yang tidak bisa ke gereja, pastoral menyediakan sarana untuk ibadah sekaligus pendetanya bekerja sama dengan GKJ Gondokusuman dan GKI Ngupasan," kata Heptri.

Halaman 2 dari 2
(rih/dil)


Hide Ads