Petilasan Patih Gajah Mada berada di Dukuh Semliro, Desa Rahtawu. Lokasi ini berjarak sekitar 25 kilometer dari pusat Kota Kudus. Jika ditempuh dengan kendaraan bermotor membutuhkan waktu hampir sejam.
Lokasi Petilasan Patih Gajah Mada yang usai direnovasi itu diresmikan Bupati Kudus HM Hartopo pada Jumat (8/7/2022). Di balik gapura petilasan itu terdapat patung Patih Gajah Mada yang sedang berdiri. Di bawah patung itu ada prasasti bertuliskan Sumpah Palapa.
Petilasan atau bekas pertapaan Patih Gajah Mada berada di dalam bangunan rumah. Menurut cerita turun temurun, di lokasi itu patih dari Kerajaan Majapahit itu pernah bersemedi.
"Itu kami dengar turun temurun dari cerita dari nenek moyang, dari simbah kami. Bahwa ini petilasan beliau Patih Gajah Mada. Tentang kebenarannya mohon maaf saya tidak bisa membuktikan. Itu hanya cerita yang kami percayai secara turun temurun di sini," kata Tetua Kampung Adat Semliro, Saidi, di lokasi, Jumat (8/7).
Saidi mengatakan Patih Gajah Mada dikenal masyarakat setempat dengan sebutan Eyang Modo. Menurutnya, setelah tak menjabat sebagai Patih di Kerajaan Majapahit, Eyang Modo pergi mengasingkan diri ke Lereng Muria untuk bersemedi. Lereng Muria dalam cerita itu diyakini berada di Dukuh Semliro.
"Pengaruhnya, tempat ini disakralkan oleh warga Dukuh Semliro. Disebut Mbah Modo, sebutan yang mudah dikenal warga. Ini (bekas) pertapaan Gajah Mada," terang dia.
Saidi mengatakan, adat istiadat di Dukuh Semliro masih dijunjung tinggi. Di antaranya adat ritual di Petilasan Eyang Modo. Menurutnya, banyak warga dari luar kota yang mengunjungi petilasan tersebut.
"Adat di sini kalau mereka punya hajat pasti memohon izin di sini, atau mohon doa Tuhan Yang Maha Esa. Kemudian juga ada pendatang dari daerah lain seperti Solo, Semarang untuk melakukan ritual itu saja," jelas Saidi.
Kepala Desa Rahtawu, Didik Aryadi menambahkan, Petilasan Patih Gajah Mada di Rahtawu cukup terkenal. "Petilasan ini cukup dikenal oleh masyarakat umum. Tradisi khusus setiap saat masih menjaga kegiatan yang sifatnya spiritual," kata Didik di lokasi.
"Jadi kita bersatu dengan alam, dengan dunia kasat mata, itu masih terjaga dengan baik. (Seperti) Ketika salah satu kejadian tidak masuk akal (kejadian bencana alam)," imbuh dia.
Untuk diketahui, jalan menuju desa ini cukup ekstrem, banyak tikungan tajam yang berbatasan dengan jurang nan curam. Meski demikian, perjalanan yang melelahkan itu setimpal dengan keindahan panorama yang bisa Anda saksikan di sepanjang Pegunungan Muria.
(dil/sip)