Eks Karyawan Khawatir Penyitaan 72 Mobil Sritex Bikin Pencairan Gaji Tertunda

Eks Karyawan Khawatir Penyitaan 72 Mobil Sritex Bikin Pencairan Gaji Tertunda

Arina Zulfa Ul Haq - detikJateng
Kamis, 10 Jul 2025 15:21 WIB
Deretan mobil milik PT Sritex, yang tersimpan di bangunan Sritex 2, Sukoharjo, Jumat (23/5/2025).
Deretan mobil milik PT Sritex, yang tersimpan di bangunan Sritex 2, Sukoharjo, Jumat (23/5/2025). Foto: Agil Trisetiawan Putra/detikJateng
Semarang - Penyitaan 72 mobil dari gedung milik PT Sritex oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) memantik protes keras dari para eks karyawan yang kini berstatus sebagai kreditor tetap. Mereka menilai tindakan penyitaan terhadap kendaraan yang masuk dalam harta pailit (boedel pailit) dapat mengganggu proses pembayaran hak-hak mereka.

Hal ini diungkapkan kuasa eks karyawan PT Seitex, Asnawi, saat rapat verifikasi di Pengadilan Negeri (PN) Semarang, Kecamatan Semarang Barat. Ia mengaku sangat menyayangkan langkah Kejagung menyita harta pailit tersebut.

"Kami sangat menyayangkan sekali ya. Mengapa hal tersebut dilakukan oleh Kejaksaan Agung? Padahal sebenarnya kan kendaraan itu sudah para termasuk dalam boedel pailit," kata Asnawi di PN Semarang, Kamis (10/7/2025).

Menurut Asnawi, kendaraan yang disita merupakan aset lama yang bahkan dibeli sebelum 2018, sebelum kasus pidana korupsi yang menjerat petinggi Sritex mencuat.

"Barang tersebut sudah dikumpulkan oleh kurator, sudah dilakukan perawatan. KJPP (Kantor Jasa Penilai Publik) juga sudah melakukan penghitungan, tinggal pelaksanaan lelang. Namun ternyata Kejagung tetap melakukan penyitaan," tuturnya.

Ia lantas meminta kurator untuk segera bertindak. Menurutnya, jika penyitaan terus dilakukan, ada kekhawatiran aset yang akan dibayarkan untuk pekerja menjadi berkurang.

"Harapan kami jangan dulu dilakukan penyitaan sepanjang hak-hak pekerja ini belum terbayarkan. Silakan kalau hak-hak pekerja sudah dibayarkan, tidak masalah. Kalau tetap berlanjut, kami akan protes dan melakukan tindakan hukum maupun tindakan yang lain," jelasnya.

Pernyataan senada disampaikan kuasa eks karyawan PT Bitratex, Nanang Setyono. Ia menyebut proses appraisal sudah rampung, dan tinggal menunggu pelaksanaan lelang. Tapi penyitaan oleh Kejagung ditakutkan bisa memperlambat bahkan menghambat proses tersebut.

"Kami meminta tim Kejaksaan Agung untuk menghentikan proses penyitaan, agar tidak meluas. Karena kami dari karyawan merasakan keresahan. Kalau gonjang-ganjing lagi, lelang bisa mundur, pencairan kita juga mundur," ujarnya.

Penyitaan aset itu, lanjut Nanang, dikhawatirkan akan membuat nilai lelang tidak cukup untuk membayar seluruh tagihan tersebut.

"Yang dilakukan Kejagung sangat berpengaruh terhadap hak yang akan didapatkan oleh seluruh pekerja. Karena akan mengurangi dari apa yang akan didapatkan pekerja. Aset yang sudah ada, ketika dibagikan itu tidak mencukupi untuk membayar seluruh utang," tuturnya.

Nanang pun meminta Kejaksaan Agung lebih bijak dan selektif dalam menyita aset. Ia menyarankan agar penyitaan difokuskan pada aset pribadi mantan bos PT Sritex atau perusahaan lain milik mereka yang masih beroperasi.

"Sebaiknya kalau Kejagung mau mengembalikan kerugian negara, ya jangan mengambil aset pailit yang sudah ditetapkan pengadilan dan menjadi miliknya rakyat, menjadi miliknya buruh, menjadi miliknya kreditor," tegasnya.

"Sebaiknya Kejagung kalau mau menyita aset, silakan mencari aset perusahaan milik Bos Sritex yang lain yang masih beroperasi dan juga aset-aset pribadi yang di situ masih banyak sekali," lanjutnya.

Ia juga memohon kepada Kejagung untuk mengembalikan aset yang telah disita kepada kurator agar bisa segera dilaksanakan lelang.

Sebelumnya diberitakan, Kejaksaan Agung (Kejagung) menyita sebanyak 72 mobil dari gedung milik PT Sritex di Sukoharjo, Jawa Tengah. Penyitaan itu terkait dengan kasus dugaan korupsi pemberian kredit bank ke PT Sritex.

Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar menyebut penyitaan dilakukan pada Senin (7/7) lalu, tepatnya di Gedung Sritex 2.

"Adapun penyitaan dilakukan terhadap 72 kendaraan roda empat berdasarkan surat perintah," kata Harli kepada wartawan, Rabu (9/7/2025).


(rih/ahr)


Hide Ads