Gelombang PHK Bayangi Buruh PT Sritex di Tengah Menipisnya Bahan Baku

Terpopuler Sepekan

Gelombang PHK Bayangi Buruh PT Sritex di Tengah Menipisnya Bahan Baku

Tim detikJateng - detikJateng
Sabtu, 16 Nov 2024 09:24 WIB
Buruh mengendarai sepeda keluar dari pabrik PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) di Sukoharjo, Jawa Tengah, Kamis (24/10/2024). Pengadilan Negeri (PN) Niaga Semarang menyatakan perusahaan tekstil PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex dinyatakan pailit, hal tersebut tercantum dalam putusan dengan nomor perkara 2/Pdt.Sus-Homologasi/2024/PN Niaga Semarang.
Buruh mengendarai sepeda keluar dari pabrik PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) di Sukoharjo, Jawa Tengah, Kamis (24/10/2024). Foto: Antara Foto/Mohammad Ayudha
Solo -

PT Sritex (Tbk) dan anak perusahaannya telah melakukan efisiensi terhadap buruhnya di tengah redupnya industri tekstil dan kemelut perkara kepailitan yang dihadapinya. Diperkirakan sudah ada 20 persen buruh yang terdampak.

Kini, buruh di pabrik itu kembali terancam PHK. Penyebabnya, bahan baku di pabrik itu hanya bisa bertahan beberapa pekan lagi. Mereka tidak bisa memasok bahan baku karena tidak boleh melakukan aktivitas keluar masuk barang di tengah proses pailit.

Kondisi pabrik itu justru diungkap oleh Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika, di sela-sela kunjungannya ke pabrik itu pada Selasa (12/11).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Persoalan yang dialami oleh Sritex ini tidak boleh ada barang masuk dan keluar, persoalannya kalau begitu sama dengan tidak mempekerjakan orang. Saya cek tadi, ketersediaan orang sekarang ada yang bekerja, tapi menggunakan bahan baku yang ada," kata Yeka, Selasa (12/11/2024).

Menurutnya, ketersediaan bahan baku di pabrik itu sudah semakin menipis. Tidak lama lagi bahan baku bakal habis jika tidak ada pasokan.

ADVERTISEMENT

"Bahan baku ini umurnya sekitar 2-3 mingguan lagi. 3 minggu lagi kalau tidak telat sudah tidak ada lagi pekerjaan. Akhirnya apa, secara tidak langsung PHK akan terjadi," kata dia.

Direktur Utama PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) Iwan Kurniawan mengamini pernyataan itu. Bahan baku di pabriknya kini sudah sangat terbatas.

"Betul, karena fasilitas dibekukan ini tidak boleh ada barang keluar masuk," kata dia di lokasi yang sama.

Dia menyebut kondisi itu imbas dari vonis pailit yang dijatuhkan Pengadilan Niaga Semarang, beberapa waktu lalu. Perusahaan kini tak memiliki keleluasaan untuk keluar masuk barang dari pabrik.

Iwan Kurniawan mengatakan kondisi ini bisa memicu gelombang PHK jika tidak ditangani secara cepat.

"Sebanyak 2500 karyawan sudah kita rumahkan, akan terus menambah apabila waktu ini keputusan dari hakim pengawas dan kurator untuk keberlangsungan usaha tidak segera diputuskan. Akan menambah karyawan kita yang diliburkan, dan nantinya efeknya ke PHK," kata dia.

Pertemuan di Pengadilan Niaga

Merespons situasi tersebut, sejumlah perwakilan kreditur bertemu dengan kurator dan hakim pengawas di Pengadilan Niaga Semarang, Rabu (13/11). Meskipun, dalam pertemuan itu belum membicarakan langkah spesifik.

"Jadi kita menjelaskan tugas-tugas kurator saja dan juga perkenalan bahwa ini kuratornya siapa, hakim pengawas, dan juga ini kan kreditur belum mendaftar," kata salah satu kurator, Denny Ardiansyah, Rabu (13/11/2024).

Denny membenarkan jika hingga kini tak ada aktivitas keluar masuk di PT Sritex, sehingga perusahaan itu hanya bisa bekerja dengan bahan baku yang ada. Going concern baru bisa diusulkan jika PT Sritex dinilai layak mendapatkan penetapan tersebut.

"Iya (tidak ada kegiatan keluar-masuk), secara normatif gitu, memang undang-undang menyatakan seperti itu," terang Denny.

"Kalau going concern itu kan penetapan dari hakim pengawas. Selama kita belum dapat penetapan itu, izin itu, tentunya kita harus merasionalisasi dari hakim pengawas. Apakah memang ini layak atau tidak," lanjutnya.

Namun, untuk memberi izin bagi PT Sritex untuk beraktivitas normal juga bukan perkara mudah. Baru sebagian kecil kreditur yang hadir jika dibandingkan dengan total utang yang mencapai Rp 25 triliun.

"Yang tercatat baru ada sekitar 9 kreditur, kurang lebih nilainya Rp 600 miliar, paling besar pajak Rp 500 miliar pajak, yang lain belum. Jadi belum ada langkah-langkah untuk itu (going concern)," lanjutnya.




(ahr/ahr)


Hide Ads