Jasa antar jemput (anjem) tengah merebak di kalangan mahasiswa Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo. Jasa yang disediakan oleh mahasiswa untuk mahasiswa ini diklaim lebih murah dibandingkan aplikasi ojek online (ojol).
Anjem sendiri merupakan singkatan dari jasa antar jemput yang dilakukan mahasiswa tanpa harus terikat oleh instansi apapun. Mereka cukup mencari pelanggan lewat unggahan di X dan telegram.
Fenomena anjem yang merebak di kalangan mahasiswa UNS Solo ini pun jadi andalan mahasiswa. Selain lebih murah, pelanggan bisa mencari pengemudi sesuka hati.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal ini diungkapkan salah satu pengguna jasa anjem, Intan (20) yang kini berkuliah di Fakultas Keguruan dan llmu Pendidikan UNS. Ia mengaku sudah sekitar sebulan langganan jasa anjem karena bisa memilih jenis kendaraan dan pengemudinya.
"Karena driver-nya sama-sama cewek. Biasanya motor cewek kan nggak kayak motor cowok yang melorot, susah dipakai boncengan apalagi pakai rok, karena aku anak FKIP harus pakai rok," ungkapnya kepada detikJateng, Minggu (18/8/2024).
Menurutnya, jasa anjem ini juga sangat bermanfaat bagi mahasiswa yang ingin mencari pemasukan tambahan. Dia lebih memilih jasa anjem dibandingkan ojol, demi membantu sesama mahasiswa.
Intan menjelaskan ia sering mencari jasa anjem melalui grup di aplikasi Telegram. Tanpa menunggu lama, ia bisa memilih para penyedia jasa anjem yang sudah menjawab pesannya di grup tersebut.
![]() |
Bisa Order Beli Obat-Pembalut
Tarifnya pun cukup terjangkau, mulai dari Rp 5 ribu per kilometer (km). Para penyedia jasa juga tak hanya bisa mengantar dan menjemputnya ke tempat tujuan, tapi juga bisa melayani pesan antar dengan harga murah bagi kantong mahasiswa.
"Anjem ini lebih murah soalnya bebas biaya aplikasi layanan pihak ketiga. Hitungan kilometernya juga masih terjangkau anjem. Anjem mulai Rp 5 ribu per km, aplikasi ojol bisa Rp 9-10 ribu per km," paparnya.
"Kalau minta beli sesuatu kayak obat, makan, sampai pembalut di aplikasi jatuhnya mahal, kalau anjem dihitungnya sama. Kalau belanja pembalut juga nggak malu dan pasti paham produknya yang mana," imbuh dia.
Anjem juga jadi andalan bagi salah satu mahasiswa FEB, Shafa (19) yang tidak membawa motor selama berkuliah. Menurutnya, karena penyedia jasa anjem berusia tak jauh darinya, obrolan yang hadir di sela perjalanan bisa berjalan lebih menyenangkan.
"Ngobrolnya sama driver lebih enak, apalagi karena sama-sama perempuan jadi bisa diajak curhat kalau lagi capek habis ngampus," ujarnya.
Tak hanya itu, para penyedia jasa pun tak keberatan jika harus direpotkan dengan singgah dari satu tempat ke tempat yang lain, sesuai kebutuhan penumpang. Karena sesama mahasiswa, mereka bisa saling mengerti kebutuhan satu sama lain.
"Pasti paham kadang keperluannya harus mampir ke fotokopi, ambil laundry, atau beli sesuatu. Kalau di aplikasi ojol suka diburu-buru, kita kalau mau minta mampir juga udah takut buruan," jelasnya.
Driver-Penumpang Anjem Khusus Anak UNS
Anjem pun menjadi andalan mahasiswa sebab bisa menyesuaikan kebutuhan para pengemudi. Hal ini diungkapkan salah satu mahasiswa Fakultas Teknik, Indra (23).
"Biasanya sih minta buat anterin makanan, tapi pernah waktu minta diantar ke stasiun itu bisa diajak cepat. Kalau ojol kita sungkan misal minta cepat," jelasnya.
Rasa aman juga dirasakan para penumpang dan pengemudi lantaran jasa anjem hanya bisa dilakukan oleh mahasiswa atau alumni UNS. Hal ini diungkapkan salah satu penyedia jasa anjem, Tania (20).
"Yang bisa ikut anjem itu cuma mahasiswa harusnya, soalnya kalau di Telegram kan kita buat bisa masuk grup itu ditanya fakultas mana, jenis kelaminnya apa. Jadi kayak nggak bisa sembarang orang masuk grup," terang Taniakepada detikJateng.
Ia pun turut mendukung fenomena anjem yang tengah ramai di kalangan mahasiswa UNS. Para mahasiswa bisa mencari pemasukan lewat anjem yang dinilai lumayan.
"Sehari bisa 5-10 penumpang, paling murah Rp 5 ribu, pernah sampai Rp 20 ribu. Kan worth it lah ya buat mahasiswa apalagi yang merantau. Bisa manfaatin motor," jelasnya.
Klaim Jasa Anjem Berlangsung Lama
Tania yang sudah 3 semester melayani jasa anjem itu mengaku tak mengetahui sejak kapan jasa anjem ada. Jasa itu telah ada sejak dirinya mulai berkuliah di UNS.
"Kalau anjem sebenarnya sudah lama, katingku tahun 2017 itu katanya sudah pernah. Tapi ini baru ramai memang karena orang ramai ngomongin di X sama dibuat grupnya di Telegram," jelas Tania.
"Penumpang juga nggak perlu ribet, karena mereka bisa bayar lewat QRIS atau e-money juga. Bayarnya dihitung per kilometer, di bawah 3 kilometer itu Rp 5 ribu, setelahnya per km ditambah Rp 2 ribu," tutur dia.
(apu/ams)