Menteri Kebudayaan (Menbud) Fadli Zon mendapat sejumlah tudingan dari kubu Paku Buwono (PB) XIV Purbaya. Berikut respons dari Fadli Zon.
1. Dituding Lecehkan Adat Keraton Solo
Pengageng Sasana Wilapa dari pihak Paku Buwono XIV Purbaya, GKR Panembahan Timoer Rumbay, menyatakan masuknya Fadli Zon ke dalam Panggung Sanggabuwana saat peresmian hari Selasa (16/12) merupakan bentuk pelecehan adat Keraton Solo. Pasalnya, Panggung Sanggabuwana yang dianggap sakral.
Rumbay mengatakan, masuknya rombongan Kementerian Kebudayaan dan Paku Buwono XIV Mangkubumi ke sana tidak lewat rembukan.
"Ya, setahu kami, itu tempat sakral yang dipergunakan hanya untuk raja dan orang-orang yang, sudah disumpah raja untuk melakukan upacara, itu saja," katanya dihubungi awak media, Rabu (17/12).
Karena itu, dirinya tidak menyangka bahwa Fadli Zon masuk saat peresmian. Ia pun menganggap tindakan itu merupakan bentuk pelecehan adat.
"Kalau yang Sanggabuwana, kami tidak diajak rembukan untuk masalah, mereka akan naik. Menurut saya sih itu pelecehan, pelecehan adat ya," kata dia.
Untuk kegiatan di Museum Keraton Solo, Rumbay tidak mempermasalahkan karena memang sudah ada pembicaraan. Setelah selesai kegiatan, pintu museum ditutup lagi.
"Sudah, sudah ya. Kami kan mempersilakan siapapun yang mau masuk (museum), monggo. Kan memang tidak apa-apa, memang tidak apa-apa. Kalau ketika selesai kami tutup kembali ya, wong wis bengi (sudah malam) masa museumnya mau dibuka terus," ujarnya.
Jawaban Fadli Zon
Ditemui usai engikuti acara Lawangsewu Festival di Taman Budaya Raden Saleh (TBRS), Kelurahan Tegalsari, Kecamatan Candisari, Kota Semarang, Fadli Zon berkata dia sudah berkali-kali masuk ke Panggung Sanggabuwana.
"Pertama saya sudah sudah berkali-kali naik ke Sanggabuwana itu. Malah saya diminta oleh Ketua Tim 5 Panembahan Agung Tedjowulan dan juga oleh KGPH Hangabehi (PB XIV Mangkubumi). Bahkan saya menggunakan beskap," kata Fadli Zon di TBRS, Jumat (19/12/2025).
Menbud berusia 54 tahun tersebut menjelaskan, dirinya sebagai menteri kebudayaan harus mengecek progres revitalisasi Sanggabuwana secara langsung. Apalagi, PB XIV Mangkubumi yang membukakan pintu dan mempersilakannya masuk.
"Selain itu tentu kan kami yang merevitalisasi. Kita harus cek hasil pekerjaannya. Mulai dari temboknya, dari catnya, itu kan dari kita semua. Jadi, anggapan itu sama sekali keliru," tuturnya.
"Yang membukakan juga dari pihak keraton, mempersilakan, bahkan tempatnya ganti baju pun disiapkan. Jadi, semuanya sesuai dengan adat tata caranya," lanjutnya.
Menurutnya, tujuan ia memasuki Sanggabuwana hanyalah mengecek revitalisasi dengan harapan hasilnya sudah baik.
"Kita sebagai bagian dari pemerintah yang melihat itu untuk melihat hasil kerjanya, apakah sesuai dengan harapan kita dan ternyata berjalan dengan baik," tuturnya.
"Sekarang Sanggabuwana yang tadinya keropos, banyak dimakan rayap, tembok-temboknya lembab, dan lain-lain. Sekarang sudah tampil kembali gagah sebagai cagar budaya kita, gedung tertinggi, menara tertinggi dulu di Tanah Jawa," lanjutnya.
2. Disebut Pemerintah Berat Sebelah
Pengageng Sasana Wilapa pihak PB XIV Purbaya, Gusti Rumbay menganggap ada kesan berat sebelah dalam konflik terkait suksesi Keraton Solo. Ia juga mengungkit penulisan nama pada undangan yang diberikan.
"Jadi kayak berat sebelah lah, begitu. Karena seperti penulisan namanya saja, ketika undangan diberikan, penulisan namanya, Gusti Mangkubumi KGPH Hangabei. Sedangkan, Sinuhun (Paku Buwono XIV Purbaya) ditulis KGPH Purbaya. Kalau mau sama-sama adil, nama yang diberikan Paku Buwono XIII kepada putra-putranya ini adalah KGPH Mangkubumi dan KGPH Purboyo itu adil," ucap Rumbay.
Adapun kakak PB XIV Purbaya yang lain, GKR Devi Lelyana Dewi, menilai seharusnya pemerintah tidak langsung menyatukan dua kubu yang bertikai.
"Harapan kami sebetulnya kepada pemerintah itu adalah melakukan komunikasi kedua belah pihak. Tidak, tidak serta-merta menyatukan kedua belah pihak yang sedang berkonflik, Itu kan tidak bijaksana menurut saya," kata Devi, Rabu (17/12).
Ia menyebut semestinya pemerintah mendengarkan pendapat dari semua pihak. Baru mencarikan jalan keluar.
"Harusnya kan pemerintah mengomunikasikannya, satu dulu mendengarkan satu pihak, kemudian satu pihak lagi. Setelah itu baru dicarikan jalan keluar, apakah bisa dipertemukan begitu loh," ujar dia.
"Nah, yang selama ini terjadi adalah pemerintah itu selalu berusaha untuk mempertemukan begitu saja tanpa ada komunikasi, enggak, mempertemukan begitu saja dan selalu berkomunikasinya dengan pihak sebelah, tidak pernah berkomunikasi dengan kami. Tidak berkomunikasi, tidak mendekat dengan kami juga begitu loh," sambungnya.
Respons Fadli Zon
Politisi Partai Gerindra tersebut lantas meluruskan anggapan terkait pemerintah berat sebelah karena perbedaan dalam penulisan undangan.
"Itu juga keliru lagi. Kan kita baru sekali mengundang secara resmi. Masalahnya ada pihak yang tidak mau datang," ungkapnya.
Fadli Zon sebagai representasi dari pemerintah mengatakan, pemerintah justru ingin hadir untuk membantu.
"Kan sekarang ini pemerintah itu hadir untuk membantu, mengurusi termasuk situs-situs budaya yang sudah menjadi cagar budaya nasional," tuturnya.
"Jadi, kita berharap ya anggapan-anggapan yang keliru ini justru nanti tidak berkembang, ya. Kita memfasilitasi dialog keluarga supaya tidak terjadi perpecahan," lanjutnya.
Simak Video "Video: Memanasnya Konflik di Keraton Solo, Kini Gara-gara Kunci Museum"
(apu/apu)