Guru bidang studi Ekonomi SMAN 2 Karanganyar, Taupik Mulyadi merancang aplikasi untuk menguji kualitas makanan dalam program Makan Bergizi Gratis. Aplikasi itu bisa membantu guru mendeteksi kelayakan makanan sebelum dibagikan ke siswa.
Taupik mengaku memiliki keterampilan mengembangkan aplikasi lantaran pernah mengampu mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK).
"Dulu saya pernah mengajar TIK, jadi basic itu membuat saya bisa sedikit tahu tentang teknologi an sambil saya belajar autodidak," kata dia kepada wartawan, Jumat (17/10/2025).
Aplikasi bernama Save Eat MBG ini dikembangkan sebagai langkah pencegahan kasus keracunan MBG yang kerap terjadi di sekolah-sekolah. Melalui sistem berbasis gambar, aplikasi akan menilai kualitas nasi, lauk, sayur, buah, dan susu yang disajikan di sekolah sebelum dibagikan kepada siswa.
"Aplikasi itu berdasarkan konsep atau uji organoleptik, di mana berdasarkan analisis visual dengan perbandingan antara foto gambar, aplikasi akan menganalisis dari warna, tekstur, dan tampilannya," jelasnya.
Cara penggunaannya sederhana. Petugas sekolah cukup memotret makanan yang akan dikonsumsi, lalu mengunggahnya ke aplikasi.
"Kemudian unsur yang kedua adalah pengamatan dari pihak food testernya atau pengelolanya, mengamati berdasarkan pertanyaan yang muncul dalam sebuah aplikasi. Di sini ada pertanyaan-pertanyaan untuk diamati tanpa harus mencicipi atau merasakan dari menu itu," kata Taupik.
Dalam hitungan detik, sistem akan menampilkan hasil analisis berupa tingkat kelayakan sekaligus data-data apa saja penyebab sehingga makanan dianggap tidak layak. Jika hasilnya berada di bawah batas aman, makanan tidak akan dibagikan kepada siswa.
"Hasil dari pertanyaan dan hasil analisis aplikasi itu akan menghasilkan rekomendasi apakah MBG pada hari ini layak dikonsumsi atau tidak," kata Taupik.
"Ketika itu layak untuk dikonsumsi maka diteruskan kepada siswa sesuai dengan waktu yang ditentukan untuk dimakan oleh siswa. Kemudian ketika tidak layak maka harus dihentikan untuk dikoordinasikan bersama tim dan pengelola atau SPPG-nya seperti itu," tegasnya.
Aplikasi ini masih dalam tahap uji coba internal. Hingga kini, sudah dilakukan delapan kali pengujian di dua lokasi berbeda, dengan tingkat akurasi sementara mencapai 80 hingga 90 persen.
"Ini sudah versi ke-11. Karena ada masukan, ada nanti standar errornya saya lihat masih belum bagus atau proteksinya, gambarnya akurasinya belum tepat, itu saya perbaiki. Ini sudah sampai ke versi ke-11," lanjutnya.
Kendati demikian, Taupik mengakui, bahwa aplikasi rancangannya masih perlu untuk penyempurnaan. Hingga saat ini aplikasinya masih sebatas mendeteksi kelayakan secara visual, sehingga belum mampu mendeteksi kemungkinan adanya racun yang tidak berdampak ke perubahan fisik makanan.
"Aplikasi yang digunakan adalah berbasis visual, jadi dengan cara singkat apakah hasil makanan kita, layak dikonsumsi atau tidak," jelasnya saat dihubungi detikjateng.
Selain itu aplikasi tersebut masih membutuhkan perangkat HP dengan kamera yang beresolusi tinggi.
"Untuk visualisasi gambar untuk analisis yang akurat, perlunya kamera resolusi tinggi dengan kamera di atas 8 MP, dan pengambilan gambar di tempat dengan cahaya terang. Resolusi semakin tinggi semakin akurat," lanjutnya.
Terkait kelemahan tersebut, Taupik saat ini masih akan terus membenahi aplikasi rancangannya dengan menambahkan fitur-fitur agar aplikasi lebih akurat.
"Penemuan saya baru sebatas visual, secara visual membantu guru mengelola MBG lebih cepat agar dapat mengambil keputusan dahulu sebelum ke tingkat konsumsinya. Memang penelitian ini belum sampai ke bahan toxic, butuh waktu," ungkap Taupik.
Artikel ini ditulis oleh Ajril Lu'lu'a Zahroh peserta Program PRIMA Magang Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI).
Simak Video "Video: Momen Wali Murid Sekolah Elite di Serang Banten Tolak MBG"
(aku/apl)