Kasus gigitan ular weling menjadi perhatian tersendiri bagi masyarakat mengingat efek sampingnya yang begitu fatal. Korban yang mengalami gigitan ular weling perlu mendapatkan antivenom atau antibisa agar dapat menetralkan racun dari bisa yang ada di dalam tubuhnya. Lantas, seperti apa antivenom ular weling?
Dikutip dari laman Animalia, ular weling memiliki bisa yang begitu berbahaya karena racun di dalamnya mampu memberikan dampak yang cukup fatal. Termasuk bagi manusia yang menjadi korban dari gigitan ular tersebut.
Sementara itu, di dalam laman AZ Animals disebutkan julukan ular weling sebagai 'the five-step snake'. Apa artinya? Ini dikarenakan gigitan ular weling dapat mengakibatkan seseorang kehilangan nyawanya hanya dengan dirinya berjalan sekitar lima langkah saja.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal tersebut dikarenakan saat seseorang tidak mendapatkan pengobatan, maka bisa ular weling bisa menghilangkan nyawanya dalam kurun waktu 12 jam. Ini mengingat racun ular weling juga disebut 15 kali lebih kuat dibandingkan yang ada pada ular kobra pada umumnya.
Untuk itu, pada setiap kasus patukan atau gigitan ular weling perlu mendapatkan penanganan dengan segera. Salah satunya dengan diberikan antivenom atau antibisa. Sebagai cara mengenal antivenom ular weling, berikut rangkuman informasinya.
Mengenal Antivenom Ular Weling
Terkait dengan antivenom ular weling, seorang dosen Fakultas Biologi UGM bernama Donan Satria Yudha memberikan informasi gambaran terkait antibisa tersebut. Dilansir detikJogja, Donan menjelaskan terdapat setidaknya dua jenis antibisa yang biasanya akan diberikan bagi korban yang terpatuk ular berbisa.
Antibisa tersebut beracuan pada pedoman yang dirilis oleh WHO bertajuk 'Guidelines for the management of snake-bites 2nd edition'. Kedua jenis antibisa tersebut adalah monovalent antivenom dan polyvalent antivenom.
Antibisa monovalen dikenal mampu membantu menetralkan racun bisa khusus satu spesies saja. Misalnya antivenom ular Naja sputatrix atau kobra Jawa hanya dapat diberikan pada spesies tersebut. Antivenom tersebut tidak dapat diberikan pada gigitan Naja sumatrana atau kobra Sumatra, begitu pula sebaliknya.
Lain halnya dengan antibisa polivalen yang dapat menetralkan bisa dari sejumlah spesies ular. Sebut saja ular kobra Jawa, ular welang, hingga ular viper tanah. Adapun antivenom ular weling menurut Donan sebaiknya diberikan yang monovalen. Sayangnya, antivenom ini belum tersedia di Indonesia. Sebaliknya, di Indonesia hanya terdapat polivalen.
Antivenom atau antibisa yang ada di Indonesia disebut sebagai Serum Anti-Bisa Ular atau dikenal dengan nama SABU. Dikutip dari publikasi 'Pemberian SABU (Serum Anti-Bisa Ular) untuk Kasus Gigitan Ular Awitan Lama dengan Komplikasi Disseminated Intravascular Coagulation (DIC)' oleh Dedy Kristofer Simangunsong, dkk., antivenom merupakan antidotum spesifik terhadap venom atau bisa ular.
Pada antivenom monovalen dapat digunakan untuk menetralkan hanya satu jenis venom ular sama. Berbeda dengan antivenom polivalen yang bisa menetralkan beberapa jenis ular. Pemberian antivenom perlu diberikan sesegera mungkin, terutama saat pasien yang mengalami gigitan ular telah menunjukkan indikasi tertentu.
Sementara itu, di Indonesia terdapat satu jenis antivenom bernama SABU. Untuk diketahui, serum anti-bisa ular atau SABU ini diformulasikan sebagai antivenom trivalen. Antivenom ini terbuat dari serum kuda yang telah dihiperimuniasi terhadap 3 venom ular. Ketiga venom tersebut adalah Naja sputatrix atau ular sendok Jawa, Malayan pit viper atau ular tanah, dan Bungarus fasciatus atau ular welang.
Kemudian dijelaskan dalam publikasi 'Gigitan Ular Berbisa' karya Nia Niasari dan Abdul Latief, Food and Drug Administration atau Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat sendiri hanya menyetujui dan memproduksi setidaknya tiga jenis antibisa. Ketiganya adalah antivenom polyvalen crotalidae, antivenom untuk coral snake, dan antivenom untuk black widow spider. Antibisa ular tersebut merupakan derivat serum kuda yang sifatnya imunoglobulin yang dapat mengikat dan menetralkan secara langsung protein dari bisa.
Harga Antivenom Ular Weling
Lantas, berapa harga antivenom ular weling? Terkait dengan gambaran harga antivenom ini terdapat informasi yang berasal dari pihak rumah sakit yang menangani kasus gigitan ular weling di wilayah Pekalongan, Jawa Tengah baru-baru ini.
Untuk diketahui, korban tengah berada dalam pengawasan ketat RSI Pekajangan, Pekalongan dan hingga kini sudah mendapatkan suntikan vial antivenom. Saat dikonfirmasi oleh detikJateng pada Minggu (29/6/2025) lalu, pihak rumah sakit menjelaskan tentang gambaran harga antivenom. Adapun harga per vial antivenom dibanderol dengan harga Rp 4,5 juta.
Lebih lanjut, dilansir detikHealth, pada tahun 2019 silam terdapat harga antivenom secara umum yang disampaikan oleh Wakil Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta. Pada saat itu, harga antibisa per vialnya dibanderol sekitar Rp 500-900 ribu.
Meskipun begitu, ternyata pada setiap kasus gigitan ular berbisa, korban tak hanya cukup mendapatkan suntikan antivenom sebanyak satu vial saja. Pemberian antivenom bisa diberikan tergantung banyaknya racun yang masuk ke dalam tubuh korban. Tidak hanya itu saja, jenis ular juga dapat berpengaruh pada sedikit atau banyaknya penggunaan antivenom.
Cara Kerja Antivenom Ular Weling
Setelah mengetahui gambaran dan juga kisaran harganya, mungkin tidak sedikit orang turut menaruh rasa penasaran tentang cara kerja antivenom ini. Pada kesempatan ini akan diuraikan cara kerja antivenom secara umum, sehingga tidak merujuk khusus pada antivenom ular weling.
Masih dijelaskan dalam publikasi 'Gigitan Ular Berbisa', cara kerja antivenom menetralkan protein dari bisa. Ini dikarenakan di dalam bisa ular terdiri dari sejumlah campuran protein, polipeptida, hingga enzim. Apabila dilihat secara mikroskop elektron, bisa ular terdiri dari protein yang bisa menimbulkan kerusakan pada sel-sel endotel dinding pembuluh darah.
Saat hal tersebut terjadi, maka bisa menyebabkan kerusakan pada membran plasma. Sementara itu, peptida dalam bisa ular bisa berikatan dengan reseptor yang ada di tubuh korban. Kemudian enzim yang ada pada bisa ular bisa memicu berbagai reaksi. Misalnya saja rasa nyeri, mual, muntah, keluarnya keringat, nekrosis jaringan, hidrolisis sel darah merah, hingga kerusakan di jaringan ikat.
Oleh sebab itulah, saat mengalami gigitan ular berbisa, korban bisa saja mengalami kerusakan atau gangguan fungsi di dalam tubuhnya. Bahkan pada kasus bisa yang bersifat neurotoksik bisa menyebar dengan sangat cepat yang memicu gejala cukup parah. Sebut saja kelumpuhan, kelemahan otot, hingga kematian yang disebabkan oleh gagal napas.
Sementara itu, dijelaskan dalam laman School of Biomedical Sciences dari The University of Melbourne, antivenom sebagai antibodi yang mampu menetralkan racun atau komponen racun. Antibodi tersebut bisa diperoleh dengan mengambil darah dari hewan yang sebelumnya sudah disuntik bisa ular dan memisahkan antibodinya.
Kemudian antibodi tersebut akan difragmentasi dan dimurnikan melalui serangkaian tahap. Saat sudah jadi, antivenom tersebut akan disuntikkan ke pasien. Kemudian cara kerjanya adalah fragmen antibodi tadi akan mengikat racun atau komponen racun. Hal tersebut memungkinkan adanya sirkulasi dan menetralkan aktivitas racun di dalam tubuh pasien.
Demikian tadi sekilas penjelasan mengenai antivenom ular weling lengkap dengan harga dan cara kerja antivenom secara umum. Semoga informasi ini dapat menjawab rasa penasaran detikers, ya.
(sto/afn)