Pakar Undip Ingatkan Risiko Politik Jika Jokowi Jadi Ketum PSI

Pakar Undip Ingatkan Risiko Politik Jika Jokowi Jadi Ketum PSI

Arina Zulfa Ul Haq - detikJateng
Jumat, 16 Mei 2025 18:27 WIB
Pakar politik Undip, Dr. Nur Hidayat Sardini, S.Sos., S, H., M.Si., di Gedung Doktor Ilmu Sosial Undip, Kelurahan Pleburan, Kecamatan Semarang Selatan, Kota Semarang. Foto diunggah Jumat (16/5/2025).
Pakar politik Undip, Dr. Nur Hidayat Sardini, S.Sos., S, H., M.Si., di Gedung Doktor Ilmu Sosial Undip, Kelurahan Pleburan, Kecamatan Semarang Selatan, Kota Semarang. Foto diunggah Jumat (16/5/2025). (Foto: Arina Zulfa Ul Haq/detikJateng)
Semarang -

Pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang tengah mengkalkulasi peluang untuk mendaftar Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) ramai jadi sorotan. Pakar Politik Universitas Diponegoro (Undip), Nur Hidayat Sardini menilai ada risiko politik jika Jokowi benar-benar menjabat Ketum PSI.

"Hubungan historis antara PSI dengan Pak Jokowi kan faktanya ada. PSI ini konon kan memang sejak awal dibuat untuk menopang kekuasaan Pak Jokowi," kata NHS, panggilan akrabnya, saat dihubungi detikJateng, Jumat (16/5/2025).

Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Undip itu menyebut, pendiri PSI, termasuk Jeffrie Geovanie, pernah secara terbuka menyatakan, partainya lahir untuk mendukung Jokowi, khususnya saat menghadapi oposisi keras di periode pertama pemerintahannya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kendati pun awalnya, partai itu hanya untuk menembak kepemimpinan Anies di Gubernur DKI Jakarta, tapi sekarang sudah lebih luas dan hampir masuk Senayan," ujarnya.

Kedekatan personal juga jadi faktor penting, kata NHS. Putra bungsu Jokowi, Kaesang Pangarep, yang saat ini menjabat sebagai Ketua Umum PSI disebut menjadi salah satu faktor kenapa Jokowi berpotensi mencalonkan diri sebagai ketum partai mawar putih tersebut.

ADVERTISEMENT

Dalam beberapa kesempatan, Jokowi pun terlihat hadir dalam acara internal partai, bahkan menyebut PSI sebagai partai yang 'paling dekat secara ideologis'.

"Visi dan misinya (PSI) sesuai dengan apa yang dipegang, dimiliki oleh Pak Jokowi. PSI juga kan mungkin karena anaknya ada di situ sehingga pilihannya ke situ," tuturnya.

Jokowi sebelumnya sempat menyeletuk bahwa dirinya ogah kalah jika nantinya maju dalam Pemilu Raya yang diselenggarakan PSI. Ia juga percaya diri jika dirinya mendaftar, besar kemungkinan calon lain tak akan jadi mendaftar.

Namun, dosen di Departemen Politik dan Ilmu Pemerintahan Undip itu memiliki sudut pandang lain. NHS memberi catatan, langkah yang diambil Jokowi tetap memiliki risiko politik, baik bagi PSI maupun Jokowi sendiri.

Alumni Ilmu Pemerintah FISIP Undip itu menilai, ketergantungan PSI pada figur Jokowi bisa menjadi pedang bermata dua yang berpengaruh terhadap Pemilu 2029 maupun nasib PSI ke depannya. Terlebih, saat ini Jokowi tengah diberondong berbagai isu, seperti isu ijazah palsu Jokowi yang terus memanas.

"Tampaknya akan sulit, karena captive market pengagum Pak Jokowi kan stuck, jauh lebih berkurang. Jadi partai ini harus bekerja keras untuk tidak mengidentifikasikan dirinya sebagai Jokowi," tuturnya.

Pria yang kerap mengomentari soal politik elektoral hingga perkembangan partai politik itu juga menyebut, kekuatan politik Jokowi tidak sebesar sebelumnya. Saat ini, kata dia, mulai muncul tiga arus resistensi terhadap Jokowi. Dari kelompok oposisi aktif, simpatisan kekuasaan yang tak nyaman dengan potensi 'matahari kembar', hingga warga yang menginginkan presiden yang lebih 'diam' usai lengser.

"Ketiga arus yang netral itu nggak suka dengan cara Jokowi berakrobat secara politik. Misal orang datang ke dia di Solo, dalam faktanya itu janggal dalam tradisi politik Indonesia, seorang mantan presiden berakrobat semacam itu," kata NHS.

"Tiga arus ini nggak suka kalau Jokowi tidak seperti mantan presiden-wakil presiden sebelumnya, yang duduk, tenang, manis," lanjutnya.

Ia menyatakan sah-sah saja jika Jokowi memilih untuk tetap aktif secara politik. Semua itu adalah hak warga negara yang dijamin konstitusi. Namun menurutnya, akan lebih baik bagi Jokowi jika menjadi negarawan yang lebih peduli terhadap isu pendidikan, kesenian, dan lainnya.

"Kalau mau aktif di parpol nggak salah. Tetapi akan jauh lebih strategis misal mengembangkan kebudayaan, pendidikan, memberi cara di yayasan yang dia kelola supaya anak miskin punya kesempatan menerima beasiswa. Itu pilihan yang jauh lebih baik," tuturnya.

Sebelumnya diberitakan, Jokowi mengaku sedang menghitung peluang dirinya menjadi Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Dia menyebut masih menghitung untuk mendaftar sebagai calon ketua umum PSI yang akan melakukan kongres pada Juli 2025.

"Iya masih masih dalam kalkulasi. Jangan sampai kalau saya mendaftar nanti saya kalah," kata Jokowi ditanya mengenai peluang menjadi Ketua Umum PSI, Rabu (14/5).




(aku/afn)


Hide Ads